DOA, ETOS KERJA DAN DISIPLIN DALAM JEMAAT

Renungan Ibadah Buka Usbu

Pdt. Nicolas Lumba Kaana, M.Th

(Nas Renungan : 2 Tesalonika 3:1-15)

Rasul Paulus menulis surat kepada Jemaat di Tesalonika karena didorong oleh situasi tertentu:

  1. Paulus mengenal jemaat Tesalonika dengan sangat baik. Kisah para Rasul pasal 17 memberi kesan bahwa Paulus pernah bekerja cukup lama di Tesalonika. Ia aktif mengajar di sinagoge maupun di rumah seorang tokoh jemaat bernama Yason, sampai akhirnya ia diungsikan keluar dari kota itu demi menghindari ancaman dari orang-orang Yahudi yang membencinya.
  2. Ada pengalaman iman yang melatar-belakangi pelayanan Paulus di kota Tesalonika, yang pada masa Paulus merupakan ibukota provinsi Makedonia. Sebagaimana diceritakan dalam Kisah Rasul pasal 16:6-10, Paulus digerakkan oleh sebuah penglihatan mengenai seorang Makedonia yang berseru memohon pertolongan, “datanglah kemari dan tolonglah kami!”. Jadi pelayanan Paulus di Makedonia itu bukan sebuah kebetulan. Ia datang ke Makedonia untuk umat yang membutuhkan pertolongan.
  3. Kota Tesalonika adalah sebua armada ekonomi yang sibuk. Secara geografis kota ini menghubungkan kota Roma dengan kota-kota Asia, yang ada sebelah Timur Roma. Demi penyebaran Injil ke seantero dunia, pemberitaan Injil di Tesalonika merupakan sebuah keniscayaan. Sulit dibayangkan dinamika penyebaran kekristenan mula-mula yang begitu cepat jika tidak melalui kota ini. Untuk tujuan strategi pekabaran Injil, betapa pun kendala yang dihadapi tidak sederhana, Paulus tetap memberi perhatian serius terhadap keadaan jemaat di Tesalonika. Dapat juga dikatakan bahwa untuk tujuan strategis itu pula di Filipi 4:16 dikatakan bahwa jemaat Filipi beberapa kali memberi dukungan. 1 Tes.3:1 mengatakan bahwa  dalam sebuah kesempatan Paulus bersama dengan Timotius di Athena, ia mengutus Timotius kembali ke Tesalonika, untuk memperoleh informasi jelas tentang situasi jemaat di sana. Bahkan setelah pergi dari Tesalonika, Paulus tetap punya agenda pastoral bagi jemaat di sana, dua kali ia bersurat kepada jemaat Tesalonika.
  4. Beberapa hal dapat disimak sebagai kendala yang sedang dihadapi jemaat Tesalonika. pertama, terjadi situasi buruk akibat pemberitaan tentang kedatangan Yesus yang kedua kali (the second coming). Orang-orang telah berhenti bekerja dan meninggalkan usahanya karena menantikan kedatangan Yesus kembali dengan semangat penantian yang disertai emosi yang tidak terkendali. Mereka merisaukan keadaan orang-orang yang telah mati sebelum kedatangan Yesus. Ada kecenderungan meremehkan kewibawaan hukum sehingga demokrasi menjadi kacau, kembali kepada kehidupan amoral, kembali menganut pandangan nenek moyang dan bersikap eksklusif (1Tes.4:3-8). Ada juga fitnahan terhadap Paulus, bahwa ia telah memberitakan Injil demi keuntungannya sendiri, dan terjadi perselisihan di atara anggota jemaat.  Pada satu pihak, orang-orang Tesalonika masih mengenang Paulus dan tetap berdiri teguh di dalam iman yang ia ajarkan. Mendengar berita itu, Paulus mengatakan bahwa mereka sungguh merupakan kemuliaan dan sukacitanya”. Tetapi, pada pihak lain, ada juga berita yang merisaukannya. Membaca surat Tesalonika kita dapat membayangkan sukacita Paulus, juga kerisauannya.
  5. Menanggapi situasi jemaat di kota Tesalonika, maka Paulus bersurat dua kali ke sana. Surat pertama menekankan bahwa hari Tuhan akan datang seperti pencuri di malam hari, sehingga mereka harus berjaga-jaga (5:2, 6). Pesan Paulus itu disalah pahami, kata-katanya dikeluarkan dari konteksnya dan ditekankan secara berlebihan. Akibatnya, timbbul keanehan. Orang tidak berbuat apa-apa kecuali menunggu dan berjaga-jaga. Maka dalam surat yang kedua Paulus ingin memperbaiki pandangan umat di Tesalonika yang begitu bersemangat mengenai kedatangan Yesus yang kedua. Ia mendorong mereka untuk menangani pekerjaan sehari-hari dengan sabar dan tekun. Singkatnya, kedua surat Tesalonika itu memperlihatkan bahwa pemberitaan Injil untuk perluasan dan pertumbuhan gereja sama sekali tidak mengabaikan masalah hidup sehari-hari.

Perikop bacaan kita 2 Tesalonika 3:1-15 adalah bagian akhir dari kedua surat Paulus itu. Saya mencatat 3 pesan dari perikop itu untuk kita renungkan. Pertama, Paulus meminta jemaat untuk berdoa demi kemajuan pelayanan, agar berbagai kedala tidak menyebabkan pelayanan terhenti. Doa, menurut Paulus, mengingatkan tentang kesetiaan Tuhan. Dengan berdoa kita disadarkan bahwa Allah sedang bekerja, selalu bekerja, tidak pernah membiarkan kita menghadapi kendala pelayanan sendirian.  Kita patut berdoa, bukan untuk menyerahkan masalah kepada Tuhan, melainkan kita berdoa untuk mendapatkan energi ilahi agar kita survive. Ciri orang yang tidak berdoa adalah mudah putus asa dan ambruk. Dengan berdoa kita membuka diri untuk memiliki kasih Allah dan ketabahan Kristus yang memberdayakan kita menghadapi dan mengatasi situasi apa pun.

Kedua, terkait dengan permintaannya kepada jemaat untuk berdoa secara demikian, Paulus juga mengingatkan jemaat tentang perlunya menjaga persekutuan jemaat dari ancaman mental bermalas-malasan yang ditunjukkan oleh segelintir orang di sekitar mereka.  Ada orang-orang yang tidak mau bekerja tetapi sibuk dengan hal-hal yang tidak berguna. Paulus menasehati agar jemaat jangan malas. Persektuan jemaat haruslah menjadi persektuan yang berdaya upaya untuk mencukupi kebutuhan hidup. Kemalasan membuat kehadiran kita jadi beban bagi orang lain. Paulus sangat tegas mengatakan, “jika seseorang tidak mau bekerja, janganlah ia makan”. Dengan kata lain, tidak ada tempat bagi orang malas dalam persekutuan umat.

Ketiga, Paulus menuntut kepada jemaat agar mendisiplinkan mereka yang mengabaikan pesan-pesannya. Menjaga diri dari pergaulan yang berdampak buruk, tapi juga menjaga kasih persaudaraan agar tidak menimbulkan perpecahan. “Jika ada orang yang tidak mendengarkan pesan yang kami katakan dalam surat ini”, demikian Paulus menulis,  “tandailah dia dan jangan bergaul dengan dia, supaya ia menjadi malu, tetapi janganlah menganggap dia sebagai musuh, tetapi tegorlah ia sebagai seorang saudara”. Disiplin tidak dilakukan dengan amarah dan penghinaan yang menimbulkan kebencian dan dendam. Disiplin hanya dapat dilakukan dengan kasih persaudaraan.

Pesan paulus ini penting bagi kita dalam membangun etos hidup di tengah kompleksitas masalah sehari-hari; ketika kemiskinan dan ketidak-adilan menjadi-jadi, kejahatan dan kekerasan begitu digandrungi, serta kerusakan lingkungan yang semakin tinggi. Umat beriman tak boleh berdiam diri. Dengan berdoa kita membuka diri untuk menerima kasih Allah dan ketabahan Kristus yang memberdayakan kita menghadapi dan mengatasi situasi keterpurukan zaman ini. Sebagaimana Paulus, dapat dikatakan bahwa doa mestinya mendorong kita untuk aksi yang berkualitas, dan liturgi menuntun kita kepada kerja yang berdampak pada perbaikan-perbaikan strategis. Dengan begitu, dalam situasi sekarang ini, dimana kehidupan sedang porak-poranda oleh individualisme, materialisme, hedonisme, populisme, dst., persekutuan iman tidak menjadi hambar dan diajuhi, melainkan  bermakna sebagai sarana untuk mendapatkan kasih persaudaraan yang menyadarkan dan memberdayakan. Amin.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *