SS GMIT XXXIII – sinodegmit.or.id – Perbedaan cara pelaksanaan Baptisan Kudus, seringkali menjadi penyebab pertikaian di antara anggota-anggota gereja. Banyak cara baptisan yang dipraktekkan oleh gereja, mulai dari percik, selam, tuang, siram, dan lainnya. Cara baptisan yang berbeda ini telah menjadi penyebab banyak ketegangan di antara gereja karena masing-masing gereja merasa cara baptisannyalah yang paling sesuai dan tepat menurut apa kata alkitab.
Persoalan baptisan dipercakapkan dengan serius dalam Komisi F yang membahas Peraturan Baptisan Kudus. Peraturan Baptisan yang diputuskan pada Sidang Sinode XXXI di Alor tahun 2007 telah mengatur bahwa baptisan Baptisan Kudus dilayankan kepada anak-anak dan orang-orang dewasa yang mengaku percaya.
Sementara cara baptisan yang dilaksanakan di GMIT adalah dengan memercikan air dalam nama Bapa, Anak dan Roh Kudus. Dalam pelaksanaan cara yang dipilih oleh GMIT, dan dalam semangat gerakan keesaan, GMIT menerima dan mengakui Baptisan yang dilakukan oleh gereja seazas. Sementara baptisan ulang tidak diterima dan tidak diakui oleh GMIT.
“Dalam piagam kesepakatan gereja-gereja, ada kesepakatan untuk saling menerima dan mengakui tentang baptisan dan perjamuan kudus yang dilaksanakan di masing-masing gereja. Dan GMIT memilih untuk menerima dan mengakui baptisan gereja lain, baik gereja denominasi maupun Katolik, apapun cara baptisannya,” kata Pdt. Boy Takoy, UPP Pengembangan Teologi Majelis Sinode. Lebih jauh Pdt. Boy mengatakan bahwa pendasaran alkitabiah untuk menerima dan mengakui baptisan gereja lain juga dilihat dari pembaptisan dalam nama Bapa, Putra dan Roh Kudus yang menandakan bahwa baptisan yang diterima itu sudah sah. “Jadi apapun cara baptisan yang dijalankan oleh gereja, tetap akan diterima oleh GMIT karena yang penting dari baptisan bukan caranya bagaimana melainkan atas nama Bapa, Putra dan Roh Kudus,” lanjut Pdt. Boy.
Persoalan yang diangkat dalam Sidang Sinode adalah soal sulitnya mendapatkan surat baptisan dari gereja-gereja lain ketika terjadi perpindahan ke GMIT. “Surat baptisan memiliki kekuatan hukum. Karena itu kita mesti lebih bijak dalam pengaturan tentang bagaimana anggota gereja lain yang berpindah ke GMIT mendapatkan surat baptisan dari gereja asal mereka. Hal ini perlu dipikirkan lebih jauh untuk diatur oleh Majelis Sinode dalam Peraturan Pelaksana Baptisan Kudus,” kata Pdt. Bendalina Doeka mengingatkan peserta persidangan. Pdt. Bendalina juga mengingatkan agar Buku Induk Baptisan Kudus di jemaat-jemaat perlu mendapatkan perhatian serius untuk dicatat dengan baik.
Peraturan Pelaksana Baptisan Kudus ini tergabung dalam 5 Peraturan Pastoral yang baru akan diputuskan di Persidangan Majelis Sinode terdekat setelah Sidang Sinode XXXIII. ••• Leny