Ekonomi Tuhan Versus Ekonomi Rakus*

Ekonomi Tuhan Versus Ekonomi Rakus*

Keluaran 32: 7:14 dan Matius 6:24-34

Pdt. Dr. David Rajendran**

Pertama saya mau jelaskan sedikit mengapa kami berkumpul di sini dari berbagai negara untuk sebuah pertemuan di Kupang dalam upaya menggumuli masalah perdagangan manusia secara bersama-sama, kemudian baru saya akan membahas teks alkitab yang baru saja kita baca dari kitab Keluaran dan Matius untuk mencari hikmat Tuhan guna menghadapi masalah-masalah yang kita alami.

Yang datang adalah mitra dari lembaga zending namanya Common Global Ministries Board. Ada sekitar 11 lembaga mitra. yang lain yang mengutus orang yang bekerja dalam masalah perdagangan manusia baik perdagangan untuk tenaga kerja maupun perdagangan sex yang juga menjadi masalah. Jadi semua yang berhimpun di sini menggumuli masalah itu. Sebagaimana anda tahu bahwa di GMIT ini sebuah masalah dan mungkin di jemaat ini juga ada orang yang sempat pergi ke Kalimantan atau Malaysia dan pulang dalam keadaan tidak terlalu sejahtera lagi. Itu yang kami gumuli.

Kami coba membahas mengapa masalah-masalah ini terjadi, mengapa orang pergi dan mengapa orang diperlakukan secara tidak manusiawi. Dan apakah hal ini harus digumuli oleh gereja ataukah gereja cukup beribadah dan tinggalkan masalah sosial untuk lembaga-lembaga lain. Kalau gereja mau melayani secara baik di antara umat, kita harus tahu apa yang mengganggu dan apa yang membuat umat Tuhan menderita. Misalnya, kita boleh bingung mengapa orang dari desa seperti di sini punya kebun, punya ubi, sapi, jagung, beras, dan segala sesuatu dari berkat Tuhan tapi toh orang masih mau pergi dan membawa diri ke tempat yang berbahaya dan pulang dengan sengsara. Mengapa? Dan kalau toh orang pergi bagaimana kita menjaga dan melindungi mereka menuntut jaminan yang baik dari lembaga-lembaga yang mengirim dan mempekerjakan mereka. Kalau kita tanya secara gamblang saja orang jawab, ya…kita butuh uang.

Kalau kita melihat jenis-jenis ekonomi yang ada, ada satu yang namanya ekonomi berbagi. Seperti dalam keluarga, kita saling berbagi antara yang punya kelebihan dan kekurangan. Ada juga yang namanya ekonomi pertukaran. Contoh, kalau kita ada sirih pinang lalu orang di pantai ada kelapa lantas kita butuh kelapa maka kita tukar sirih pinang dengan kelapa. Tetapi kalau ada uang, kita tidak perlu tukar sirih pinang, tidak perlu pikul bawa kelapa jauh-jauh, kita cukup punya uang dan beli. Itu namanya ekonomi keuangan. Ekonomi keuangan lahir dari ekonomi pertukaran. Dari pola seperti itu berkembang lagi menjadi sebuah ekonomi keuntungan. Jual-beli untuk kumpul keuntungan sebanyak-banyaknya.

Yang satu yang ekonomi asli, dalam kampung di mana kita hidup berbagi cenderung digeser oleh ekonomi keuntungan yang sebesar-besarnya. Dan itu masalah yang kita hadapi. Masa kini segala sesuatu diperjualbelikan. Tanah, air, barang yang kita pakai sehari-hari bahkan manusia bisa juga dijualbelikan. Dari ekonomi yang menunjang kehidupan bersama, berkembang ekonomi yang sebetulnya diujung mematikan. Misalnya orang jual dia punya tanah untuk beli motor atau bikin rumah batu, atau kasi nikah anak. Dulu dia tuan tanah, sekarang dia hanya tuan rumah saja.

Soal tenaga juga. Kalau dulu kita naik kuda, kuda tidak kasi keluar asap. Paling-paling dia kentut saja to? Tapi kalau kita beli motor, kita harus beli bensin. Dan bensin itu bikin asap, bikin kotor udara, bikin abis bumi untuk gali itu bensin.

Kalau orang punya kuda sudah mati dan tinggal tuan rumah saja, tidak ada tanah untuk olah lagi, akhirnya tinggal dia jual diri setelah segala hal dijual. Dia pergi cari kerja jadi kuli di orang lain punya kebun, tanah dan sebagainya. Dan pada akhirnya dia berakhir sebagai budak. Jadi, di atas ada bos-bos yang punya duit banyak, yang mau kumpul lebih banyak duit lagi. Di tengah ada dia punya anak buah, petugas-petugas yang terima sogok untuk memperlancar perdagangan manusia dan di bawah adalah rakyat yang diperjualbelikan.

Kita sekarang membawa pergumulan di atas pada firman Tuhan untuk kita belajar dari Alkitab. Cerita yang kita baca dari kitab Keluaran itu, biasanya orang baca itu dan pikir ini cerita Tuhan marah karena orang berhala dan kemarahan Tuhan naik lalu Dia mau bakar mereka kasi habis. Tapi sebetulnya kita harus ingat bahwa cerita ini mengenai upaya Tuhan Allah untuk membebaskan orang Israel dari perbudakan di Mesir. Jadi segala yang Allah lakukan itu sebagai wujud kasih-Nya terhadap orang yang telah ditindas, dan diperbudak oleh orang Mesir. Jadi kalau kita lihat, segala langkah yang ditempuh untuk memanggil Musa dan melepaskan mereka dari Firaun, bawa mereka ke luar menuju tanah perjanjian, ini sebetulnya bagian dari kasih Allah untuk mereka, bukan bagian dari murka Allah. Dan itu yang perlu kita ingat kalau membaca teks ini.

Tapi yang terjadi adalah Israel sendiri sudah terbentuk oleh perbudakan di Mesir jadi mereka masih punya otak budak dan otak Mesir. Untuk itu mereka pikir kalau mau beribadah mereka harus berhala. Mereka sulit beribadah kalau tidak ada barang yang bisa dipakai untuk sujud menyembah. Jadi mereka kumpul emas lalu bikin patung lembu dari emas dan mereka sembah seperti di Mesir yang orang biasa buat. Dalam bahasa Ibrani kata untuk “beribadah” sama dengan kata yang dipakai untuk “bekerja”. Ibadah dan mengabdi dari akar kata yang sama. Allah mengatakan jangan mengabdi kepada Firaun; Jangan beribadah kepada Firaun. Beribadah dan mengabdi pada Tuhan Allah YAHWE karena di situ ada kemerdekaan. Kalau di Firaun hanya ada perbudakan dan berhala. Daripada kemerdekaan yang kita peroleh ketika kita mengabdi kepada Tuhan.

Jadi Allah marah, “Kenapa mau buang segala karunia dan kebebasan dan berkat yang Aku mau berikan padamu untuk kembali jadi budak pada Firaun? Kenapa mau buang tanah perjanjian untuk mau kembali ke tanah Mesir?” Untung Musa masih kasi ingat Tuhan. Tuhan punya maksud baik untuk membawa mereka keluar bukan untuk menghanguskan mereka di padang gurun. Musa bilang, “Kalau Tuhan bakar umat Israel di padang gurung, nanti orang Mesir dengar mereka bilang apa?”

Kalau kita beralih dari bacaan tadi ke Matius sebetulnya ada kaitan dengan Keluaran, karena dalam kisah keluaran Musa baru turun dari gunung Sinai bawa ke-10 Firman. Di sini Yesus membawa khotbah di bukit dan dia akan menuturkan dia punya ajaran yang inti juga. Cuma biasanya orang baca khotbah di bukit sebagai seruan dari Yesus supaya jangan pikir hal-hal duniawi, jangan pikir tentang makanan dan pakaian dan sebagainya, pikir saja kerajaan sorga. Tapi tidak demikian.

Yesus tidak bilang, jangan makan, jangan minum, jangan pikir kebutuhan-kebutuhan dasar yang semua manusia punya. Cuma dalam terang seperti tadi dimana Tuhan Allah melawan Firaun, Yesus juga mengatakan kita tidak bisa mengabdi pada dua tuan. Pasti kalau ada dua tuan anda akan mencintai salah satu dan benci yang lain. Kita harus membedakan antara kebutuhan untuk makan-minum yang itu bagian dari kemanusiaan kita dengan kekuatiran, rasa takut, rasa cemas, mengenai apakah kita akan dapat makanan atau tidak.

Ekonomi yang tadi kita omong yaitu ekonomi mencari keuntungan sebanyak-banyaknya, ekonomi itu juga membuat manusia mencari makanan dan pakaian sebanyak-banyaknya. Jadi, daripada selalu mau tambah dan tambah, tidak pernah puas dan tenang kecuali berjuang untuk tambah dan tambah lagi, lebih baik lihat pada burung-burung, mereka makan secukupnya tanpa mereka harus menanam dan menuai dan sebagainya (dan memang mereka makan karena curi dari petani). Tapi toh mereka dapat cukup dari Tuhan. Lalu, kenapa kita tidak belajar bahwa cukup adalah cukup. Cukup artinya tidak butuh lebih. Percaya bahwa Tuhan akan menyediakan kebutuhan kita.

Dalam kitab Kejadian diceritakan bahwa Tuhan Allah menciptakan segala jenis makhluk hidup sesuai jenisnya tetapi tentang manusia diciptakan sesuai gambar Allah. Dan diberi tugas untuk memelihara ekonomi kehidupan ini. Tatanan Tuhan yang mempersiapkan kebutuhan untuk semua makhluk ciptaan-Nya termasuk untuk manusia. Itu dibandingkan dengan ekonomi kerakusan yang selalu mencari tambah dan tambah yang gilirannya merusak lingkungan alam. Merusak apa yang Tuhan percayakan untuk kita pelihara dan lindungi. Akhirnya menciptakan rasa takut, rasa cemas bagi semua orang, nanti kita makan apa kita pakai apa?

Karena itu berulang kali Yesus tekankan jangan takut. Karena takut adalah lawan dari iman. Jadi kita harus pilih di antara ekonomi kerakusan yang berdasarkan rasa takut dan cemas dengan ekonomi hidup yang berdasarkan iman dan kepercayaan pada kebaikan Tuhan.

Jadi, mengabdi pada Tuhan berarti mengabdi juga pada ekonomi kehidupan bukan pada ekonomi kerakusan. Ini menuntut iman. Dalam kerangka itu upaya untuk melepaskan orang dari ekonomi kerakusan termasuk para korban perdagangan orang adalah upaya untuk bertobat dari kecemasan dan dari kehidupan berdasarkan takut dan berbalik pada ekonomi kehidupan yang Tuhan berikan. Itu berarti bahwa melawan perdagangan manusia adalah bagian dari ibadah untuk memanggil kita yang terperangkap dalam ekonomi rakus, dan kembali kepada ekonomi Tuhan, ekonomi hidup. Biarlah komitmen kita dan ikatan kita pada kehidupan membuat kita kuat dalam melawan ekonomi yang merusak. Membuat kita bersemangat untuk lebih mencintai pertanian serta lebih mencintai berkat Tuhan dalam kampung kita sendiri untuk membangun sebuah ekonomi sebagaimana yang Tuhan Allah kehendaki. ***

*Khotbah disampaikan dalam bahasa Inggris dengan penerjemah Pdt. Dr. John Campbell-Nelson, pada Kebaktian Minggu, 8 April 2018, di jemaat Talitakumi Naiobe, Klasis Kupang Tengah.

**Pdt. Dr. David Rajendran adalah seorang dosen teologi di India.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *