KUPANG, www.sinodegmit.or.id, 59 orang korban penggusuran paksa sengketa tanah di desa Lifuleo-Tuadale, Kupang Barat, saat ini membutuhkan makanan dan air bersih. Pengeluhan warga yang seluruhnya adalah anggota GMIT di jemaat Sebiji Sesawi dan Dale Esa itu disampaikan saat mereka dikunjungi ketua Majelis Sinode GMIT, Pdt. Dr. Mery Kolimon, Rabu, (6/6).
“Peristiwa penggusuran ini membuat kami trauma berat. Selain kehilangan rumah, kami kekurangan air bersih karena sumur kami ditutup. Kami juga kekurangan makanan karena tidak bisa kerja. Kami mohon sesama warga GMIT dimana saja berada berkenan membantu meringankan beban kami,” ujar Ibrahim Fatu, salah satu korban penggusuran.
Penggusuran di Tuadale ini dilatarbelakangi oleh sengketa tanah. Penggugat atas nama Johan Yulius Tuy yang juga adalah kepala desa, menggugat 13 KK yang masih bertalian darah dengan penggugat. Proses pengadilan yang sudah berlangsung sejak 2014, pada tingkat Mahkamah Agung (MA) memenangkan penggugat yang berdampak rumah – rumah dari 7 KK asal jemaat GMIT Sebiji Sesawi dan 6 KK di jemaat GMIT Dale Esa dieksekusi pada 28 Mei 2018 yang lalu. Akibat dari penggusuran itu, seluruh korban saat ini mengungsi di dua gedung gereja tersebut.
Dari 59 korban penggusuran itu, 11 diantaranya adalah anak-anak, 2 orang bayi dan satu orang ibu hamil.
Tidak hanya rumah-rumah korban yang rata tanah, rumah penggugat juga di duga dibakar orang tidak dikenal pada malam sesudah penggusuran.
Kepada para korban, Pdt. Mery Kolimon yang didampingi Ketua UPP Tanggap Bencana dan Kemanusiaan MS GMIT, Pdt. Paoina Bara Pa, dan Ketua Klasis Kupang Barat, Pdt. Ori Nenometa, berjanji mengupayakan kebutuhan dasar warga sesegera mungkin.
“Beberapa kebutuhan seperti air bersih, matras dan beras segera kami upayakan. Ini tanggung jawab kita bersama. Karena itu kami minta jemaat-jemaat GMIT untuk mendoakan pergumulan saudara-saudara kita di Tuadale, sekaligus mohon uluran tangan dari jemaat-jemaat,” ujar Pdt. Mery.
Sementara mengenai tindak lanjut pendampingan hukum serta upaya membangun tempat tinggal sementara bagi para korban, menurut Ketua MS GMIT, pihaknya akan berkoordinasi dengan pemerintah daerah baik bupati, DPRD maupun gubernur untuk mencari solusi. ***