Kupang, www.sinodegmit.or.id, Perayaan natal oikumene yang melibatkan umat Katolik, Protestan, lintas agama serta unsur pemerintah di Kota Kupang, berlangsung di gereja St. Yosep Naikoten-Kupang, Kamis 28/12-2017 pukul 09:00 wita.
Kebaktian dipimpin liturgos RD. Andreas Alo’a (Katolik) dan Pdt. Grace Pandie-Sjion (Gereja Masehi Injili di Timor). Sementara itu, khotbah disampaikan oleh Pdt. Dr. Mery Kolimon, Ketua Majelis Sinode GMIT dan suara gembala diwakili Rm. Gerardus Duka, Pr.
Hadir juga dalam ibadah ini Gubernur NTT, Frans Leburaya Ketua Komisi V DPR RI, Ir. Fary Francis dan beberapa pejabat sipil dan militer.
Mengacu pada tema bersama perayaan natal umat Kristen di Indonesia, “Hendaklah Damai Sejahtera Kristus Memerintah dalam Hatimu” (Kolose 3:15a), Pdt. Dr. Mery Kolimon, mengajak umat untuk terus bertumbuh dalam kematangan spiritual yang diwujudkan dalam sikap hidup damai dengan sesama dan alam.
“Tema natal bersama tahun ini menekankan damai sejahtera. “Hendaklah damai sejahtera Kristus memerintah dalam hatimu.” Damai sejahtera di sini tidak semata-mata sebuah damai individual, namun damai yang dimaksudkan di sini adalah sebuah damai dalam hidup bersekutu baik dengan sesama manusia maupun dengan ciptaan yang lain,” kata Pdt. Mery.
Terkait perwujudan damai dalam konteks politik di NTT yang akan memasuki sejumlah Pilkada di tahun 2018 mendatang, Pdt. Mery menyerukan kepada para kandidat bupati, gubernur serta seluruh masyarakat NTT agar menunjukan kematangan iman dalam berpolitik, termasuk menghindarkan diri dari kampanye hitam di media sosial.
“Mari kita jadikan ruang politik juga sebagai arena mewujudkan kedewasaan beriman kita. Setiap proses berpolitik kita termasuk pilkada dan pemilu mestinya menjadi moment kita menjadi semakin dewasa dalam berpolitik, makin menjadi matang pula dan beriman kita. Sebab jika tidak, perayaan-perayaan natal kita bisa jadi indah dan megah namun kita menjadi munafik sebab praktik hidup kita justru kotor dan saling menghancurkan.
Menyinggung soal relasi oikumenis di antara kedua agama baik Protestan maupun Katolik di NTT, Ketua MS GMIT juga menantang para pimpinan agama untuk serius membangun relasi oikumenis yang tulus.
“Ujian terbesar bagi umat Katolik dan Protestan di daerah ini adalah apakah kita tulus dengan komitmen berekumene kita. Jika ekumene sejatinya adalah eku dan mene, tentang oikos dan menei, hal merawat rumah bersama agar rumah milik Allah bumi bangsa masyarakat dan gereja kita menjadi rumah yang layak didiami semua umat manusia dan segala makhluk maka apakah kita tulus dengan berekumene kita. Saya kira ini tantangan sesungguhnya bagi umat dan para pemimpin agama Katolik dan Protestan di daerah ini. Membuat natal bersama seperti ini tidak sulit tapi menghidupi ekumene, menjadikan NTT sebagai rumah bersama yang layak didiami itulah tantangan yang sesunguhnya,” tandasnya.
Di tengah persoalan kemiskinan, korupsi dan krisis ekologis yang melanda NTT dan Indonesia umumnya, Pdt. Mery mengingatkan umat agar menghidupi spiritualitas keugaharian atau hidup sederhana. Dan, hal itu menurutnya mesti dimulai dari para pemimpin.
“Komitmen berugahari bagi umat Kristiani lahir dari kesadaran iman bahwa rahmat Tuhan melalui alam ciptaan ini sebenarnya cukup untuk semua manusia dan segala makhluk. Jika manusia tidak serakah dan bersedia berbagi dengan sesama maka tidak ada orang yang terlalu kaya atau terlalu miskin. Alam pun dapat tetap lestari. Spiritualitas ugahari karena itu merupakan sikap batin dan tindakan hidup yang merayakan hidup sederhana dalam semangat berkecukupan, bersedia berbagi dengan orang lain agar semua mengalami kehidupan. Spiritualitas ugahari mesti dimulai dari para pastor, para pendeta, suster, gubernur, bupati dari para pemimpin agama dan masyarakat.”
Dalam kaitan dengan pemanfaatan media sosial sebagaimana disinggung Pdt. Mery, dalam sambutannya Gubernur NTT, menegaskan pentingnya memanfaatkan teknologi informasi untuk menyebarkan pesan damai bagi sesama. Ia meminta masyarakat untuk tidak menyebarkan berita hoax dan ujaran-ujaran kebencian kepada sesama, apalagi jelang perhelatan politik di tahun 2018. Ia juga meminta masyarakat untuk menghindarkan diri dari politik sektarian yang dapat memicu konflik dan perpecahan.
Sebagai wujud kebersamaan lintas agama di NTT, persembahan umat dalam ibadah natal oikumene ini disumbangkan untuk pembangunan wihara bagi umat Budha di Kupang.***