Hidup Dalam Pimpinan Roh Kudus (Galatia 5:16-26) – Pdt. Melkisedek Sni’ut

www.sinodegmit.or.od, Saya memulai renungan ini dengan menggambarkan tiga fakta berikut. Pertama, di Flores ada banyak keluarga lintas agama. Pasangan laki-laki dan perempuan datang dari keluarga beda agama, lalu bersepakat untuk setelah menikah mereka tetap pada agamanya masing-masing. Ada pasangan Katholik-Islam. Ada pasangan Kristen-Islam. Ada pula pasangan Kristen-Katholik.

Salah satu pasangan lintas agama adalah Sekretaris Daerah Kabupaten Ende, Dr. dr. Agustinus G. Ngasu, M.Kes, Mmr dan istrinya drg. Muna Fatma, M.Kes. Dr. Gusti beragama Katholik, sedangkan istrinya drg. Muna beragama Islam. Sampai tahun 2022, mereka telah menjalani rumah tangga selama 26 tahun. Pasangan lintas agama yang lain yaitu Kepala Dinas Sosial Kabupaten Manggarai Barat, Agustinus M. Mangiradja, S.Sos, M.Si. Beliau beragama Kristen, anggota Majelis Jemaat GMIT Gunung Zalmon Labuan Bajo dan Majelis Klasis Flores Barat. Sedangkan istrinya beragama Katholik. Mereka juga telah menjalani pernikahan lintas agama selama puluhan tahun.

Saya sendiri sudah pernah melayani pemberkatan nikah lintas agama. Pada 9 September 2021, saya melayani pemberkatan nikah lintas agama di Jemaat GMIT Imanuel Ruteng. Mempelai laki-laki beretnis Bajawa dan beragama Katholik. Sedangkan mempelai perempuan beretnis Sabu dan beragama Kristen. Mempelai perempuan ini adalah diaken di Jemaat GMIT Imanuel Ruteng dan Pengurus Pemuda Klasis Flores Barat.

Setelah pemberkatan nikah lintas agama dan fotonya tersebar, terjadi pro-kontra. Ada yang mendukung, tapi juga sebaliknya. Yang menentang, terbagi dalam dua kelompok. Kelompok yang satu setuju dengan pernikahan lintas agama tetapi tidak setuju dengan liturginya. Kelompok yang lain sama sekali tidak setuju. Padahal peraturan pastoral pernikahan GMIT sudah mengatur pernikahan lintas agama antara anggota GMIT dengan gereja atau agama lain. Entah setuju maupun tidak setuju, nikah lintas agama adalah kenyataan yang terus dan bahkan semakin sering terjadi.

Kedua, menurut data dari website Kementerian Agama Kantor Wilayah Nusa Tenggara Timur, pemeluk agama di Kabupaten Ende berjumlah 318.992 orang dan terbagi ke dalam lima agama. Pemeluk agama paling banyak adalah Katholik yaitu 247.502 orang atau sebesar 77,58%. Berikutnya pemeluk agama Islam yaitu 65.299 orang atau sebesar 20,47%. Di urutan ketiga pemeluk agama Kristen yaitu 5.954 orang atau sebesar 1,86%. Di urutan keempat pemeluk agama Hindu yaitu 227 orang atau sebesar 0,07%. Terakhir pemeluk agama Budha 10 orang atau 0,003%.

Dengan komposisi pemeluk agama terbesar adalah Katholik, mungkin orang akan berpikir bupati Ende pasti beragama Katholik. Ternyata bukan! Bupati Ende beragama Islam. Namanya Drs. Djafar H. Achmad, M.M. Beliau satu-satunya bupati dari 22 bupati/walikota di NTT yang beragama Islam. Memang, beliau menjabat sebagai bupati karena bupati sebelumnya, Ir. Marselinus Y. W. Petu, meninggal dunia ketika baru menjabat dua bulan di periode keduanya. Namun sampai dengan memasuki tahun keempat kepemimpinan Bupati Djafar, tidak ada penolakan dari masyarakat.

