Sejarah Singkat GPI – Rangkaian Kabar Perayaan HUT GPI ke-410

GPI saat ini dipimpin oleh Pendeta Dr.Samuel B.Hakh, berdiri sejak tahun 1605 di Pulau Ambon, Maluku, dengan nama De Protestantsche Kerk in Nederlandsch-Indie, atau lebih dikenal dengan Indische Kerk. GPI yang beranggotakan 12 gereja mandiri, berpindah kantor pusatnya pada tahun 1619 ke Batavia. Sejalan dengan berpindahnya kedudukan Gubernur Jenderal ke Batavia. Gereja Protestan ini mewarisi jemaat-jemaat yang ditinggalkan oleh misi Portugis dan dikemudian hari karena pekerjaan misi maka pelayanannya semakin meluas. Wilayahnya meliputi beberapa daerah antara lain: Maluku, Minahasa, Kepulauan Sunda Kecil (sekarang: Nusa Tenggara Timur, termasuk Pulau Sumbawa), Jawa, Sumatera, dll.
Kemandirian di wilayah-wilayah
Berhubung wilayah pelayanan De Protestantsche Kerk in Nederlandsch-Indie itu begitu luas dan di beberapa daerah pelayanan mulai timbul persoalan maka pada pertemuan para pendeta tahun 1927 menghasilkan sikap bahwa keesaan gereja tetap dipertahankan tetapi wilayah-wilayah yang memiliki kekhususan diberi kemandirian yang lebih besar untuk mengatur pelayanannya sendiri. Maka pada Rapat Besar tahun 1933, jemaat-jemaat di Minahasa, Maluku, dan Timor diberikan keleluasan untuk menjadi gereja mandiri dalam persekutuan De Protestantsche Kerk in Nederlandsch–Indie.
Berdasarkan keputusan itu maka pada tahun 1934, jemaat-jemaat di daerah Minahasa dimekarkan menjadi gereja mandiri dengan nama: Gereja Masehi Injili di Minahasa (GMIM). Satu tahun kemudian yaitu pada tahun 1935, jemaat-jemaat di daerah Maluku didewasakan lagi menjadi gereja mandiri dengan nama: Gereja Protestan Maluku (GPM). Jemaat-jemaat di daerah Sunda Kecil belum mendeklarasikan kemandiriannya karena persiapan-persiapan kemandiriannya terhambat oleh pecahnya Perang Dunia II.
Baru pada tahun 1947 jemaat-jemaat di daerah ini dimekarkan menjadi gereja yang mandiri dengan nama Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT). Lalu pada tahun 1948 dalam sidang Sinode di Bogor ditetapkan bahwa jemaat-jemaat yang berada di bagian Barat dari ketiga gereja saudara ini menjadi gereja yang mandiri dengan nama: Gereja Protestan di Indonesia Bagian Barat (GPIB). Pada tahun itu juga nama: De Protestantsche Kerk in Nederlandsch–Indie diganti dengan nama Gereja Protestan di Indonesia (GPI).
Selanjutnya wilayah-wilayah pekabaran Injil yang lain turut dimekarkan menjadi gereja mandiri yaitu: Gereja Protestan Indonesia di Donggala (GPID – 1964), Gereja Protestan Indonesia di Buol Toli-Toli (GPIBT – 1964), Gereja Protestan Indonesia di Gorontalo (GPIG – 1964), Gereja Kristen Luwuk Banggai (GKLB – 1976), Gereja Protestan Indonesia di Papua (GPI Papua – 1985). Pada tahun 2000 jemaat-jemaat di daerah Banggai Kepulauan dimekarkan menjadi gereja yang mandiri dengan nama: Gereja Protestan Indonesia Banggai Kepulauan (GPIBK). Dua gereja lain yang menyatakan diri masuk ke dalam lingkungan GPI yaitu: Indonesian Ecumenical Christian Church (IECC – 1998) dan Gereja Masehi Injili di Talaud (GERMITA – 2002). Dengan demikian ada dua belas Gereja Bagian Mandiri (GBM) dalam lingkup GPI.[2]
Bentuk Keesaan GPI
GPI telah memekarkan diri dalam beberapa gereja bagian, tetapi gereja-gereja itu terus memelihara keesaannya. Keesaan itu diwujudkan melalui:
• Sidang-sidang gerejawi yang dilakukan satu kali setahun dan satu kali lima tahun untuk evaluasi dan penyusunan program kerja yang bersifat ekumenis.
• Dokumen keesaan yang diterima dan diberlakukan dalam pergaulan ekumenis antara GBM ini yaitu: Pemahaman Iman GPI, Kepejabatan, dan Peribadahan.
• Komitmen bersama bahwa GBM-GPI sebagai gereja saudara tidak boleh mendirikan gerejanya dalam wilayah gereja yang lain. Dengan komitmen ini maka apabila warga jemaat dari satu  GBM yang karena tugas, berpindah ke satu wilayah lain di mana GBM yang lainnya sudah ada maka mereka dianjurkan untuk masuk dalam GBM itu.
• Memiliki akar tradisi ajaran gereja yang sama termasuk sakramen, yaitu baptisan dan perjamuan kudus.
Dengan demikian maka GPI adalah wujud keesaan dari gereja-gereja bagiannya yang tersebar di seluruh Indonesia, bukan super church. Di samping keesaan itu, GPI juga mengakui kepelbagaiaan dan kekhususan dari setiap GBM, sebab setiap GBM memiliki kekhasannya sendiri dalam pelayanannnya, sesuai dengan bentuk keesaan GPI yakni: Kepelbagaian dalam keesaan. (paul bolla)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *