TIM JURI FINAL LOMBA SOLO PENDETA GMIT TUAI KRITIK

SINODEGMIT.OR.ID-KUPANG.  15 orang pendeta GMIT yang maju dalam final lomba solo pendeta GMIT pada Sabtu, 27 Agustus 2016  berlangsung meriah.  John Tanamal selaku ketua tim juri mengumumkan 6 orang juara dari 15 orang finalis yang berlaga, berturut-turut:   Pdt. Sherly Fanda, Pdt. Yanti Ludji, Pdt. Yakob Kapitan, Pdt. Aguarius Laufa, Pdt. Johny Riwu Tadu, dan Pdt. Dika Weno. Sementara juara favorit diraih oleh Pdt. Erens Fanggidae dari klasis Kupang Tengah.  Hasil penilaian tim juri yang 4 orang diantaranya merupakan artis senior dari Jakarta mengejutkan banyak pihak. Ketimbang mendapat tanggapan positif  justru sejumlah penonton, para praktisi dan akademisi seni suara di kota Kupang kecewa dan  mempertanyakan objektivitas penilaian tim juri.

Dani Pattinaja Talakua, dosen musik gereja pada Sekolah Tinggi Agama Kristen Negeri (STAKN)-Kupang, mencurahkan kekecewaanya dalam salah satu akun di facebook demikian,” Bagi beta, Lomba Solo Pendeta- Anugerah GMIT termasuk jenis lomba nyanyi yang  unik dan berbeda dari kebanyakan lomba nyanyi. Unik dan berbeda karena lomba ini diperuntukan bagi para pendeta di dalam wilayah pelayanan GMIT. Karena para pendeta menjadi peserta, maka beta memberi ekspetasi yang tinggi bagi panitia, juri maupun para pesertanya. Namun melihat hasil lomba semalam, sejujurnya beta harus bilang bahwa hasil penilaiannya jauh dari beta punya ekspetasi. Menurut beta, dari segi materi vokal, beberapa peserta yang tidak masuk dalam 3 besar (juara) memiliki materi dan vokal impression yang lebih baik (khas dan berkarakter). Kualitas materi vokal inilah yang memberi kesan menarik atau membosankan di telinga penonton. Dalam penilaian beta, 2 peserta dari 3 besar (juara) tidak menunjukan daya pukau suara, demikian kritik Pdt. Pattinaja, yang juga lulusan magister  musik dari  ISI Jogyakarta.

Komentar keras juga datang dari rekan sesama dosen musik gereja, Relin Huka, dalam akun facebooknya, “Masih banyak peserta yang lebih baik, tapi yang juara biasa-biasa saja. Bahkan sebagai contoh ada peserta yang lagi radang tenggorokan (parau suara) masih bisa juara, ini lomba atau lelucon,”tulisnya. Kekecewaan senada juga disampaikan dua orang senior dalam dunia tarik suara NTT yakni Pdt. Lewi Pingga, M.Th. dan Nikson Tella. “Percuma undang juri jauh-jauh tetapi hasilnya mengecewakan banyak orang,” ujar Om Nikson Tella.

Bagi Pdt. Yakob Kapitan, pemenang tour wisata ke Bali, hasil yang diperolehnya adalah bonus dari Tuhan. Namun ia tetap merasakan kejanggalan dalam hasil pengumuman pemenang. Saat ditanyai komentarnya menyangkut hasil  lomba ia mengaku bahwa ada teman yang bagus tetapi tidak mendapat juara. Meski mengundang banyak polemik namun baginya, ajang lomba ini memberi nilai positif sebagaimana tujuan utama dari kegiatan ini yakni sebagai ajang mempererat persekutuan di antara sesama pendeta.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *