Kopi Untuk Hidup – 2 Korintus 1:3-11

Terpujilah Allah, Bapa Tuhan kita Yesus Kristus, Bapa yang penuh belas kasihan dan Allah sumber segala penghiburan, (II Korintus  1:3)

Saya sangat suka minum kopi. Di rumah dan kantor, saya punya mug yang khusus dipakai untuk minum kopi. Orang-orang rumah hampir tidak pernah menggunakan mug itu. Suatu kali mug saya pecah dan betapa sedihnya saya lalu mengungkapkan kebingungan mau minum kopi pakai apa lagi? Sebab rasanya kopi lebih nikmat kalau saya minum memakai mug itu. Mama saya dengan santai bilang, “Masih banyak gelas dan cangkir. Yang penting kopi atau tempat minumnya? Memangnya kopi akan berubah rasa jadi lebih enak kalau minum pakai mug khusus?” Dan saya tahu beliau benar.

Saudara, kopi menggambarkan hidup kita dengan di dalamnya dipenuhi nilai kebahagiaan, damai sejahtera, dan keselamatan. Sementara mug atau cangkir adalah segala hal yang menempel dalam hidup, yang tidak menjadi jaminan kebahagiaan dan keselamatan hidup. Hal-hal yang sekedar menempel dalam hidup adalah jabatan, kedudukan, harta, apa yang kita kenakan, keadaan fisik kita atau apa penilaian orang lain tentang kita. Semua hal itu tidak dapat secara langsung mempengaruhi kualitas hidup seseorang. Namun terkadang manusia begitu bergantung pada hal yang menempel karena terbiasa dengannya, seperti terbiasa minum kopi dengan mug yang sama.

Kebahagiaan, damai sejahtera dan keselamatan tidak bergantung pada apa jabatan anda, berapa banyak harta kekayaan, atau bagaimana rupa anda, apa yang anda kenakan dan bagaimana penilaian orang terhadap anda. Sayangnya kecenderungan kebanyakan orang adalah memfokuskan diri pada apa yang bukan prioritas terpenting bagi hidup kita. Contohnya, ada orang yang menjadikan penilaian orang terhadap dirinya sebagai syarat mutlak kebahagiaannya. Akibatnya segala daya dan perhatiannya terarah pada bagaimana upaya menjaga sedemikian rupa agar orang lain selalu memberi penilaian yang baik. Ini bisa menjadi sumber ketidakbahagiaan karena kita tidak bisa memaksa orang lain untuk selalu menilai diri saudara baik. Sebaik apapun perilaku, moral, usahamu namun tidak akan pernah memuaskan semua orang untuk menilaimu baik. Akhirnya saat sudah berusaha sebaik-baiknya menjaga diri namun orang membicarakan hal yang buruk tentang anda, langsung menghilangkan kebahagiaan dan damai sejahtera. Hal yang sama berlaku untuk masalah harta, jabatan, kedudukan, dan rupa.

Berhati-hatilah dengan prioritas saudara dan lakukanlah segala sesuatu yang baik menurut Tuhan. Fokuskan diri untuk menyenangkan hati Tuhan maka itu sumber kebahagiaan, damai sejahtera dan keselamatan kita. Bagaimanapun Tuhan tidak akan pernah mengecewakan anda. Jangan fokus untuk menyenangkan diri atau sesama karena pasti kita kecewa. Apapun yang saudara lakukan dan katakan, biarlah itu untuk Tuhan dan menyenangkan hati-Nya. Tak perduli berapa banyak harta, apa kedudukan, jabatan, rupa dan bagaimana penilaian manusia terhadap saudara, hiduplah seperti yang Tuhan inginkan. Sebab hidup manusia dari Tuhan dan untuk Tuhan. Hidup manusia ada di dalam tangan Tuhan dan milik Tuhan semata. Maka hidup mesti mengarah kepada Tuhan. Segala hal yang menempel dalam hidup adalah pemberian Tuhan yang mestinya disyukuri di dalam Tuhan tapi jangan itu dijadikan pusat perhatian. Sama seperti kopi, apapun cangkirnya, yang penting rasa dan kualitas kopi. (LM)

Wise Words : Banyak orang susah bukan karena tak punya harta. Mereka susah karena tak tahu bersyukur.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *