Kupang, www.sinodegmit.or.id, Menjawab tantangan pelayanan di dunia yang terus berubah, Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT) berupaya melakukan pembaharuan-pembaharuan dalam panca pelayanannya (koinonia, marturia diakonia, oikonomia dan liturgia).
Salah satu aspek panca pelayanan yang menjadi perhatian sekarang adalah pengembangan liturgia dan musik gereja (Muger). Untuk tujuan tersebut, Minggu, 12 Pebruari 2017, Majelis Sinode GMIT melalui UPP Liturgi dan Musik Gereja memperhadapkan Pengurus Pengembangan Liturgi dan Musik Gereja periode 2017-2019 yang berlangsung di jemaat GMIT Kaisarea BTN Kolhua.
Dalam Khotbah yang disampaikan oleh Pdt. Johny Riwu-Tadu dengan merefleksikan Matius 5:17-48, mengharapkan tim kerja ini dapat bekerja dengan penuh integritas dan berkualitas. Belajar dari firman, “Haruslah kamu sempurna sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna” kata Pdt. Johny bukan berarti sama dalam segala hal dengan Tuhan, melainkan sempurna dalam orientasi moral, etos kerja dsb-nya.
Wakil Ketua II Drs. Djony L.K. Thedens, saat dimintai komentarnya terkait perkembangan dan praktik musik gereja dewasa ini, ia menjelaskan bahwa musik gereja memiliki ciri tersendiri yang berbeda dari musik dunia. Karena itu perlu ada diskusi serius mengenai teologi musik gereja sebab katanya musik dunia telah merambah masuk dalam musik gereja.
“Kita harus tahu teologi musik gereja. Musik gereja itu hymne yang sifatnya tenang. Dengan perkembangan musik dunia sekarang apakah kita mau merubah musik gereja atau mencampur keduanya? Menurut saya dengan mengakomodir musik dunia yang “hidup” dan gembira dalam musik gereja tidak otomatis membawa berkat. Musik gereja harus dibedakan dan diberi tempat sehingga ketika orang dengar, mereka tahu ini musik gereja. Jadi, kita jangan ikut kemauan jemaat melainkan bagaimana mendesain musik gereja sedemikian rupa dalam liturgi sehingga menarik bagi semua kelangan termasuk bagi kaum muda.”
Sementara itu ketua majelis sinode GMIT Pdt. Dr. Mery Kolimon dalam suara gembala, menyatakan sudah bukan rahasia lagi sekarang ada warga GMIT yang pagi hari berbakti di GMIT tapi sore hari dia menjadi song leader di denominasi-denominasi lain di hotel-hotel. Karena itu kata Pdt. Mery, tantangan terbesar yang dihadapi GMIT dalam bidang liturgi dan musik gereja adalah menghasilkan liturgi kontekstual GMIT yang mengekspresikan rasa bakti kepada Tuhan.
Hal lain yang juga disinggung Ketua Sinode adalah kian tergerusnya kekayaan bahasa dan budaya. “Di era globalisasi ini kita berhadapan dengan punahnya bahasa daerah. Apakah 50 tahun mendatang anak-anak kita masih bicara bahasa daerah atau mereka enjoy dengan bahasa Korea dan Inggris dan malu berbahasa daerah mereka sendiri? Kami titip kepada tim ini dengan ancaman punahnya bahasa daerah, musik, tarian, pantun dan berbagai kekayaan budaya lokal kiranya memberi perhatian pada konservasi berbagai budaya lokal kita,” kata Pdt. Mery Kolimon.
Susunan pengurus yang diperhadapkan antara lain: Ketua: Pdt. Rio Fanggidae, Wakil ketua I: Pdt. Semuel Pandie, Wakil ketua II: Drs. Djony Thedens, Sekretaris: Daniamaputra Pattinaja, M.Sn, Bendahara: Pdt. Anthoneta Mapusa dan beberapa seksi.