Serah Terima Majelis Sinode GMIT – GMIT dan 4 Bunda 1 Ayah

sinodegmit.or.id – kami berjanji untuk menjadi gereja yang terus berubah. Ecclesia reformata semper reformanda yakni gereja yang selalu berubah, demikian dikatakan Pdt. Mery Kolimon, Ketua Majelis Sinode GMIT Periode 2015-2019 pada kebaktian perayaan natal keluarga besar Sinode GMIT sekaligus serah terima Majelis Sinode GMIT Periode 2011-2015 kepada Majelis Sinode GMIT Periode 2015-2019, dan Perhadapan Majelis Sinode Ex-Officio.

Kebaktian tersebut dilaksanakan pada Minggu, 10 Januari 2016 di Jemaat Koinonia Kupang, dan dipimpin oleh oleh Pdt. Linda Lay-Pandie sebagai liturgos dan Pdt. Dr. A.A. Yewangoe sebagai pengkhotbah.

Dalam khotbahnya Pdt. Yewangoe menekankan tentang seruan Tuhan Yesus untuk menjadi gereja yang memperhatikan yang paling kecil. “Perumpamaan Tuhan Yesus tentang domba yang hilang dari Lukas 15:3-7 bertentangan dengan logika dunia yang selalu mencari untung. Tidak logis karena satu ekor domba hilang maka tinggalkan 99 ekor yang belum tentu dijaga dengan baik untuk mencari 1 ekor yang juga belum tentu ditemukan. Siapa yang mau mencari yang kecil dan mengorbankan yang besar? Dunia sekarang adalah dunia yang mengikuti logika. Saya harap gereja tidak mengikuti logoka dunia,” seru Pdt. Yewangoe dalam khotbahnya. Lebih jauh ia mengatakan bahwa ukuran keberhasilan gereja adalah apabila yang paling kecil dan yang paling lemah serta tidak diperhitungkan memperoleh yang baik. “Maka seorang pelayan adalah seorang gembala dan pastor yang akan terus mencari dan itu bukan karena alasan keuntungan ekonomi,” kata Pdt. Yewangoe. Ia juga memaparkan berbagai tantangan yang harus dihadapi Gereja Masehi Injili menyangkut persoalan kemiskinan, lingkungan, KDRT dan politis serta menyerukan agar kepemimpinan GMIT yang baru adalah kepemimpinan yangmeniru gembala yang baik yang mencari dombanya dan mau mencintai domba-dombanya,” khotbah Pdt. Yewangoe.

Pada kesempatan kebaktian, sekaligus diperhadapkan 44 dari 46 orang anggota Majelis Sinode Ex-Officio yang melayani di 46 klasis yang ada di wilayah pelayanan GMIT. Dalam tahun 2015 berhasil dimekarkan 2 klasis baru dalam GMIT yakni Klasis Sulamu yang dimekarkan dari Klasis Kupang Timur dan Klasis Teluk Kabola yang dimekarkan dari Klasis Alor Barat Laut.

Pdt. Robert Litelnoni, Ketua Majelis Sinode Periode 2011-2015, dalam sambutannya memberi kesaksian bahwa Majelis Sinode Periode 2011-2015  tetap menjaga kebersamaan supaya berlabuh dengan tenang dan damai. “Tantangan tidak mudah namun kami tetap berusaha menjaga kebersamaan. Tidak ada kepemimpinan tanpa tantangan tapi setiap menghadapi tantangan yang berat, di situ kami merasa tangan Tuhan luar biasa menolong kami hingga melewati masa yang sulit,” katanya didampingi oleh seluruh Majelis Sinode Harian dan 3 orang anggota Majelis Sinode Harian. Lebih jauh ia menyampaikan terima kasih atas kerjasama yang telah diberikan oleh berbagai pihak serta permohonan maaf. “Kami berterima kasih kepada teman-teman pendeta yang bekerja di kota sampai pelosok. Periode kami lebih banyak kami berkunjung ke pelosok bahkan yang terakhir di pulau Ndao. Sejak GMIT ada baru pernah kali Ketua Sinode mengunjungi Ndao. Ini kami lakukan karena kami tahu bahwa warga GMIT paling banyak ada di desa,” kata Pdt. Robert.

Mengakhiri sambutannya, ia memohon maaf jikalau dalam kepemimpinan bersama ada banyak hal yang menggores hati. “Kami mohon maaf bila ada hal dari kepemimpinan kami yang menggores hati, terutama teman-teman pendeta. Kami mohon maaf kepada semua pihak yang kurang nyaman dalam kepemimpinan kami. Dan kami berdoa bagi Majelis Sinode yang baru, kami percaya bahwa tangan Tuhan akan tetap menyertai bapak ibu dalam mengemban tugas yang tentu tidak ringan,” kata Pdt. Robert yang mengakhiri sambutannya dengan mengajak semua karyawan kantor sinode untuk menyanyi bersama.

Sementara Pdt. Mery Kolimon saat memberi sambutan yang juga didampingi oleh Majelis Sinode Harian dan anggota, mengatakan bahwa ketika GMIT melalui melalui persidangan memilih mereka untuk memimpin, pesan yang ingin disampaikan adalah GMIT ingin berubah dan itu ciri dari gereja Protestan yakni Ecclesia Reformata Semper Reformanda. “Perubahan dalam gereja terutama dalam hal lembaga dan organisasi supaya menjadi gereja yang lebih baik dan terus menerus berubah untuk penataan dirinya,” kata Pdt. Mery. Ia juga menjanjikan dalam kepemimpinan yang baru, berbagai pergumulan mengenai persoalan sosial seperti kemiskinan dan lainnya akan benar-benar diperhatikan. “Kita telah belajar menata diri dengan gedung gereja yang dibangun, sistem administrasi, sitem penggajian, namun sebagai sebuah pengutusan, kita ada di antara gereja yang masih bergumul dengan berbagia persoalan kemiskinan, dll. Dalam semua itu kita masih harus berjuang.”

Lebih jauh Pdt. Mery menyatakan komitmennya bersama Majelis Sinode untuk memimpin. “Kami berdoa dengan kesadaran bahwa akan ada perubahan penting melalui kepercayaan kepada perempuan untuk memimpin. Seperti yang dikatakan oleh Pak Sekretaris, GMIT punya empat bunda satu ayahanda. Taruhan kami tidak ringan sebab kami harus membuktikan solidaritas keperempuanan kami dalam masyarakat yang patriakhis. Kami tidak mengedepankan ego, dan pribadi tapi mengutamakan kepentingan gereja,” janji Pdt. Mery.

Ia juga mengharapkan dukungan doa dari seluruh jemaat GMIT. “Doakanlah kami kiranya dalam keterbatasan kami, kami mampu memberikan yang terbaik dan jangan sampai keterbatan kami menjadi penghalang. Kami akan taat pada Tata Gereja dan berbagaikeputusan sinodal supaya kita belajar menjadi gereja yang disiplin,” kata Pdt. Mery.

Pdt. Mery juga mengharapkan kerjasama dengan semua lingkup pelayanan. “Kami sadar bahwa gereja dalam pelayanan tidak bekerja sendiri tapi mesti bekerja sama. Dengan itu kami mengharapkan kerjasama yang tulus dari teman-teman KMK, teman-teman pendeta jemaat dan semua pihak. Kawan-kawan KMK, mari kita bergandengan tangan menari bersama dalam tarian Trinitas agar bersama kita dan melalui kepemimpinan sinodal di gereja ini, GMIT makin menjadi gereja yang misioner,” ajak Pdt. Mery.

Pendeta Mery juga menyinggung tentang pergumulan lingkungan hidup yang dihadapi oleh GMIT soal keresahan hujan yang belum turun. “Jemaat-jemaat petani sedang resah soal hujan yang belum turun. Alam sedang memberi kita pelajaran. Allah menginginkan kita berdamai dengan alam. Kami mau mengajak seluruh jemaat dan klasis-klasis untuk menjadikan tahun 2016 sebagai tahun tanam air dengan membuat jebakan-jebakan air agar saat kekeringan kita punya cadangan air.”

Pdt. Mery mengakhiri sambutannya dengan mengajak seluruh anggota GMIT untuk berubah menurut pembaharuan budi. “ Mari kita berubah menurut pembaharuan budi kita aga gereja kita menjadi tanda Kerajaan Allah di muka bumi,” tutup Pdt. Mery.

Hadir dalam kebaktian syukur natal, tahun baru, perhadapan Majelis Sinode Ex-Officio, Wakil Gubernur NTT yang mengajak gereja untuk terus bekerja bersama pemerintah dalam membangun masyarakat.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *