Kupang, www. Sinodegmit.or.id, Menyadari bahwa politik adalah bagian yang tak terpisahkan dari misi gereja, maka sikap politik gereja mesti jelas. Gereja tidak boleh berpihak pada figur, partai atau koalisi tertentu melainkan tugas gereja adalah mendorong proses politik yang terbuka, jujur dan mengedepankan nilai-nilai demokrasi.
Pernyataan tersebut disampaikan Ketua Majelis Sinode (MS) GMIT Pdt. Dr. Mery Kolimon saat membuka kegiatan diskusi publik bersama empat calon gubernur dan wakil gubernur NTT, Selasa, (12/6), di Aula Universitas Kristen Artha Wacana (UKAW).
Menurut ketua MS GMIT, keterlibatan gereja dalam pendidikan politik bagi warga didasarkan pada pandangan teologis bahwa Allah yang memanggil dan mengutus Gereja ke dalam dunia adalah Allah yang berpolitik. Allah yang mengubah kekacauan menjadi keteraturan.
“Politik Allah adalah karya-Nya mengubah kekacauan menjadi keteraturan bagi kesejahteraan semua manusia dan segenap ciptaan. Karena itu sebagai Gereja kami merasa perlu untuk memastikan bahwa semua calon yang sedang bersaing yang adalah warga GMIT, bersungguh-sungguh memikirkan nasib dan masa depan masyarakat, memahami isu-isu yang melilit dan memiliki kemampuan untuk mengatasinya,” ungkap Pdt. Mery.
10 isu yang diangkat Ketua MS GMIT antara lain: Kemiskinan, perdagangan orang, gizi buruk, tingginya angka kematian ibu dan anak, rendahnya mutu pendidikan, hak-hak masyarakat atas tanah, kerusakan lingkungan hidup, pengelolaan pemerintahan yang berpihak pada masyarakat, Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN), serta intoleransi dalam keberagaman (lihat videonya di: https://youtu.be/bhh9U4U6Ues)
Kendati pihak penyelenggra MS GMIT dan UKAW mengundang keempat pasangan calon namun yang hadir hanyalah calon yang berasal dari warga GMIT yakni, Ir. Eston Funai, Ir. Emilia Nomleni, Drs. Beny Litelnoni dan Viktor Laiskodat. Diskusi ini dimoderatori Ir. Rodiallek Pollo.
Dalam paparan visi dan misi, masing-masing kandidat menyampaikan program pembangunan yang akan menjadi prioritas bila terpilih. Paket nomor urut 1, Eston-Crist memilih bidang pendidikan dan kesehatan. Nomor urut 2, Marianus Sae-Emy Nomleni memprioritaskan pendidikan, kesehatan dan tenaga kerja dengan fokus pada pemberdayaan perempuan dan anak. Nomor urut 3, Beni Harman-Beny Litelnoni fokus pada infrastruktur transportasi dan listrik. Sementara nomor urut 4 Viktor Laiskodat-Yoseph Nae Sui melirik potensi pariwisata sebagai sektor unggulan pembangunan NTT.
Masing masing kandidat mengklaim prioritas sektor yang mereka usung merupakan solusi yang tepat mengantar masyarakat NTT keluar dari masalah kemiskinan dan berbagai masalah ikutannya.
Diskusi publik yang bersifat penajaman visi misi ini berlangsung selama 3 jam sejak pukul 10:00 pagi, menghasilkan kesimpulan sebagai berikut: Pertama, masalah pembangunan di NTT sangat kompleks sehingga diperlukan pemimpin yang multi fungsi. Kedua, NTT membutuhkan program pembangunan yang berkelanjutan dari satu pemimpin ke pemimpin yang lain. Ketiga, NTT membutuhkan pemimpin yang mempunyai komitmen tinggi dan mencintai seluruh rakyat tanpa membeda-bedakan. Keempat, pilihan politik dalam pilkada harus rasional bukan emosional. Dan kelima, pariwisata sebagai salah satu pendorong utama pertumbuhan ekonomi.
Selain mengundang para kandidat, kegiatan ini juga dihadiri sejumlah akademi, Komisi Pemilihan Umum, tokoh lintas agama, tokoh perempuan, pemuda dan anak, media dan mahasiswa.
Pada sesi terakhir Ketua MS GMIT menyampaikan gambaran mengenai realitas sosial NTT kini dan figur pemimpin yang dibutuhkan untuk menjawab tantangan yang dihadapi demi NTT yang lebih baik di masa mendatang. *** Baca lengkapnya di: http://sinodegmit.or.id/mencari-pemimpin-di-ntt/