MENCARI PEMIMPIN DI NTT

MENCARI PEMIMPIN DI NTT

Oleh: Pdt. Mery Kolimon

Kesinambungan: Rendah Hati untuk Belajar dari Masa Lalu

Setiap pemimpin di NTT, dan kita semua yang mau agar hidup dan sumbangan kita dapat berarti bagi masa kini dan masa depan daerah ini, perlu secara rendah hati belajar dari sejarah masa lalu. Barangkali harus kita sepakati bersama bahwa tugas pertama dari semua pemimpin adalah membaca secara cermat dokumen-dokumen pembangunan masa lalu untuk memahami dinamika daerah ini hingga ke masa di mana kita berdiri kini. Hal ini penting untuk dapat secara tepat menentukan prioritas pembangunan masa kini yang relevan dan berkesinambungan. Tanpa belajar dari masa lalu, seorang pemimpin bisa mengulangi kesalahan yang tidak perlu dan berputar-putar dalam kegagalan yang sama, di satu pihak kita, dan di pihak yang lain gagal untuk meneruskan upaya-upaya baik dan capaian pemimpin masa lalu. Masalah di NTT sangat kompleks dan tentu tak bisa diselesaikan seorang gubernur dalam masa kepemimpinannya yang 5 dan 10 tahun (jika terpilih untuk 2 periode). Kita perlu memilih pemimpin yang peka terhadap sejarah di belakangnya, mengerti amanat penderitaan rakyat hari ini, dan dengan visi yang kuat serta upaya yang nyata menggalang sinergi lintas sektor, lintas suku, dan agama, memperjuangkan pembangunan yang berdampak demi NTT yang lebih baik.

Waspadai Sloganisme

Seorang pemimpin diingat karena ciri khas diri dan karyanya yang khas. Ciri khas itu terkait juga dengan fokus dan konsistensi untuk mengerjakan perubahan yang dipandang penting dan relevan dengan konteks yang dihadapi. Dari catatan yang ada kita belajar bagaimana tiap pemimpin memiliki cirinya sendiri, baik itu karakter pribadi (seperti berdisiplin, banyak bicara atau hemat bicara, kemampuan mendengarkan orang lain) maupun karya khas yang dikerjakan selama kepemimpinannya. Ciri khas dan warisan Pak El Tari adalah gerakan menanam: tanam dan sekali lagi tanam. Sebagai gubernur di masa perintisan pembangunan di daerah ini beliau juga berkonsentrasi pada pembukaan isolasi. Untuk mengatasi kekeringan beliau juga mengupayakan pembangunan waduk dan irigasi demi mendorong pertanian. Pak Ben Mboy dengan Operasi Nusa Makmur melanjutkan karya pak El Tari untuk penguatan aspek pertanian di NTT. Beliau juga berkonsentrasi pada pembukaan isolasi. Pak Fernandes dengan Gempar (Gerakan Meningkatkan Pendapatan Asli Rakyat) dan Gerbadestan (Gerakan Membangun Desa dan Pertanian) melanjutkan kebijaksanaan pembangunan terdahulu. Pak Musakabe dalam 5 tahun pemerintahannya berkonsetrasi pada human investment (investasi sumber daya manusia). Menurut beliau pendidikan adalah penting bagi percepatan pembangunan dan kesejahteraan rakyat. Pak Piet Tallo dikenal dengan program Tiga Batu Tungku (pembangunan ekonomi, pendidikan, dan kesehatan). Pak Leburaya menyebut 8 program dan tekad serta program Anggur Merah sebagai primadona. Kita belajar dari para pemimpin ini tentang focus tertentu.

Satu hal yang yang pada masa kini perlu kita waspadai adalah betapa seringnya kita terjebak pada apa yang  bisa kita sebut budaya ‘sloganisme”. Kita pikir dengan membuat slogan semua hal telah selesai. Orang Indonesia, termasuk kita di NTT, suka membuat slogan dengan kata-kata yang indah dan bombastis. Namun belum tentu seluruh focus dan daya kita curahkan untuk mengerjakan apa yang kita slogankan itu. Program pembangunan dan pelayanan kita jarang sekali dikendalikan oleh visi yang kuat yang didasarkan pada bacaan yang tepat terhadap sejarah dan realitas masyarakat masa kini. Kita asyik dengan kata-kata yang indah yang belum tentu jatuh sama dengan pergumulan rakyat dan perjuangan mereka untuk mensejahterakan hidup. Konsep-konsep kunci penting, namun jangan hanya berhenti sebagai slogan. Konsep-konsep itu harus merupakan kristalisasi visi yang menggerakkan seluruh dinamika pembangunan yang konsisten dan berkelanjutan.

Pembangunan Berbasis Kajian dan Data

Perencanaan pembangunan NTT sejatinya mesti didasarkan pada studi-studi dan kajian-kajian yang sungguh-sungguh untuk memahami apa persisnya peta permasalahan dan tantangan daerah ini serta potensi-potensi nyata maupun terselubung yang perlu dibuka dan dikembangkan secara berhikmat. Kita mesti bertobat dari pembangunan yang didasarkan pada ilusi pemimpin. Seorang pemimpin mesti bisa membaca dengan baik peta kemiskinan di NTT dan memiliki analisa yang baik mengenai apa persisnya persoalan yang ada di dalam masyarakat serta memiliki tawaran solusi yang tepat. Gubernur NTT yang terpilih di tahun 2018 mesti lebih maksimal bekerja sama dengan universitas-universitas dan badan-badan kajian independen di daerah ini dan memanfaatkan kajian-kajian mereka untuk pembangunan yang berdampak. Seringkali yang terjadi juga adalah data-data kita masih merupakan data ABS (asal bapak senang), atau bahkan abal-abal. Kita puas dengan data-data makro bahwa angka kemiskinan sudah turun, padahal pada saat yang sama di akar rumput banyak rakyat kita justeru hidup dalam penderitaan, mengalami kelaparan berulang setiap tahun, terjebak rantai perdagangan orang, gizi buruk, dan angka kematian ibu dan bayi yang tinggi. Manfaatkanlah teknologi informasi yang sangat maju sekarang ini membangun data yang kuat sebagai dasar advokasi pembangunan.

Pembangunan yang Berdampak

Para pemimpin yang hendak kita pilih untuk 2018 mesti sadar bahwa tugas yang diembannya bukan tugas yang ringan. Sampai sekarang rakyat NTT masih hidup dalam keadaan yang memprihatinkan: rentan mengalami kekeringan dan kelaparan berulang setiap tahun, terjebak rantai perdagangan orang, gizi buruk, dan angka kematian ibu dan bayi yang tinggi, masih banyak anak yang lahir kerdil (stunting). Para pemimpin itu mesti benar-benar siap untuk berjuang melawan kemiskinan dan pemiskinan rakyatnya. Kita tidak boleh memilih pemimpin yang tak punya sense of crisis rakyat NTT. Kita butuh pemimpin yang sadar mengenai penderitaan rakyat dan berani berkorban untuk memperjuangkan kepentingan-kepentingan yang mendasar dari rakyat NTT. Kita butuh pemimpin yang tidak hanya akan asyik dengan perumusan program pembangunan yang bombastis tanpa indicator pelaksanaan, monitoring, dan evaluasi yang jelas. Kita butuh perencanaan pembangunan yang jelas dampaknya bagi rakyat NTT. Kita butuh pemimpin dengan visi yang kuat dan strategi yang jelas untuk mengentaskan rakyat NTT dari keterbelakangan dan pemiskinan.

Dicari pemimpin yang tidak merasa nyaman ketika terjadi kematian berpuluh-puluh warga NTT setiap tahun akibat perdagangan orang. Kita butuh pemimpin yang sigap dan cerdas mencari akar penyebab persoalan dan merencanakan penanganan secara terpadu; menjadi seorang menejer yang baik, menggunakan semua sumber daya yang dimiliki, dan mengupayakan dukungan berbagai pihak dalam jaringan nasional dan internasional untuk penanganannya.

Mengatasi Primordialisme

Salah satu penyakit yang justeru menggerogoti langkah maju bersama kita adalah primordialisme. Selama kepemimpinan publik diurus secara primordialistik, kita akan terjebak dengan praktik-praktik kepemimpinan dan pembangunan yang memiskinkan daerah ini. Banyak pejabat begitu berkuasa hanya memberikan jabatan kepada orang-orang sekampung atau tim suksesnya, walaupun sumber daya mereka bukan yang terbaik. Hal seperti ini menunjukkan bahwa pemimpin itu tidak sungguh-sungguh mengupayakan yang terbaik bagi daerah ini namun masih terjebak pada mengamankan kekuasaannya. Padahal kekuasaan dalam sebuah masyarakat demokratis sejatinya adalah untuk kepentingan umum, bukan untuk kepentingan pribadi, keluarga, atau golongan.

Untuk itu penting sekali bahwa seorang pemimpin harus berani memanfaatkan putera-puteri terbaik daerah ini untuk membantunya dalam pembangunan di daerah ini. Doronglah sebuah bentuk kepemimpinan yang memberi ruang berkreasi, ruang kritik dan oto-kritik yang konstruktif, ruang melakukan analisis terhadap keadaan masyarakat dan mengembangkan kebijakan public yang jelas. Pemimpin jangan pilih pembantu/staf yang semuanya se-suku dan hanya bisa menyenangkan pemimpin. Proses kepemimpinan juga harus juga merupakan sebuah proses pembebasan manusia agar potensi-potensi terbaik dari semua aparat pemerintah, bahkan seluruh elemen masyarakat bisa disumbangkan untuk kemajuan daerah ini.

Dalam kaitan itu kita bicara ttg pembangunan yang partisipatif.Kepemimpinan perlu  melibatkan perempuan, kaum muda, dan anak dalam pembangunan, peka terhadap kelompok-kelompok rentan, termasuk kelompok-kelompok difabel.

Komitmen pada Pendidikan

Para pemimpin terdahulu mewacanakan pendidikan sebagai program unggulan mereka. Namun sampai hari ini keadaan pendidikan di NTT masih tetap terpuruk. Keadaan sekolah-sekolah kita di NTT sangat memprihatinkan, baik sekolah negeri, apalagi sekolah swasta. Pemerintah daerah yang hendak kita pilih mesti memiliki keberpihakan yang jelas kepada mutu sekolah-sekolah ini dengan penganggaran yang jelas, bukan hanya kepada sarana dan prasarana, tetapi terutama pada tenaga guru dan kurikulum yang memberdayakan anak didik. Tanpa kualitas pendidikan yang baik, rakyat NTT hanya akan menjadi “rakyat yang tampias (terhempas)” dalam persaingan era globalisasi yang mengutamakan pengetahuan dan ketrampilan. Tanpa kesungguhan untuk mengupayakan keadilan sosial di bidang pendidikan maka kesenjangan antara kaya miskin di daerah ini akan tetap ada bahkan semakin melebar.  Anak-anak orang kelas menengah dan atas akan mengakses sekolah-sekolah favorit sedangkan anak-anak rakyat miskin akan terpaksa bersekolah di sekolah dasar yang gurunya hanya 2 orang, padahal memiliki 6 kelas. Anak-anak orang kaya dan pejabat akan pasti masa depan mereka, sedangkan anak-anak miskin, terutama anak perempuan akan kehilangan kesempatan untuk mengembangkan talenta mereka. Keberhasilan seorang pemimpin adalah ketika rakyatnya sejahtera, cerdas, mandiri, sehat, dan bermartabat. Pemimpin yang menjadi kaya di tengah kemiskinan masyarakatnya sebenarnya adalah pemimpin yang gagal.

Yang kita cari adalah pemimpin yang akan berjuang membuat rakyat NTT berhasil di ujung kepemimpinannya. Seorang pemimpin yang punya visi yang kuat tentang NTT, yaitu NTT yang rakyatnya berdaya, bangga atas harkat dan martabat mereka, rakyatnya cerdas dan berhikmat, percaya diri dalam pergaulan nasional dan internasional, berakar kuat dalam budaya dan tradisi local sambil terbuka untuk berdialog dengan budaya-budaya lain dalam pentas globalisasi.

Mencintai Tanah dan Air NTT

Dicari seorang pemimpin yang mencintai tanah dan air NTT, yang tidak menjual tanah dan air itu untuk uang dan membiarkan rakyat tercabut dari negeri mereka. Kita membutuhkan pemimpin yang gigih membela rakyatnya dalam negosiasi dengan pemerintah nasional dan perusahaan-perusahaan yang berinvestasi di daerah ini. Saat ini Provinsi NTT diarahkan menjadi wilayah penghasil pangan, pariwisata, dan juga tambang. Pembangunan dengan mengundang investasi dari luar itu berdampak pada pengalihan tanah dari petani dan masyarakat adat. Kita mencari pemimpin yang memastikan keselamatan rakyat dan hak rakyat atas lingkungan hidup yang sehat, serta hak atas tanah privat maupun komunal (tanah adat) sesuai dengan UUD 1945 pasal 28 (H). Masyarakat adat yang tercabut dari tanahnya akan menjadi budak di negerinya sendiri. Kita tidak mau propinsi ini menjadi propinsi para budak, sebab Allah sudah memerdekakan kita, bangsa ini adalah bangsa yang berdaulat. Pembangunan di NTT harus membebaskan dan memberdayakan rakyat di daerah ini.***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *