MENCARI BENTUK PENGEMBANGAN EKONOMI DESA DAN WIRAUSAHA PEMUDA GMIT

AMARASI, www.sinodegmit.or.id, Apakah yang dimaksud Gereja dengan ekonomi desa? Siapa menguasai sumber daya ekonomi desa? Apakah pemuda-pemuda masih mencintai desa? Bagaimana potret 100 tahun lalu gereja berperan dalam pengembangan masyarakat? Dan Apa yang mesti dilakukan Gereja 100 tahun mendatang?

Sederet pertanyaan di atas merupakan bahan diskusi dan refleksi yang mengemuka pada kegiatan Musyawarah Belajar (Musbel) Pemuda Sinode GMIT yang berlangsung pada Rabu, 27-30 September 2017, di jemaat Bethesda Buraen, Klasis Amarasi Timur.

“Fakta hari ini, kata Ketua Majelis Sinode (MS) GMIT, banyak pemuda menjual tanahnya di kampung dan menjadi tenaga kerja di luar negeri. Orang menjual kebun-kebun kelapa di kampungnya dan menjadi buruh kelapa sawit di Malaysia. Pemuda-pemuda enggan mengotori tangan dengan tanah dan memilih jadi tukang ojek. Padahal menurut keyakinan iman saya, merawat tanah berarti merawat masa depan.”

Menurut Ketua MS GMIT, Pdt. Dr. Mery Kolimon, kurangnya perhatian gereja pada pengembangan ekonomi sedikit banyak dipengaruhi oleh teologi pietisme yang lebih mengutamakan kehidupan iman dan hal-hal yang bersifat surgawi sejak awal sejarah  pekabaran Injil di NTT.

“Terkait ekonomi, Gereja Protestan tidak terlalu tegas sikap. Apakah gereja akan mengembangkan ekonomi? Kita hampir tidak punya catatan tentang itu. Warisan teologi pietis turut mempengaruhi sikap kita terhadap ekonomi. Kalau kita refleksikan 100 pertama (kekristenan di Timor,red), sampai hari ini kalau gereja usaha ekonomi orang bilang itu bukan gereja punya pekerjaan. Kita punya kerja itu sembayang dan bawa kolekte ke gereja. Karena itu berbicara tentang koperasi, tentang kewirausahaan masih perlu dekonstruksi ulang.”

Sebagai misiolog Pdt. Mery menegaskan GMIT perlu mengembangkan misi pelayanan yang holistik. Tidak hanya kebutuhan rohani tetapi juga jasmani. Karena itu, segala upaya pemberdayaan ekonomi perlu dilakukan baik oleh pendeta-pendeta juga pemuda GMIT melalui gerakan Pendeta GMIT suka Tani dan Pemuda GMIT suka tani. Menurutnya, gerakan-gerakan cinta pertanian ini memberi harapan bagi gereja di masa mendatang.

Pada kesempatan yang sama, Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga, Ejbens Doeka,  yang mewakili Walikota Kupang, menyampaikan sejumlah wejangan mengenai teori-teori kewirausahaan maupun berdasarkan pengalaman pribadinya. Menurut, Doeka, pemuda yang paling potensial adalah pemuda gereja. Kelemahan pemuda gereja adalah belum sadar bahwa potensinya sangat besar dan belum menggunakan potensi itu dengan baik. Karena itu, menurutnya membangun wirausaha setidaknya dibutuhkan komitmen pribadi yang kuat serta lingkungan dan pergaulan yang kondusif.

“Kalau mau maju atur diri dengan baik. Belajar, berlatih, bertindak dan sukses. Kalau kita berhasil, keluarga, gereja, desa dan kota di mana kita tinggal pun berhasil.”

Sementara itu, Ketua DPRD Kabupaten Kupan, Yosep Lede dalam sambutannya, berjanji mendukung program-program pemberdayaan pemuda GMIT  melalui kebijakan anggaran dari DPRD kabupaten karena itu, perlu kerja sama dan integrasi program. Ia berharap di masa mendatang, pemuda Gereja tidak  hanya bermimpi menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) tetapi juga menjadi wirausahawan muda melalui pengembangan potensi sumber daya alam di desa-desa.***

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *