KUPANG, www.sinodegmit.or.id, Guna memperlengkapi warganya yang berkarya di bidang politik, Majelis Sinode (MS) GMIT melalui Tim Pastoral Politik mengadakan pastoral politik bagi sejumlah warganya yang aktif di lembaga legislatif dan eksekutif.
Ketua Tim Pastoral MS GMIT Dr. Yusuf Kuahati sekaligus moderator dalam kegiatan ini menjelaskan bahwa kegiatan ini merupakan amanat Haluan Kebijaksanaan Umum Pelayanan (HKUP) GMIT yang bertujuan memastikan relasi pastoral gereja dengan anggotanya yang berkecimpung di ranah politik agar mencerminkan teladan Kristus dalam menjalankan tugas.
Kegiatan berlangsung di aula kantor MS GMIT, Selasa, 15/1-2017 dihadiri belasan anggota Dewan Perwakilan Rakyat baik pusat dan daerah. Tampak hadir, Ir. Fary Francis (Ketua Komisi V DPR RI), Ir. Ans Takalapeta, Pdt. Emr. Semuel Nitti, Pdt.Emr. Hengky Malelak, Winston Rondo, Gabriel Binna, Herman Banoet, Aleta Baun, Alex Ena, Adrianus Tally, Tanel Pandie dan beberapa anggota dewan lainnya dari provinsi, kabupaten dan kota Kupang.
Pada kesempatan ini Ketua MS GMIT, Pdt. Dr. Mery Kolimon, Dr. David Pandie (akademisi) dan Ir. Ans Takalapeta (mantan bupati Kab. Alor) menyampaikan pandangan mereka tentang tugas politisi kristen.
Dalam pemaparannya, Pdt. Mery mengatakan bahwa Allah yang diimani orang Kristen adalah Allah yang berpolitik. Allah menurut kitab Kejadian, menata semesta yang kacau-balau (khaos) menjadi sesuatu yang teratur (kosmos). Tindakan Allah menata kekacauan menjadi keteraturan itu adalah tindakan politik. Karena itu, dengan menjadi politisi, sesungguhnya seseorang sedang melaksanakan misi Allah.
Selanjutnya ia mengutip pandangan dua teolog yakni Calvin dan Philip Wogaman. Calvin, dalam bukunya “Institutio” menegaskan bahwa “kekuasaan politik merupakan suatu panggilan yang tidak hanya suci dan sah di hadapan Allah tetapi juga yang paling kudus dan paling terhormat di antara semua panggilan hidup.” Pandangan Calvin ini dipertegas lagi oleh Wogaman. Bertolak dari kisah pemanggilan Musa di gunung Sinai, dimana Tuhan meminta Musa menanggalkan kasutnya karena tanah yang dipijaknya adalah kudus, Wogaman berpendapat bahwa arena politik adalah arena yang kudus.
Berdasarkan pandangan teologis tersebut, Ketua MS GMIT mengajak para politisi agar memaknai tugas politik yang diemban dengan sungguh-sungguh. “Para politisi dipanggil Allah untuk memperjuangkan keadilan, kebenaran, perdamaian dan keutuhan bagi seluruh ciptaan dan bukan untuk kepentingan pribadi. Prinsip-prinsip inilah yang mesti dipegang oleh seorang politisi kristen,” tandas Pdt. Mery.
Dalam sesi diskusi para politisi mempertanyakan posisi politik GMIT. Menurut beberapa politisi sebagai lembaga agama dengan anggota yang cukup besar, GMIT tidak cukup berani dalam menentukan pilihan politik. Akibatnya, kader-kader GMIT di legislatif maupun eksekutif sedikit jumlahnya. Karena itu mereka meminta GMIT lebih proaktif dalam menyiapkan kader-kadernya secara sengaja dan terencana melalui pendidikan politik.
Menanggapi hal tersebut Ketua MS GMIT menegaskan bahwa berdasarkan ekklesiologi GMIT, warga GMIT yang berkiprah di ranah politik tidak mewakili GMIT melainkan menghadirkan nilai-nilai Kerajaan Allah dengan menjadi garam dan terang .
“Keputusan sidang sinode GMIT 2007 di Alor menegaskan bahwa kehadiran warga GMIT di ranah politik tidak mewakili GMIT sebagai lembaga. Tetapi kehadiran warga GMIT di sana untuk menghadirkan nilai-nilai Kerajaan Allah. Bukan representasi tapi presensia,” tegasnya.
Sementara terkait mempersiapkan kader, Ketua MS GMIT memastikan pihaknya telah membentuk Tim Pastoral Politik GMIT yang saat ini sedang mempersiapkan modul-modul yang diharapkan akan segera diselesaikan dan menjadi bahan pembelajaran politik.
Mengingat pentingnya pendampingan pastoral politik ini, para politisi yang hadir meminta MS GMIT dan Tim Pastoral politik untuk mengagendakan pertemuan berkala guna mendiskusikan berbagai isu yang digumuli baik oleh pemerintah maupun gereja. ***