Kupang, www.sinodegmit.or.id, Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (mentri desa PDTT) Eko Putro Sanjoyo dan Menteri Kemaritiman, Luhut Panjaitan, hadiri malam galang dana pendidikan GMIT yang berlangsung di Kupang, 30/10-2017.
“Saya minta gereja berperan. Apakah umat GMIT mau jadi tukang pacul saja? ‘kan tidak. Harus bisa berkembang. Oleh karena itu pendidikan menjadi penting dan gereja GMIT harus bertalu-talu mendorong jemaatnya untuk sekolah. Itu harus bisa. Kemarin, ada anak lulusan ITB dari Kupang, bapaknya guru, lulus doktor umur 24 tahun dengan nilai 4. Dari Kupang itu. Itu Tuhan kasi. Sekarang saya tarik dia untuk membuat studi mengenai bateray lithium untuk mobil listrik. Jadi Bapak-Ibu punya peluang ,” jelas Luhut.
Selain mendorong peran gereja di bidang pendidikan, Luhut juga mengkritisi model pelayanan gereja yang hanya mengejar pembangunan fisik gedung. “GMIT harus tekad, harus kompak. Kekompakan itu penting. Jangan hanya fisik bangunan saja. Yang paling penting menurut saya adalah hati. Bapak-Ibu bisa bekin gedung bagus-bagus tapi nanti pendeta dan jemaat baku tubruk atau antara pendeta baku hajar. Ndak perlu itu. Dan pendeta jangan jadi sombong rohani,” pesan Luhut.
Menurut Luhut, GMIT mesti menjadi gereja yang terdepan bukan yang terbesar. Untuk tujuan tersebut yang dibutuhkan adalah kekompakan hati dalam mendorong anak-anak meraih pendidikan terbaik dan ia berjanji bersedia membantu.
“Yang penting bagaimana warga GMIT kompak hatinya mendorong anak-anaknya menjadi hebat, bahwa itu adalah pemberian Kristus kepada daerah ini. Sekali saya titip, kalau ada anak anda yang pintar jangan ragu beri tahu saya. Beri tahu Pak Eko (Mentri Desa PDTT, red.), saya jamin dia, kita kasi sekolah. Dan dia tidak boleh tidak dapat pendidikan the best. Saya jamin, saya janji untuk itu,” tutup Luhut.
Sementara itu dalam talk show yang menghadirkan Eko Putro Sanjoyo dan Pdt. Mery Kolimon, yang dipandu Aser Rihi Tugu, Menteri Desa PDTT mengatakan untuk mendukung sekolah-sekolah GMIT selain bekerja sama dengan kementeriannya, GMIT bisa bekerja sama dengan kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Ia bahkan mengajak tokoh-tokoh GMIT agar dalam waktu dekat bertemu dengan menteri Pendidikan dan Kebudayaan untuk membangun kerja sama mengatasi persoalan pendidikan di GMIT.
“Kita sebetulnya punya kementrian pendidikan dan kebudayaan. Anggaran pendidikan itu 20% dari APBN kita atau sekitar 160 Triliun. Jadi, ibu pendeta, saya, ketua komisi V, ada anggota komisi V dan anggota DPD dari NTT, kita sama-sama perjuangkan, kita ketemu sama menteri pendidikan dan kebudayaan, setuju ya, Pak Fary?” tantang Menteri Eko pada Fary Francis ketua umum panitia HUT GMIT disertai tepuk tangan hadirin.
Ditanyai apa urgensinya gereja mengurusi pendidikan, Ketua MS GMIT Pdt. Dr. Mery Kolimon mengisahkan bahwa keterlibatan gereja dalam dunia pendidikan bukan hal baru. Jauh sebelum negara Indonesia berdiri GMIT sudah menyumbang bagi kemajuan masyarakat. Oleh karena itu moment perayaan 70 tahun GMIT juga menjadi moment partisipasi GMIT dalam kehidupan masyakarat NTT.
Namun, dalam perjalanan waktu bahkan hingga sekarang keadaan sekolah-sekolah GMIT memprihatinkan. Tanpa mengelak dari kenyataan buruk tersebut kepada Menteri Desa PDTT dan sejumlah pejabat daerah yang hadir, Pdt. Mery mengakui betapa merosotnya kualitas sekolah-sekolah yang dulu telah menetaskan banyak pemimpin di NTT.
“Pak Menteri, kita bisa katakan bahwa pemimpin-pemimpin daerah di NTT hari ini adalah tamatan dari sekolah-sekolah kami. Sebelum Indonesia berdiri, yang pertama merintis pendidikan adalah gereja, baik Protestan maupun Katolik. Namun, belakangan mutu sekolah-sekolah kami mengalami kemerosotan. Karena itu moment 70 tahun GMIT ini menjadi moment refleksi bagaimana memperbaiki kualitas sekolah-sekolah kami,” jelas Pdt. Mery.***