19 Warga Kristen Mualaf di Amanuban Timur dan Sikap MS GMIT

Foto:Pertemuan MS. GMIT dengan pemerintah dan pemuka agama Islam di desa Mauleum,  Rabu, (2/8)

Kupang, www.sinodegmit.or.id, Viralnya berita di media sosial mengenai perpindahan 19 warga Kristen ke Muslim di Klasis Amanuban Timur mendorong Majelis Sinode (MS) GMIT bersama Majelis Klasis (MK) Amanuban Timur menggelar pertemuan dengan pemerintah dan pemuka agama Islam setempat.

Pertemuan berlangsung pada Selasa, (2/8) di kediaman salah satu tokoh Muslim di Oe Ue desa Mauleum.

Pertemuan ini dihadiri Pdt. Emy Sahertian dan Pdt. Daniel Nenotek (perwakilan dari MS GMIT) Pdt. Saneb Blegur (Ketua MK Amanuban Timur), Burhan Nogo (Ketua MUI Kecamatan), Zulkarnain Nobisa (Anggota DPRD Kabupaten TTS), Yulius Fallo (Camat), Zakarias Tkikhau (Kepala Desa Mauleum), Yehuda Nubatonis (Danposramil) Romo Maksi Amfotis dan sejumlah warga Kristen dan Islam.

Dalam pertemuan ini ustad Syarifudin Ridwan mengakui adanya kegiatan syahadat kepada 19 warga Kristen pada 22 dan 23 Juli 2018.

“Memang betul ada syahadat pada hari Senin malam tanggal 22 Juli. Semuannya 19 orang tapi yang hadir malam itu hanya 15 orang. Empatnya menyusul pada besok paginya (tanggal 23, red.). Syahadat dilaksanakan oleh Kiai Haji Dr. Achmad Annuri, MA, Ketua Pembina Dewan Dakwah Nasional,” ungkap Ridwan, ustad masjid Oe Ue, tempat dilangsungkannya syahadat.

Atas kejadian ini Ridwan meminta maaf kepada semua pihak. “Saya atas nama pribadi menyampaikan permintaaan maaf yang sebesar-besarnya kepada sinode GMIT, klasis dan semua kita yang dibuat sibuk karena berita yang kami muat di media sosial tentang syahadat,” ujarnya.

Ketua MUI Kecamatan Amanuban Timur juga menyayangkan tindakan ustad Ridwan yang tidak berkoordinasi dengan pihaknya terkait kegiatan syahadat ini. “Ada dua masalah dalam kejadian ini, satu, masa’ cuma syahadat saja orang Jakarta harus turun. Kita di sini juga bisa syahadat. Kedua, ketika ada orang luar masuk kenapa tidak lapor pemerintah setempat. Mudah-mudahan ke depan ini tidak terjadi lagi,” ujar Burhan.

Dari 19 warga Kristen itu, 16 di antaranya warga Protestan asal GMIT dan 3 warga Katolik. Dari jumlah tersebut 5 orang di antaranya berusia dewasa sedangkan 14 sisanya adalah anak-anak berusia 8 hingga 15 tahun. Semua anak bersekolah di Madrasah Ibtidaiyah Oe Ue.

Tindak lanjut dari pertemuan itu, Jumat (10/8), MS GMIT menggelar rapat internal bersama Ketua Majelis Klasis (KMK) Amanuban Timur Pdt. Saneb Blegur bersama 15 pendeta yang melayani di Klasis Amanuban Timur guna membahas hasil temuan di lapangan dan langkah-langkah konkret lanjutan.

Pertemuan yang dihadiri Ketua dan Wakil Sekretaris MS GMIT, Pdt. Dr. Mery Kolimon dan Pdt. Marselintje Ay-Touselak ini juga membahas upaya pemberdayaan ekonomi warga, bedah rumah, penempatan tenaga pelayan umum (pelum) dan pembenahan sekolah-sekolah GMIT di Amanuban Timur sebagai upaya antisipatif jangka panjang memperkuat kemandirian warga.

Foto bersama orang tua, Irin Purnama Laisbuke (12) mengenakan kaos biru, salah satu anak yang disyahadatkan dan telah dikembalikan ke gereja asalnya.

Mengingat 14 orang masih berusia anak-anak maka pihak GMIT berencana dalam waktu dekat akan bertemu Pemerintah Kabupaten Timor Tengah Selatan dan Forum Komunikasi Umat Beragama (FKUB) untuk membahas persoalan ini dari perspektif Undang-Undang Perlindungan Anak, Undang-Undang Penyiaran Agama, dan SKB Dua Menteri.

“Kita menghargai kebebasan beragama setiap orang namun ada rambu-rambu sebagaimana diatur dalam Undang-Undang, apalagi kegiatan ini melibatkan anak-anak di bawah umur maka Majelis Sinode segera berkoordinasi dengan pemerintah kabupaten TTS dan FKUB setempat untuk melihat apakah ada hak-hak anak yang dilanggar? Dan, secara internal kita juga akan mengevaluasi pelayanan gereja baik dari segi pengajaran iman Kristen maupun pemberdayaan ekonomi warga,” kata Pdt. Marselintje.

Ketua MK Amanuban Timur pada kesempatan ini juga melaporkan hasil pendekatan mereka dengan para orang tua yang anak-anaknya disyahadatkan. Karena itu pihaknya meminta dukungan jemaat-jemaat GMIT, terutama kesediaan menjadi orang tua asuh bagi anak-anak dari keluarga miskin yang saat ini telah kembali ke gereja asal dan anak-anak rentan lainnya.***

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *