JAKARTA, www.sinodegmit.or.id, Penandatanganan MoU antara Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT) dengan Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi mendapat apresiasi. GMIT menjadi gereja pertama di Indonesia yang membangun kerja sama dengan kementerian ini.
“Hari ini kita menyaksikan penandatangan MoU antara Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertingal dan Transmigrasi dengan Majelis Sinode Gereja Masehi Injili di Timor, ini yang pertama sejak saya jadi menteri. Mudah-mudahan ini bisa ditiru oleh gereja atau lembaga-lembaga keagamaan lainnya untuk membantu pembangunan desa-desa di Indonesia,” demikian pernyataan Eko Putro Sanjojo, Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertingal dan Transmigrasi, dalam sambutannya Jumat 20/10-2017 di kantor kementerian setempat.
Eko, yang menyampaikan sambutan sekitar 5 menit, mengaku kagum dan sangat berterimakasih dengan langkah yang ditempuh GMIT yang memberi perhatian serius pada pembangunan masyarakat desa melalui kesediaan untuk terlibat dalam perencanaan, pengelolaan dan pengawasan dana desa. Eko bahkan berulang kali menyebut GMIT sebagai gereja contoh bagi lembaga-lembaga agama lainnya.
“Saya kagum dan mengapresiasi sekali peran aktif dari GMIT yang mau ikut menyuseskan program dana desa. Apa yang dimulai oleh GMIT ini, bisa diikuti oleh kelompok-kelompok keagamaan lain agar pembanguanan desa kita bisa lebih cepat.”
Dalam diskusi terpisah dengan Ketua MS GMIT, Pdt. Dr. Mery Kolimon, Ketua Komisi V DPR RI, Ir. Fari Francis, Ketua Perwakilan GMIT Jakarta Kol. Tonje Samadara, Menteri Eko Sanjojo bahkan meminta agar tidak hanya di kantor desa tetapi di gereja-gereja juga di pasang baliho yang berisi program-program pembangunan desa yang bersumber dari dana desa agar diketahui oleh masyarakat.
“Setiap kepala desa wajib membuat baliho. Paling nggak di kantor desanya. Syukur-syukur kalau ada juga di gereja di setiap desa. Apa isi balihonya? Apa yang diputuskan di MUSDES itu ditaruh di Baliho. Bahwa dana desa akan dipakai untuk ini-ini. Mulai dari rencana penggunanan sampai realisasi musti dipampang di baliho. Kalau bisa balihonya dipasang di gereja juga dan dibiayai oleh dana desa. Jadi semua masyarakat tahu. Kita minta di NTT di gereja di pasang baliho rencana dan realisasi penggunaan anggaran dana desa supaya masyarakat yang ke gereja bisa lihat demi transparansi dana desa,” pinta Menteri Desa.
Pada kesempatan yang sama, di hadapan menteri desa, Ketua MS GMIT Pdt. Dr. Mery Kolimon menyampaikan terima kasih atas kesediaan kementerian desa bekerja sama dengan GMIT. Pdt. Mery yang memimpin sekitar 1,5 juta warga GMIT yang menyebar di NTT, NTB, Batam dan Surabaya juga menegaskan keseriusan GMIT untuk berperan aktif bersama pemerintah membangun desa.
“Pada prinsipnya gereja kami (GMIT, red.) melihat bahwa pembangunan masyarakat adalah bagian dari tugas gereja. Kenyataan bahwa NTT saat ini masih tertinggal dari banyak provinsi di Indonesia, kami ingin gereja menjadi bagian dari kerja masyarakat dan kami berterimakasih kementerian Bapak bersedia bekerja sama dengan gereja kami,” kata Pdt. Mery.
Lebih lanjut Pdt. Mery juga memaparkan sumber daya yang dimiliki oleh GMIT yang dapat membantu pemerintah dalam proses pembangunan desa-desa di NTT.
“Kami punya lebih dari 1.300 pendeta yang bekerja di akar rumput yang sehari-hari dengan masyarakat desa dan kami mendorong mereka supaya mereka juga menjadi bagian dari proses pembangunan. Memastikan bahwa dana desa yang ke desa itu sungguh-sungguh memberi harapan bagi anak-anak bangsa. Karena kami juga mencatat NTT saat ini menjadi salah satu provinsi yang menyumbang buruh migran yang tidak berkualitas sehingga mereka rentan menjadi korban perdagangan orang. Nah, kalau dana desa itu dimanfaatkan dan memberi manfaat kepada masyarakat desa akan membalik kenyataan ini. Jadi bagaimana memastikan dana itu betul-betul bisa dimanfaatkan untuk perbaikan kesejahteraan rakyat. Kami mendorong pendeta-pendeta kami terlibat dalam perencanaan pembangunan desa juga di kecamatan-kecamatan,” ujar Pdt. Mery.
Menanggapi kesungguhan dan niat baik serta sumber daya yang dimiliki GMIT, Mentri Eko Sanjojo juga berterimakasih dan menyambut baik dukungan GMIT serta meminta gereja mengawal dana desa.
“Kita terima kasih sekali Bu, atas dukungan ini. Karena dana desa yang Pak Jokowi komitmen, besar sekali dalam 3 tahun ini sudah lebih dari 120 triliun. Bukan uang kecil itu. Dan pembangunan di desa itu bukan hanya dari dana desa. 19 kementrian dan lembaga punya program yang ada di desa itu total 560 triliun. Jadi kita perlu bantu koordinir supaya bisa bareng-bareng. Dan desa itu ‘kan, harus diakui masyarakat tidak semua siap. Karena latar belakang pendidikan, akses informasi dll, tapi dengan bantuan Pak Fary dan teman-teman dari komisi V kita usaha terus supaya masyarakat desa lebih siap. Dan hasilnya thn 2015 daya serapnya 82%. karena syaratnya harus bikin Musyawarah Desa (Musdes), jadi dana desa itu hanya bisa dipakai kalau desa punya Anggaran Pendapatan Belanja Desa (APBDes). APBDes yang buat itu siapa? Perwakilan Masyarakat Desa. Nah, Gereja harus masuk di APBDes Musdes itu. Jadi kepala desa itu berhak melakukan pembangunan penganggaran sesuai dengan APBDes yang diputuskan oleh Musdes. Nah ini penting gereja ikut. Dibanyak daerah masih banyak nggak jalan. Jadi Musdes-nya formalitas saja. Masyarakat tidak dilibatkan. Kepala desa yang menentukan dan menggunakan semau-maunya sendiri. Karena itu gereja harus ikut, harus didengar, wibawa gereja akan sangat membantu apalagi di daerah-daerah terpencil masyarakat ‘kan cenderung takut sama kepala desa,” tandas menteri Desa.
Penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU/Nota kesepahaman) antara Kementerian Desa dan GMIT meliputi: Pemberdayaan masyarakat desa melalui dana desa, Peningkatan kapasitas SDM melalui pendidikan dan pelatihan, Peningkatan kesehatan masyarakat, Pengawasan dan pemanfaatan penggunaan dana desa.***