BAA-ROTE,www.sinodegmit.or.id, “GMIT menyebut dirinya sebagai Gereja Calvinis dan Calvin mengajar kita bahwa kekuasaan politis adalah suatu panggilan yang tidak hanya suci dan sah di hadapan Allah tetapi juga adalah yang paling kudus dan terhormat di antara semua panggilan dalam kehidupan.”
Demikian pernyataan Ketua Majelis Sinode (MS) GMIT, Pdt. Dr. Mery Kolimon di hadapan empat pasangan calon (paslon) bupati dan wakil bupati Rote-Ndao pada kegiatan pastoral politik dan ibadah penguatan bagi para paslon di Jemaat GMIT Syalom Mokdale-Ba’a, Rote, Rabu (20/6).
Menurut Pdt. Mery, jika Calvin, yang adalah seorang pendeta, teolog dan reformator gereja memberi penghargaan yang sangat tinggi pada kekuasaan politik melebihi jabatan pendeta maka sudah sepantasnya para politisi mengelola kekuasaan politik dengan cara-cara yang bermartabat.
“Calvin seorang pendeta dengan latar belakang pengacara, tapi dia bilang kekuasaan politik adalah yang paling kudus dan sah di hadapan Allah bahkan lebih dari pekerjaan pendeta. Dengan kata lain Calvin mau bilang bahwa kalau seorang politisi termasuk bupati atau wakil bupati bekerja dengan sungguh-sungguh dan jujur maka nilai dari pekerjaannya lebih tinggi dari pendeta sekalipun. Mengapa? Karena negara diciptakan oleh Allah untuk mempertahankan dan keadilan di dunia yang berdosa ini. Pemerintah ada untuk menegakkan hukum sebab tanpa itu masyarakat akan jatuh dalam anarki.”
Selanjutnya Ketua MS GMIT menyebut kesinambungan program antar periode kepemimimpinan, kaderisasi dan pembagian jatah kekuasaan berbasis sentimen etnis dan agama sebagai hal-hal yang patut mendapat perhatian.
“Pemimpin harus menjadi bapak dan mama yang merangkul semua orang. Kami minta para pemimpin jangan membangun daerah atas dasar sentimen agama dan sentimen etnis. Rote-Ndao adalah milik semua nusak yang ada di sini. Rote-Ndao adalah milik semua agama yang ada di sini.”
Ia juga menitipkan beberapa isu yang kini menjadi perhatian GMIT seperti: Perdagangan orang, dana desa, perubahan iklim, gerakan tanam air, sekolah-sekolah GMIT serta kepemilikan tanah yang perlahan-lahan berpindah ke tangan para investor.
Terkait pastoral politik dan sejumlah agenda yang dipaparkan dalam kegiatan ini, para kandidat menyatakan terima kasih atas kehadiran dan dukungan Gereja (GMIT) yang sejak awal telah memberikan pembekalan termasuk mengingatkan hal-hal yang patut diperhatikan ketika nanti terpilih ataupun tidak.
Dalam rangka merawat kebersamaan dan rekonsiliasi di antara paslon dan pendukung, paket Lentera, Paulina Haning-Bulu, mengusulkan agar GMIT mengadakan pastoral politik tidak hanya jelang pilkada tetapi juga pasca pilkada guna merekatkan kembali relasi-relasi yang rusak akibat perbedaan pilihan politik.
Hal senada juga disampaikan paket Rote Ndao Baru, Mesak N. Nunuhitu. “Ini pembelajaran iman dan politik yang sangat penting bagi kami. Ini terobosan yang perlu diteruskan di GMIT karena ketika proses politik berjalan, harus jujur terjadi banyak perpecahan, dan itu terus berlanjut paska pilkada. Padahal kita punya semboyan “Ita Esa”(kita satu). Sisa waktu beberapa hari ke depan ini hendaknya kita menciptakan iklim yang baik. Hentikan intimidasi karena kita semua bersaudara,” harap Nunuhitu.
Memasuki masa tenang pilkada, Pdt. Mery mengajak para calon untuk berdoa dan berpuasa memohon kehendak Tuhan.
“Memasuki minggu tenang kami minta Bapak-Ibu untuk berdoa dan berpuasa dengan istri atau suami masing-masing. Mintalah Tuhan menolong dalam proses ini dan biarlah kehendak-Nya jadi dalam hidupmu.”***