Kontroversi Nama-Nama Allah

Kupang, www.sinodegmit.or.id, Musyawarah Pelayanan Antar Gereja (MPAG) Buleleng – Bali, mengundang Pdt. Dr. Anwar Tjen, penerjemah dari Lembaga Alkitab Indonesia (LAI) untuk menjelaskan “Kontroversi Nama-nama Allah” di hadapan para pemimpin berbagai gereja di Kabupaten Buleleng.

Kegiatan dalam bentuk seminar sehari ini, yang diselenggarakan pada Hari Buruh, 1 Mei 2018, di gedung GPIB Jemaat Pniel, Singaraja.

Berikut beberapa catatan dari Pdt. Dr. Zakaria Ngelow saat mengikuti presentasi yang menarik dan informatif dari Dr. Anwar Tjen.

  1. Ada usaha-usaha serius sejumlah fihak untuk memakai nama YHWH dalam terjemahan Alkitab di Indonesia. Ini mengikuti dari suatu gerakan yang muncul pada tahun 1930an yang bernama “Sacred Name Movement” (SNM, Gerakan Nama Suci) di Amerika Serikat. Salah satu kelompok penganjur atau pendukungnya adalah para pemimpin awal Church of God (Advent) dan Saksi-saksi Yehuwa. Gerakan itu berusaha menyesuaikan Kekristenan dengan “akar-akar Ibrani”-nya dalam praktik, keyakinan dan ibadah. Selain penggunaan “nama suci” YHWH, juga nama Ibrani Yesus, yakni Yosua. Gerakan ini juga menjalankan banyak hukum dan upacara Perjanjian Lama, seperti Sabat pada hari ketujuh (Sabtu), perayaan-perayaan Torat, dan hukum makanan halal versi Yahudi. Ada yang mengkuti liturgi dan pakaian kelompok Yudaisme Mesianik.
  2. Pengikutnya di Indonesia terdiri atas beberapa kelompok yang berbeda-beda namun sama berjuang untuk dua tujuan:
    (1) memulihkan nama YHWH dalam Alkitab, termasuk dalam Perjanjian Baru, dan
    (2) menghapus/mengganti kata ‘Allah’ dalam Alkitab. Gerakan ini mulai muncul pada tahun 1970an dan mencapai puncaknya sejak tahun 2000an, dengan menerbitkan Alkitab sendiri. Ada yang membajak terjemahan LAI lalu mencantumkan nama nama Allah dengan lafal Tetragrammaton — keempat huruf bahasa Ibrani, YHWH — yang masing-masing yakini. Ada yang melafalkannya ‘Jehovah’ (Indonesia: Yehuwa), yang diucapkan ‘ADONAY’ (=Tuhanku) oleh kalangan Yahudi. Terjemahan Alkitab ke dalam bahasa Inggeris, King James (KJV, 1611), memakai ‘Jehovah’ dengan memindahkan vokal aDoNaY ke konsonan YHWH, menjadi YaHoWaH. Edisi KJV kemudian memakai LORD (dengan huruf besar). Di antara Kitab Suci terjemahan para pengagung nama YHWH adalah:

Kitab Suci Taurat dan Injil (2000) oleh Beth Yeshua HaMasiakh: Mengganti Allah dengan Eloim; TUHAN dengan Yahwe.

Kitab Suci Umat Perjanjian Tuhan (2002) oleh Jaringan-jaringan Pengagung Nama Yahweh: Allah menjadi Tuhan; TUHAN menjadi Yahweh.

Kitab Suci PL/PB versi ILT (Indonesian Literal Translation) oleh Yayasan Lentera Bangsa, memakai YAHWEH.

  1. Selain mengikuti kecenderungan ‘Yahudinisasi’ SNM, motivasi lain fihak-fihak ini adalah menolak nama “Allah”, yang mereka anggap berasal dari nama berhala, atau nama Ilahi sembahan agama Islam. Pada hal kata ‘Allah’, sebagai nama Tuhan, sudah dipakai dalam kalangan Gereja Ortodoks jauh sebelum agama Islam lahir. ‘Allah’ berasal dari bahasa Aram (bahasa yang juga dipakai Yesus di masa pelayanan-Nya), ‘Alaha’, atau ‘Al Ilah’. Terjemahan Indonesia pun sudah memakai ‘Alla’ sejak abad ke-18 (terjemahan M. Leijdecker tahun 1733).
  2. Alkitab dapat dan seharusnya diterjemahkan. Tidak ada bahasa ibu Alkitab. Perjanjian Lama ditulis dalam bahasa Ibrani (dan Aram), sedangkan Perjanjian Baru dalam dalam bahasa Yunani. Dalam terjemahan, nama Tuhan juga diterjemahkan, seperti YHWH, El, Elim, Eloah. Pada abad ke 3 SM Kitab Suci Ibrani diterjemahkan ke dalam bahasa Yunani (Septuaginta) untuk kepentingan orang Yahudi diaspora yang tidak lagi menguasai bahasa Ibrani. Dan dalam Gereja, dengan mengikuti teologi inkarnasi — Allah menjadi manusia dan berdiam di tengah manusia — maka firman Allah juga seharusnya hadir dalam terjemahan berbagai bahasa. [Memang ada masa sebelum Reformasi Gereja hanya dibolehkan terjemahan Alkitab dalam bahasa Latin.]
  3. LAI tetap konsisten menerjemahkan YHWH dalam Perjanjian Lama dengan TUHAN (huruf kapital), sebagaimana Yesus dan para rasul-Nya. Orang Yahudi sendiri terlarang melafal YHWH (sesuai Hukum Torat Ketiga). Pimpinan Gereja Katolik Roma melarang pelafalan YHWH (Jehovah, Yahwe dsb) untuk menghormati umat Yahudi, yang tidak mengucapkannya, melainkan mengganti dengan ‘Adonay’. Dalam menerjemahkan Kitab Suci Ibrani ke dalam bahasa Latin (Septuaginta), kata YHWH diterjemahkan ‘Kyrios’ (=Tuhan). Para penulis Perjanjian Baru juga mengutip Perjanjian Lama tanpa memertahankan YHWH atau nama Ibrani lainnya. LAI memakai ‘Allah’ untuk El, Eloah dan Elohim.
  4. Kebijakan penerjemahan LAI antara lain menimbang:

*Teks sumber (Ibrani, Aram, Yunani) dari salinan kuno yang umum diakui.
*Mengikuti kesamaan praktik di antara umat Yahudi dan para rasul.
*Memerhatikan sejarah penerjemahan di Nusantara.
*Berpedoman pada aturan United Bible Society (UBS)/LAI.
*Konsultasi dengan pimpinan gereja-gereja.

  1. Dr Anwar Tjen menjawab pertanyaan-pertanyaan seputar penerjemahan Alkitab, misalnya mengapa terjadi perubahan dalam teks tertentu dalam terjemahan yang lebih kemudian. Itu karena perkembangan studi ilmiah mengenai studi teks-teks kuno, termasuk penemuan-penemuan baru di bidang arkeologi. Ada teks yang ternyata tidak ada dalam naskah utama, sehingga ditaruh dalam tanda kurung (band. Doksologi Doa Bapa Kami) atau di catatan kaki. Tetapi perubahan yang dilakukan tidak mengubah esensi berita utama Alkitab sebagai penyataan Allah mengenai kasih-Nya di dalam Yesus Kristus. Ia mengeritik orang Kristen yang memperlakukan Alkitab meniru penganut agama lain. Alkitab tidak turun dari langit, melainkan ditulis orang dalam konteks kebudayaan dan kurun waktu yang berbeda-beda. Dan karena itu perlu dibaca dan difahami dalam kaitan dengan ko-teks (teks-teks terkait) dan konteksnya.
  2. Dapatkah nama Tuhan diterjemahkan? Nama Tuhan dalam terjemahan Alkitab dapat diambil dari nama yang lazim dalam bahasa setempat, dengan perubahan makna, sebagaimana banyak terjadi dalam penerjemahan ke dalam bahasa daerah di Indonesia. Ketika agama Kristen berkembang di dunia Hellenis, tanpa ragu mereka memakai ‘Theos’ menerjemahkan Allah, sekalipun istilah itu dari dunia politeisme Hellenis. Contoh lain, dalam Alkitab bahasa Batak, ‘Debata’ bukan lagi sembahan agama leluhur orang Batak, melainkan Allah Bapa, yang dikenal dalam Yesus Kristus. Kesamaan nama dengan agama lain tidak jadi masalah, karena masing-masing agama mempunyai ajarannya sendiri. Peserta dari Gereja Kristen Protestan Bali menginformasikan keberatan umat Hindu atas penggunaan Sang Hiyang Widi Wasa dalam terjemahan Alkitab bahasa Bali, pada hal sudah lama dipakai, dengan makna yang berbeda.
  3. Dari segi ilmu agama, agama-agama Semitis (Yahudi, Kristen, Islam) berasal dari rumpun yang sama dan menyembah ilah yang sama, namun dengan pengenalan yang berbeda. Umat Islam mengakui Allah yang mengutus para nabi seperti Musa, Daud dan Yesus. Patut disesalkan masalah yang dialami umat Kristen di Malaysia yang mengalami larangan negara untuk menggunakan nama Allah dalam terjemahan Alkitab, dengan alasan yang terkait dengan kepentingan politik identitas.

Yesus Kristus adalah tokoh yang sama, yang dikenal dalam agama Islam sebagai Isa bin Maryam, namun dengan ajaran iman yang berbeda. Bagi orang Kristen, Yesus Kristus, adalah Tuhan, Anak Allah, Juruselamat, sedangkan bagi umat Islam Isa bin Maryam seorang nabi, utusan Tuhan. Kita saling menghormati kepercayaan masing-masing.

  1. Mengapa setiap kali muncul konflik ajaran di dalam gereja, seolah-olah rumusan dogmatis belum selesai? Apakah kebenaran agama Kristen lebih di dalam ajaran daripada di dalam hidup dan tindakan beragama, yang dirangkum Yesus Kristus dalam perintah kasih? Yesus menyatakan, “Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga.” (Mat 7:21 TB LAI). Bukankah itu bermakna bahwa bukan mereka yang sibuk persoalkan nama Tuhan – secara dogmatis maupun ritual — melainkan yang hidup menyatakan kasih sebagaimana diteladankan Yesus, Sang Mesias, Dia yang diurapi, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin … (Luk 4:18,19).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *