“HENDAKLAH DAMAI SEJAHTERA KRISTUS MEMERINTAH DALAM HATIMU”* (Kolose 3:12-17)

Khotbah Natal Oikumene 2017 oleh: Pdt. Dr. Mery Kolimon**

KUPANG, www.sinodegmit.or.id, Saudara-saudara yang dikasihi Kristus! Sepanjang perayaan Advent dan Natal yang lalu, di masing-masing gereja, kita telah mendengar banyak pesan Natal. Secara khusus dalam perayaan natal ini kita akan merefleksikan bacaan dari perikop Alkitab yang menjadi dasar tema Natal bersama Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) dan Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) Kolose 3:12-17 khususnya ayat 15a, “Hendaklah damai sejahtera Kristus memerintah dalam hatimu”. Banyak penafsir Alkitab percaya bahwa surat Kolose ini ditulis oleh Rasul Paulus di Roma bersama dua surat yang lain yakni surat Filemon dan Efesus. Hal utama yang hendak ditanggapi oleh Rasul Paulus kepada jemaat di Kolose ini adalah ancaman pengajaran sesat yang dihadapi oleh umat di tempat itu. Rupanya ada pengajar-pengajar sesat yang mengajarkan bahwa Yesus bukanlah sungguh-sungguh Allah.

Rasul Paulus karena itu dalam surat ini menegaskan kepada jemaat Kolose tentang Yesus sebagai Pencipta dan Penyelamat. Dia adalah sungguh-sungguh Allah dan Dia sungguh-sungguh manusia. Vere Homo Vere Deus. Dia adalah Allah yang berkuasa di atas segala kuasa yang lain, dia juga adalah Kepala Gereja. Melalui kematian-Nya di salib Yesus telah mendamaikan seluruh ciptaan dengan diri-Nya dan membuat orang-orang yang percaya menjadi selamat dan hidup di jalan yang benar.

Secara khusus dalam bagian yang kita baca hari ini, Rasul Paulus berbicara tentang panggilan orang-orang percaya untuk bertumbuh dalam kematangan spiritual. Kalian telah menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat, demikian Rasul Paulus. Kalian adalah orang-orang terpilih. Sebagai orang-orang pilihan Allah hendaklah kamu menampilkan keunggulan etis dan moral Kristiani yang baik. Umat percaya di Kolose dan umat Kristiani di segala tempat dan waktu termasuk kita umat Protestan dan Katolik di zaman dan tempat ini adalah orang-orang pilihan Allah.

Rasul Paulus menegaskan bahwa Allah telah memilih umat Kristen untuk rencana yang khusus yaitu terlibat dalam karya kebaikan Allah dan karena itu ada tanggung jawab untuk menghidupi keterpilihan itu secara dewasa dan matang. Bentuk kematangan spiritual tercermin dalam relasi hidup yang dicirikan oleh belas kasih, kemurahan dan kerendahan hati serta kelemah-lembutan, kesabaran dan pengampunan. Dalam relasi dengan Tuhan dan dengan sesama kematangan iman dan spiritualitas akan dicirikan dengan nilai-nilai spirit yang demikian.

Umat pilihan Allah adalah umat yang dewasa dalam iman dan matang spiritualitasnya tidak akan hidup untuk dirinya sendiri. Berpikir tentang keuntungan keluarga sendiri, suku, agama mereka sendiri, tetapi bersedia berbagi kasih dan kebaikan dengan sesama terutama mereka yang paling membutuhkan. Jangan mengaku dewasa iman kalau pelit berhitung untung rugi ketika melakukan kebaikan. Sombong, angkuh menonjolkan diri, berkata kasar, tidak mampu mengendalikan diri, mendendam dan tidak bersedia memaafkan sesama.

Khususnya ayat yang menjadi tema natal bersama tahun ini menekankan damai sejahtera. “Hendaklah damai sejahtera Kristus memerintah dalam hatimu.” Damai sejahtera di sini tidak semata-mata sebuah damai individual, yang penting saya rasa damai tidak peduli apakah dia rasa damai atau tidak, namun damai yang dimaksudkan di sini adalah sebuah damai dalam hidup bersekutu baik dengan sesama manusia maupun dengan ciptaan yang lain.

Urusan damai sejahtera itu bukankahlah urusan damai masing-masing orang sebaliknya damai sejahtera yang dimaksudkan ayat ini tercipta dalam kebersamaan. Jika kita perhatikan konteks surat Kolose seperti yang saya jelaskan di awal tadi, ketika umat berhadapan dengan ajaran sesat maka menjadi tanggungjawab bersama mereka sebagai persekutuan untuk berdiri kokoh dengan iman ajaran yang benar mengenai Kristus Tuhan, menyaksikan iman mereka dalam kehidupan yang nyata, dalam relasi damai sejahtera dengan sesama.

Kini, di NTT kita berada di masa transisi kepemimpinan di provinsi tercinta. Waktu melayani yang Tuhan berikan kepada Pak Leburaya (Gubernur NTT, red.) untuk memimpin daerah ini sebentar lagi akan berakhir. Dan kita mensyukuri pimpinan Tuhan bagi daerah ini, bagi kepemimpinan Pak Gubernur selama kurang lebih 10 tahun terakhir. Para bakal calon gubernur telah dan sedang tampil di publik melalui deklarasi partai mereka dan di bulan Juni 2018, tahun depan kita akan memilih pemimpin-pemimpin baru baik di tingkat provinsi maupun  beberapa kabupaten di NTT. Kita belajar dari pengalaman kehidupan berbangsa bahwa moment-moment politik seperti ini seringkali menjadi ujian bagi kehidupan berbangsa dan bagi komitmen bergereja sekaligus bagi kedewasaan iman kita.

Mungkin natal kita meriah tapi pertanyaannya, apakah kita juga matang ketika kita masuk dalam ranah politik. Seringkali kepentingan sempit memanfaatkan simbol-simbol agama untuk meraih dukungan bahkan tidak jarang membentur-benturkan masyarakat yang beragam suku, agama dan kepercayaan. Kita mendapat pesan natal yang kuat dari pembacaan kita bahwa sebagai umat yang merayakan natal kita mestinya telah cukup dewasa dan matang dalam kehidupan spiritual kita. Jika umat di Kolose diingatkan untuk dalam menghadapi ajaran sesat mereka menunjukan kematangan spiritual dan sikap hidup yang ramah, sabar, berbelas kasih, lemah lembut mengampuni dan tidak dendam, maka pesan yang sama disampaikan juga kepada kita.

Kami memperhatikan bagaimana media sosial dipakai selama masa kampanye pada beberapa Pilkada di daerah dan secara lebih lebih luas di negara ini. Orang saling menghujat, memfitnah dan berusaha saling menghancurkan bahkan kadang-kadang secara sangat sedih melalui media sosial. Entah itu akun asli atau akun palsu namun demi kepentingan politik sesaat, orang saling menyerang, bahkan hingga menyerang secara pribadi. Saling menyerang itu bahkan sampai melukai anggota keluarga terutama anak-anak karena cacian dan ucapan itu menjadi konsumsi publik di media sosial.

Mari kita menunjukan kematangan kita dalam berpolitik. Mari kita jadikan ruang politik juga sebagai arena mewujudkan kedewasaan beriman kita. Setiap proses berpolitik termasuk pilkada dan pemilu mestinya menjadi moment kita  menjadi semakin dewasa dalam berpolitik, makin menjadi matang pula dan beriman kita. Sebab jika tidak, perayaan-perayaan natal kita bisa jadi indah dan megah namun kita menjadi munafik sebab praktik hidup kita justru kotor dan saling menghancurkan.

Ayat 16 bacaan kita mengatakan, “Hendaklah perkataan Kristus diam dengan segala kekayaannya di antara kamu sehingga kamu dengan segala hikmat mengajar dan menegur seorang akan yang lain dan sambil menyanyikan mazmur dan puji-pujian dan nyanyian rohani kamu mengucap syukur kepada Allah di dalam hatimu.” Tegurlah seorang akan yang lain secara berhikmat bahkan dikatakan sambil menyanyikan mazmur puji-pujian dan nyanyian rohani.

Para pejabat publik dan semua umat beriman pakailah bahasa yang santun baik dalam komunikasi lisan maupun saat berkomunikasi lewat media sosial. Jangan pula kata-kata kita munafik. Kelihatannya manis di permukaan namun di belakang justru menusuk dan menikam tanpa ampun. “Hendaklah damai sejahtera Kristus memerintah dalam hatimu”. Kata-kata dan bahasa kita mestilah menjadi alat pemersatu, merangkul, menghibur dan menguatkan. Mengoreksi dengan cara yang kritis namun tidak menciptakan jurang dalam persahabatan dan persaudaraan. Mari kita bersama-sama sebagai umat Kristiani di daerah ini, memastikan NTT menjadi rumah kita bersama, rumah yang layak dan nyaman didiami oleh semua anak bangsa dan segenap ciptaan di daerahh ini. Pesan bersama PGI dan KWI telah kita dengarkan melalui penggalan-penggalan tata ibadah tadi baik dalam bagian pengantar, bagian realitas kehidupan berbangsa dan bernegara serta bagian pada bagian tanggung jawab iman bersama.

Pesan-pesan itu menegaskan pentingnya kita terus-menerus berupaya mewujudkan damai sejahtera, kerukunan dan persaudaraan di antara kita. Ada hal yang spesial yang khusus di tahun 2017 ini. Umat kristiani Katolik dan Protestan bersama-sama mengingat kembali momentum 500 tahun. Gereja-gereja kita Katolik, Lutheran dan Reform menjadikan momentum pasca reformasi 500 tahun sebagai moment makin memperkuat komitmen menggalang persekutuan sebagai sesama anggota Tubuh Kristus yang satu. Kita mengakui dalam sejarah kita pernah saling menyakiti namun kita perlu memohon rahmat Allah, di dalam Yesus agar kita terus dimampukan untuk merajut kerukunan dan persaudaraa di antara kita.

Ujian terbesar bagi umat Katolik dan Protestan di daerah ini adalah apakah kita tulus dengan komitmen berekumene kita. Jika ekumene sejatinya adalah eku dan mene, tentang oikos dan menei, hal merawat rumah bersama agar rumah milik Allah bumi bangsa masyarakat dan gereja kita menjadi rumah yang layak didiami semua umat manusia dan segala makhluk maka apakah kita tulus dengan berekumene kita.

Saya kira ini tantangan sesungguhnya bagi umat dan para pemimpin agama Katolik dan Protestan di daerah ini. membuat natal bersama seperti ini tidak sulit tapi menghidupi ekumene, menjadikan NTT sebagai rumah bersama yang layak didiami itulah tantangan yang sesunguhnya. Tantangan bagi para pemimpin agama, tantangan bagi umat dan jemaat juga tantangan bagi para pemimpin masyarakat di daerah ini, apakah kita menjadikan moment politik dan segala ikhtiar bermasyarakat kita sebagai kesempatan mengupayakan sungguh-sungguh kesejahteraan bersama, mencari pemimpin terbaik yang akan melayani kepentingan seluruh warga NTT, lintas agama, lintas etnis, yang berkomitmen pula pada kelestarian lingkungan hidup di daerah ini?

Mari dengan jernih kita belajar dari sejarah bangsa dan negara ini agar kita bisa mengetahui bersama dalam peran kita masing-masing betapa pun kecil dan sederhananya, ataupun besar dan mulia peran itu, bangunlah kerukunan, pekalah pada suara perjuangan mereka yang paling lemah di antara kita, tegakkanlah keadilan, perjuangkanlah kebenaran dan usahakanlah kesejahteraan untuk semua.

Dalam beberapa tahun terakhir KWI dan PGI dalam pesan-pesan mereka mendorong umat Kristiani di Indonesia menghidupi spiritualitas ugahari. Apa itu ugahari? Ugahari demikian Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti: sedang, pertengahan, sederhana, bersahaja, cukup. Jadi keugaharian berarti kesederhanaan dan kesahajaan hidup. Hidup berugahari berarti hidup sederhana, sedang-sedang saja. Tidak berlebihan, tidak berkekurangan, ada dipertengahan, tidak miskin-melarat tapi tidak juga tidak menumpuk kekayaan secara berlebihan. Konsep ini juga berarti menjauhkan diri dari sikap hidup yang konsumtif, pamer kemewahan dan kekuasaan, boros, eksploitatif, instan dan tidak ramah lingkungan. Sebagaimana doa yang diajarkan Yesus, “Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya,” dan lihatlah hidup Yesus sendiri. Anak Allah yang Maha Tinggi itu lahir dalam kesederhanaan di kandang di Betlehem.

Komitmen berugahari bagi umat Kristiani lahir dari kesadaran iman bahwa rahmat Tuhan melalui alam ciptaan ini sebenarnya cukup untuk semua manusia dan segala makhluk. Jika manusia tidak serakah dan bersedia berbagi dengan sesama maka tidak ada orang yang terlalu kaya atau terlalu miskin. Alam pun dapat tetap lestari. Spiritualitas ugahari karena itu merupakan sikap batin dan tindakan hidup yang merayakan hidup sederhana dalam semangat berkecukupan, bersedia berbagi dengan orang lain agar semua mengalami kehidupan. Spiritualitas ugahari mesti dimulai dari para pastor, para pendeta, suster, gubernur, bupati dari para pemimpin agama dan masyarakat.

Di GMIT kami mendorong jemaat untuk merayakan advent dan natal dalam spiritualitas ugahari ini. Kurangi pesta pora dan jangan jadikan natal sebagai alasan untuk bermasuk-mabukan dan ribut-ribut. Bikin rumah kecil di samping jalan lalu palak orang dan harus setor karena kami mau acara natal. Kami mau acara tahun baru. Jangan jadikan natal sebagai alasan untuk ribut dengan petasan atau motor racing di jalanan. Kurangi juga pohon natal plastik. Usahakanlah natal hijau dengan tanam anakan. Tanam air dan tanam pohon sebagai wujud perayaan natal kita. Jangan habiskan seluruh energi ekonomi perayaan natal hanya untuk diri dan persekutuan sendiri. Tapi buat rencana yang jelas untuk berbagi dengan sesama terutama mereka yang paling lemah dan paling membutuhkan.

Akhirnya saudara-saudaraku mari kita pulang dengan membawa pesan natal ini, “Mereka yang hatinya dikuasai oleh damai sejahtera Kristus akan mencintai Allah dengan sungguh-sungguh dan mengasihi sesamanya dengan tulus. Mereka yang hatinya dikuasai oleh damai sejahtera Kristus akan menjadi agen damai sejahtera. Di mana ada kebencian kita membawa cinta-kasih. Di mana ada permusuhan kita membawa perdamaian. Di mana ada dukacita dan air mata kita membawa penghiburan dan penguatan. Di mana ada penderitaan dan ketidakadilan termasuk ketidakadilan ekologis yaitu kerusakan alam, kita akan memperjuangkan tegaknya damai sejahtera dan keadilan sosial maupun ekologi. Mari kita pastikan bahwa melalui perayaan-perayaan natal kita, kualitas iman dan kematangan spiritualitas kita umat Kristiani Katolik dan Protestan di daerah ini makin meningkat. Dengan begitu kita sungguh-sungguh menjadi saksi-saksi Kristus menghadapi rupa-rupa ajaran dan godaan yang dapat membuat kita jatuh pada tindakan-tindakan yang merugikan diri sendiri dan kehidupan bersama.

Umat Kristiani di NTT yang hatinya dikuasai oleh damai sejahtera Kristus akan terus menerus menjadi tanda damai sejahtera Kristus di mana kita ada. Memelihara kerukunan dan cinta kasih. Hidup bertoleransi di bumi Nusantara dan menjadi berkat bagi Indonesia. Biarlah melalui hidup kita sehari-hari, orang menjadi percaya bahwa Yesus Kristus sungguh adalah Tuhan, Anak Allah yang hidup dan berkuasa kini dan sepanjang segala masa. Selamat Natal Saudaraku, selamat menyambut tahun baru. Damai sejahtera Kristus memerintah atas kita sekalian; memerintah atas bumi Flobamora tercinta. Berkat-Nya bersama kita umat percaya di bumi Flobamora dan juga di Nusantara ini. Tuhan Yesus Memberkati Amin.

*Khotbah disampaikan dalam kebaktian Natal Oikumene, Kamis, 28 Desember 2017 di gereja St. Yosep Naikoten-Kupang.

**Ketua Majelis Sinode GMIT

0 thoughts on ““HENDAKLAH DAMAI SEJAHTERA KRISTUS MEMERINTAH DALAM HATIMU”* (Kolose 3:12-17)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *