Bertempat di Kapela Fakultas Teologi Universitas Artha Wacana-Kupang, pada 18-19 Agustus 2016, didukung oleh grup tari Surabaya Stage Dance, teater Lakon, dan IRGSC-Kupang digelar pementasan tari kontemporer berjudul, “Skizofrenia” hasil garapan Santi Pratiwi, M.Sn. peraih hibah seni kelola 2016. Kupang adalah kota ke enam tempat pagelaraan karya seni yang tergolong baru ini.
Bagi sebagian besar orang, penderita skizofrenia dianggap bukan manusia yang utuh. Mereka jenis manusia yang dikuasai iblis atau roh jahat. Tidak heran, orang gila seringkali dihindari dan diabaikan. Bagi sebagian orang lagi, mereka pembuat malu keluarga sehingga diabaikan bahkan dipasung dalam rumah. Pokoknya, di mata orang normal tidak ada yang menarik dari orang gila.
Namun, di mata Santi Pratiwi, M.Sn seorang koreografer handal asal Surabaya, orang gila adalah manusia utuh. Mereka sama “normal” dengan orang normal. “Cara berpikir kita dan mereka saja yang berbeda,” katanya. Ketika hendak menulis thesis saya ingin sesuatu yang berbeda. Teman-teman seniman umumnya memilih riset bertema agama, upacara, adat-istiadat dan lain-lain, dan saya berpikir untuk mencoba sesuatu yang baru. Saya masuk ke toko buku dan melihat-lihat buku-buku pada rak buku kedokteran dan menemukan buku-buku tentang skizofrenia. Saya mulai berpikir bagaimana menciptakan karya seni bertema orang gila. Jadi, karya seni “skizofrenia” ini benar-benar berangkat dari studi literatur,” tutur seniman perempuan lulusan UNESA ini.
Seniman tari kelahiran 1 Oktober 1987 ini menambahkan, “Melalui pementasan ini, saya ingin penonton memahami cara berpikir teman-teman penderita skizofrenia. Paling tidak melatih empati sosial kita, meski tidak sampai ikut membantu mengobati mereka tapi minimal tidak melempar batu pada mereka. Saya ingin, masyarakat memahami apa adanya mereka bukan apa adanya kita. Jangan kita memaksakan apa yang kita pikirkan tapi coba kita yang berusaha memikirkan apa yang mereka pikirkan. Jadi stop judge mereka.”