Sedangkan untuk pejabat setingkat Eselon II di Kabupaten Ende, sampai tahun 2021 ada empat orang dari agama Kristen. Mereka anggota jemaat GMIT Syalom Ende. Yang pertama Asisten II Bupati Bidang Perekonomian dan Pembangunan. Yang kedua Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD). Yang ketiga Kepala Dinas Sosial. Dan yang keempat kepala Badan Pendapatan Daerah. Dua nama terakhir telah memasuki masa pensiun pada akhir 2021 dan awal 2022. Selain Ende, Kabupaten Manggarai Timur yang umat Kristennya hanya 795 orang atau 0,28% dari 278.238 orang pemeluk agama, Sekretaris Daerahnya beragama Kristen, anggota GMIT yaitu Ir. Boni Hasudungan Siregar, M.Si.

Ketiga, saya kutip tulisan Agustinus Tetiro, salah satu anggota di WAG Ende News pada Kamis, 26 Mei 2022. Begini tulisannya: “Ada yang menarik tahun ini ketika orang Kristen memperingati kenaikan Yesus Kristus. Tahun-tahun sebelumnya, kementerian dan lembaga, korporasi dan perusahaan swasta, dan badan/lembaga lainnya biasa menyebut Sang Tokoh dengan Isa Almasih. Tahun ini, Yesus Kristus lebih sering kita temukan daripada Isa Almasih. Sepintas lalu, hal ini mungkin terlihat sepele. Tetapi saya pikir, ada keterbukaan pikiran baru yang positif saat pihak lain di luar kekristenan mau dengan respek menyebut langsung nama Yesus Kristus. Tidak ada lagi penghindaran yang tidak perlu…”

Konteks dari tiga fakta di atas berbeda satu sama lain. Fakta pertama hanya dalam konteks keluarga. Fakta kedua dalam konteks kabupaten. Sedangkan fakta ketiga dalam konteks nasional. Namun dari ketiga konteks ini ada hal yang membuatnya sama. Apa itu? Pengakuan dan penerimaan terhadap komunitas yang berbeda dalam suatu rumah bersama. Hal ini merupakan kebaikan yang patut disyukuri.

Sebagai orang Kristen kita bisa bilang bahwa kebaikan-kebaikan yang diperoleh ini adalah berkat pimpinan Roh Kudus. Nama Yesus Kristus diserukan dengan berani oleh para pemimpin negeri ini di hari peringatan Kenaikan-Nya ke sorga, itu karena pimpinan Roh Kudus. Sejumlah kabupaten di NTT bisa memberikan kesempatan kepada orang dari kelompok minoritas untuk mengemban amanat sebagai pemimpin, itu juga karena pimpinan Roh Kudus. Dalam keyakinan yang sama, kita juga bisa bilang bahwa sebuah keluarga lintas agama dapat terwujud dan dijalani selama bertahun-tahun, itu pun karena pimpinan Roh Kudus. Bagaimana mungkin? Untuk itu mari kita belajar dari Galatia 5:16-26.

Ada banyak orang Kristen yang mengingat perikop ini sebagai bagian Alkitab yang mencatat sembilan buah Roh. Ini merupakan salah satu hafalan bagi anak Sekolah Minggu. Tetapi sebenarnya perikop ini tidak hanya omong tentang sembilan buah Roh saja. Ada lebih banyak pelajaran yang bisa kita ambil darinya. Saya mencatat lima pelajaran penting.

Pertama,hidup dalam Roh Kudus tidak bisa setengah-setengah melainkan harus utuh dan lengkap (ay. 16-17). Dengan sepenuh hati. Seluruh hidup yang meliputi tubuh, jiwa dan roh mesti diserahkan kepada Tuhan.

Itu berarti ketika berada di tempat ibadah, harus dengan seluruh hidup yang dipimpin oleh Roh Kudus. Bukan tubuh ada di gereja tetapi pikiran dan hati di tempat lain. Begitu juga ketika ada di tempat kerja, harus dengan seluruh hidup yang dipimpin oleh Roh Kudus. Di rumah juga begitu. Waktu bersama pasangan, anak atau orang tua, harus dengan seluruh hidup yang dipimpin oleh Roh Kudus. Di mana pun kita berada, seluruh hidup mesti dipimpin oleh Roh Kudus.

Saya bisa umpamakan hidup itu seperti uang kertas. Ketika berbelanja dengan uang kertas pecahan seratus ribu Rupiah misalnya, uangnya harus utuh. Kalau seandainya uangnya sobek, mesti dilem kembali sampai utuh baru bisa dipakai untuk membayar. Kita tidak bisa berbelanja dengan uang kertas pecahan Seratus Ribu Rupiah yang sobek lalu bilang ke penjual: Karena uang ini sobek dan tinggal setengah maka anggap saja lima puluh ribu”. Tidak bisa begitu. Uang yang sobek setengah, nilainya bukan berkurang setengah tetapi menjadi nol.

Begitu juga dengan hidup kita. Orang yang memberi dirinya hanya dengan setengah-setengah kepada Tuhan, nilai pemberiannya bukan berkurang setengah tetapi benar-benar menjadi nol. Karena itu berilah hidup kita seutuhnya ke dalam pimpinan Tuhan ketika melayani di gereja, di keluarga, di tempat kerja, di masyarakat, bahkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Kedua,Paulus menyamakan Hukum Taurat dengan perbuatan daging (ay. 18). Sebagai mantan orang Farisi, Paulus menguasai seluruh aturan Yahudi. Jadi bukan hanya 10 Hukum Taurat yang ada dalam Keluaran 20:1-17 saja, tetapi juga seluruh aturan lainnya yang berjumlah 613 butir. Dari 613 butir aturan ini, yang sifatnya positif yaitu perintah ada 365 butir (sesuai jumlah hari dalam satu tahun) dan yang sifatnya negatif yaitu larangan ada 248 butir (pada masa itu angka 248 diyakini sebagai jumlah tulang dan organ utama dalam tubuh manusia). Paulus tahu itu semua. Walaupun demikian Paulus mengatakan bahwa orang yang memberi diri dipimpin oleh Roh Kudus, tidak akan hidup di bawah hukum Taurat. Ini sangat mengejutkan! Kenapa Paulus bilang begitu?

Tentu saja karena Paulus tahu betul perbedaan antara hidup di bawah hukum Taurat dan hidup dalam pimpinan Roh Kudus. Orang yang hidup di bawah hukum Taurat melaksanakan kehendak Allah karena tekanan, paksaan dan bahkan ancaman. Mulai dari ancaman para pemimpin Yahudi sampai pada ancaman api neraka. Akibatnya, perbuatan-perbuatan baik dan saleh yang dilakukan hanya bersifat lahiriah saja. Hampir tidak ada perbuatan baik dan saleh yang datang dari kerelaan hati nurani. Semuanya hanya kemunafikan. Sebaliknya, orang yang hidup dalam pimpinan Roh Kudus melakukan kehendak Tuhan dengan hati yang rela dan sukacita. Itulah perbedaannya. Dengan demikian hukum Taurat dan perbuatan daging ada di sisi yang sama dan berlawanan dengan perbuatan yang dituntun oleh Roh Kudus.

Hal ini menunjukkan bahwa setiap orang yang menjalani hidup dalam tekanan, paksaan maupun ancaman, sebenarnya masih ada di bawah hukum Taurat. Dalam hal ini, posisi orang yang demikian sama dengan mereka yang hidup dalam roh kedagingan. Jadi apabila ingin hidup dalam pimpinan Roh Kudus maka mesti melepaskan diri dari berbagai tekanan, paksaan maupun ancaman. Sebab Roh Kudus adalah Roh yang membebaskan.

Ketiga,sebelum menyebutkan sembilan buah Roh, Paulus lebih dahulu menyebut lima belas perbuatan daging (ay. 19-21). Hal ini sering kita lupakan. Setidak-tidaknya diabaikan. Buktinya, anak Sekolah Minggu diwajibkan menghafal sembilan buah Roh tetapi tidak pernah diwajibkan untuk menghafal lima belas perbuatan daging. Padahal perbuatan-perbuatan daging ini penting untuk diingat agar dijauhi.

Bukan kebetulan Paulus menyebutkan lima belas perbuatan daging ini. Sebab hal-hal ini dapat ditemukan dalam hidup sehari-hari. Untuk itu kita mesti terus meminta Roh Kudus agar menjauhkan kita dari semua perbuatan daging ini.

Keempat,sembilan buah Roh dimulai dengan kasih dan diakhiri dengan penguasaan diri (ay. 22-23). Mengapa kasih yang didahulukan? Karena kasih adalah dasar iman Kristen. Seandainya Allah tidak memiliki kasih, tidak mungkin Dia menjelma menjadi manusia dalam diri Yesus Kristus. Seandainya Allah tidak memiliki kasih, tidak mungkin Yesus Kristus menderita sampai mati di atas kayu salib sebagai Juruselamat dunia. Itu sebabnya dalam sembilan buah Roh Paulus menempatkan kasih dalam urutan pertama.

Selanjutnya, ada sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan dan penguasaan diri. Mengapa penguasaan diri ditempatkan di akhir? Agar seandainya manusia tidak mampu melaksanakan delapan buah Roh yang terdahulu, setidak-tidaknya dia menguasai diri sehingga tidak melakukan kebalikannya. Misalnya, apabila tidak bisa mengasihi maka mampu menguasai diri sehingga tidak membenci. Atau ketika tidak mampu menunjukkan kebaikan maka mampu menguasai diri sehingga tidak melakukan keburukan, dan sebagainya.

Kelima,orang yang hidup dalam pimpinan Roh Kudus dapat mengendalikan diri (ay. 24-26). Tiga ayat terakhir dalam perikop ini kembali menekankan pentingnya pengendalian diri. Menyalibkan daging dengan segala hawa nafsu dan keinginan adalah bentuk pengendalian diri. Menghilangkan sifat gila hormat, saling menantang dan saling mendengki pun adalah bentuk-bentuk pengendalian diri. Singkatnya, ketika seseorang memberi diri dipimpin oleh Roh Kudus, dia akan membiarkan dirinya dikendalikan oleh Tuhan dan bukan oleh keinginannya sendiri.

Apabila kita perhatikan, semua yang Paulus katakan dalam perikop ini tidak hanya berlaku bagi orang Kristen saja. Lima belas perbuatan daging yang diminta oleh Paulus untuk dihindari, berlaku juga bagi saudara-saudara yang beragama lain. Sampai di sini mungkin ada yang protes begini: Tapi agama lain ada yang menyembah berhala karena menyembah patung, suka sihir dan lain-lain.

Sebenarnya tuduhan ini tidaklah benar. Ketika seseorang berdoa di depan patung, misalnya, bukan berarti dia menyembah patung. Dia menyembah Tuhan melalui patung sesuai konsep yang dia miliki. Ketika seseorang pergi ke tanah suci, itu tidak berarti bahwa Tuhan hanya tinggal di sana melainkan dia lebih menikmati suasana ilahi di sana sesuai konsep yang dia miliki tentang Tuhan.

Jadi kita harus membedakan konsep tentang Tuhan dengan Tuhan itu sendiri. Tuhan itu Maha Besar sehingga tidak akan sanggup ditampung dan dipahami oleh otak manusia yang volumenya hanya berkisar 1.350 centi meter kubik saja. Tiap-tiap agama, atau lebih tepatnya, tiap-tiap orang punya konsep tentang Tuhan. Tetapi sejenius apapun seseorang, dia tetap tidak mampu memahami Tuhan secara lengkap. Tuhan masih jauh lebih besar dari konsep atau pemahaman yang dimiliki, bahkan oleh pemahaman seluruh manusia bila digabungkan. Tuhan masih jauh lebih besar dari itu.

Dengan demikian lima belas perbuatan daging yang disebutkan Paulus ini, berlaku untuk semua orang, apapun agama atau keyakinannya. Begitu pun dengan sembilan buah Roh. Semuanya berlaku universal. Siapa pun dan apa pun agamanya, dia mesti memiliki sembilan buah Roh ini. Dengan kata lain, ketika ada orang yang melakukan sembilan buah Roh, dia sudah dipimpin oleh Roh Kudus sekalipun bukan orang Kristen. Sebaliknya, ketika ada orang yang tidak melakukan sembilan buah Roh, dia tidak dipimpin oleh Roh Kudus sekalipun dia orang Kristen. Itu karena Roh Kudus ada di mana-mana.

Sebagai Bapa, Allah hanya datang kepada orang-orang tertentu saja. Sebagai Anak, Allah datang kepada orang Kristen saja. Tetapi sebagai Roh Kudus, Allah datang untuk menjumpai seluruh ciptaan. Karena itu setiap orang yang saling menerima dan mempraktikkan sembilan buah Roh dalam rumah bersama, hidupnya telah dipimpin oleh Roh Kudus. Rumah bersama di sini bisa berarti rumah tangga, rumah Allah (gereja), rumah kabupaten, rumah propinsi maupun rumah Indonesia.

Satu pesan terakhir. Melalui apa yang disampaikan ini, mungkin terkesan bahwa saya mendorong terjadinya pernikahan lintas agama di tengah-tengah jemaat GMIT. Lalu anak-anak muda yang sedang menjalin dan menyanyikan “Cinta Beda Agama” seperti lagunya Vicky Salamor, seolah mendapat “lampu hijau”. Saya tegaskan: Tidak! Saya hanya menyampaikan bahwa peluang itu ada, tetapi saya tidak mendorong untuk mengambil peluang itu. Saya bahkan menganjurkan untuk tidak mengambilnya. Kenapa? Karena salib dalam pernikahan lintas agama lebih berat dua kali lipat dari pernikahan antara pasangan dengan iman yang sama.

Alkitab menunjukkan bahwa pernikahan lintas agama ada empat jenis. Pertama,pernikahan lintas agama yang bukan kehendak Allah dan membawa kehancuran keluarga dan bangsa. Contohnya, Salomo dan istri-istrinya (1 Raja-raja 11:1-13) atau Ahab dan Izebel (1 Raja-raja 18-19). Kedua,pernikahan lintas agama yang bukan kehendak Allah sehingga berakhir dengan perceraian. Contohnya, orang Israel setelah pembuangan di Babel pada zaman Ezra (Ezra 10:1-44). Ketiga,pernikahan lintas agama yang merupakan kehendak Allah tetapi berakhir dengan perceraian dan kehancuran. Contohnya, perkawinan Simson dan perempuan Timna (Hakim-hakim 14:1-20). Keempat,pernikahan lintas agama yang merupakan kehendak Allah dan membawa kebaikan bagi satu bangsa. Contohnya, raja Ahasyweros dan ratu Ester (seluruh kitab Ester).

Bagi anak muda yang sedang menjalin cinta beda agama, saya minta untuk membaca semua bagian Alkitab ini. Setelah itu berdoalah sungguh-sungguh untuk meminta hikmat Tuhan agar memahami apa yang menjadi kehendak-Nya. Kemudian dalam pimpinan Roh Kudus, ambillah keputusan. Mintalah juga kekuatan dari Roh Kudus agar dapat menjalani keputusan itu secara konsisten. Tuhan menolong dan memberkati kita semua. Amin. ***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *