Bahan PA untuk Kebaktian Minggu, 9 September 2018
Gambaran Umum Kitab Yeheskiel
Kitab Yehezkiel ditulis pada tahun-tahun awal pembuangan Israel di Babel (592-570 SM). Yehezkiel artinya “Allah menguatkan atau meneguhkan”.Ia lahir di Yehuda dan merupakan seorang putera keturunan Imam Busy (1:3) dan selama 25 tahun pertama hidupnya tinggal di Yerusalem. Yehezkiel sebenarnya sedang dipersiapkan untuk menjadi imam di Bait Suci Yerusalem namun kemudian diangkut dalam pembuangan di Babel tahun 597 SM bersama dengan Yoyakhin anak Yoyakim dan tinggal di kampung Tel-Abib dekat sungai Kobar atau Kanal Besar (1:1;3:15) sebelah Tenggara Babel.
Lima (5) tahun kemudian manakala berumur 30 Tahun, Yehezkiel menerima panggilan Allah sebagai nabi dan mendapat penglihatan tentang kejatuhan dan pemulihan bangsa Israel (Yeh 1:2-3).Yehezkiel terlibat dalam pelayanan kenabian selama 22 tahun dengan menyampaikan pesan-pesan Allah melalui metode perumpamaan, tindakan-tindakan simbolis dan ancaman-ancaman hukuman. Yehezkiel merupakan pribadi yang berkomitmen dalam melaksanakan mati panggilan tugas ke-nabian dalam kesetiaan sampai mati di tempat pembuangan yakni Babel.
Bila dicermati, Isi kitab ini terbagi atas dua bagian besar yakni :
- Pasal 1-33:Merupakan kumpulan nubuatan sang nabi yang berbicara tentang ancaman penghukuman Allah atas kelalaian Israel dan bangsa-bangsa karena ketidak-taatan dan ketidak-setiaan pada Allah. Dosa buat kemuliaan Allah hilang dari bait Allah dan akibatnya Yerusalem dikepung dan ditaklukkan Nebukadnezar raja Asyur tahun 587 SM.
- Pasal 34-48: Kumpulan nubuatan sang nabi tentang pengharapan Israel dan penglihatan tentang zaman yang baru saat pemulihan Allah terjadi. Belas-kasihan Allah terhadap sisa-sisa Israel di pembuangan menjadikan Allah bertindak untuk memulihkan dan menyelamatkan Israel dan kemuliaan Allah atas kerajaan Israel menjadi nyata. Nampak jelas bahwa di balik hukuman Allah ada keselamatan Allah bila ada penyesalan dan pertobatan.
- PENDALAMAN TEKS 45: 9-17
Pasal 45: 9-17 merupakan bagian dari penglihatan Nabi Yehezkiel di sekitar Bait Suci yang baru dimana Allah hadir dengan kemuliaan dan kehendak-Nya. Supaya kemuliaan dan kehendak Allah menjadi nyata, Yehezkiel ingatkan para pemimpin Israel terutama Raja-Raja Israel akan segala tanggungjawabnya dalam hal pengelolaan persembahan umat Israel (ay 16).
Seorang Raja, bagi bangsa Israel pada zaman dahulu merupakan sosok pemimpin yang penting dan menentukan serta mempengaruhi kehidupan umat Israel dalam menjalani hidup selaku umat pilihan Allah (selain imam dan nabi). Jika imam adalah juru bicara umat kepada Allah dan nabi adalah penyambung lidah Allah kepada umat, seorang raja Israel adalah juga orang yang dipilih rakyat/umat atas kehendak Allah yang memainkan peranan penting dalam ibadat Israel. Raja diurapi untuk memegang tumpuk pemerintahan atas nama umat dan harus menjalankan pemerintahan dengan penuh tanggungjawab. Bila sang raja berinteraksi dengan Allah secara baik, menjalankan tugas dengan penuh tanggungjawab, seluruh bangsa akan merasakan dampaknya (band. 2 Samuel 21:1).
Tugas raja adalah menjalankan keadilan, mengelola pemerintahan, masyarakat,militer maupuan sumberdaya alam untuk dikelola secara baik bagi tercapainya kesejahteraan dalam masyarakat. Karena raja adalah pemimpin maka cara hidup serta keputusan-keputusan yang diambil atau dilakukan harus menunjukkan sikap yang membawa orang kepada kebenaran atau keadilan yang Allah kehendaki.
Selain itu sebagai wakil bangsa yang telah dipilih, raja harus mempersembahkan korban (I Raja-raja 8 dan I Sam 10:1), bahkan bertanggungjawab atas segala bentuk korban dan pengolahan jenis –jenis korban persembahan untuk keselamatan dan pendamaian Israel, mengumpulkan bahan untuk pembangunan bait suci dan memerintahkan pembangunannnya. Ia berkuasa untuk mempengaruhi segala sesuatu yang dilakukan Israel berhubungan dengan ibadah. Begitu amat penting kedudukan dan peranan Raja membuat seluruh relasi umat dengan Tuhan dan sesama turut dipengaruhi oleh cara hidup dan perilaku seorang raja Israel.
Yehezkiel mengecam para Raja-raja Israel karena gagal memerankan citra diri sebagai pemimpin yang telah dipilih dan diurapi sebagaimana yang Allah kehendaki. Terjadi pemerasan atas hak-hak orang miskin dan lemah, aniaya, kecurangan takaran yang berdampak pada terciptanya ketidakadilan sosial. Praktik yang tidak adil, benar dan tidak jujur merajalela di pembuangan itu yang harus dihentikan. Kecurangan yang dimaksudkan disini terjadi bukan saja dalam ibadah tapi dalam rangka perdagangan.Tanah dan bahan-bahan untuk persembahan korban di bait suci yang semestinya berfungsi untuk pendamaian bagi umat Allah (ay 13-15;band. Im 1-5) dan semua kurban yang disalurkan melalui raja (16-17) diselewengkan karena keserakahan para raja.
Praktik ketidakadilan yang dikecam Yehezkiel itu nampak dalam permainan neraca, efa, bat dan syikal yakni alat-alat timbangan dan ukuran raja sebagai standar yang dikenal di Babel. Alat-alat timbangan ini terkadang dipermainkan secara curang atau serong dengan cara menaikkan atau menurunkan timbangan untuk menipu sesama disertai permainan harga demi mendatangkan keuntungan (Ul 25:13-15.Band. Mik 6:11;Ams 11:1;20:23; Padahal bagi bangsa Israel wajib hukumnya memegang timbangan, ukuran dan neraca yang benar (Yeh 45:10, band. Im 19:35-36).
Para Raja sebagai pemimpin pemerintahan mestinya bertanggungjawab agar hidup umat Allah mencerminkan kekudusan malah melakukan praktek curang, tidak adil dan jujur. Ritual keagamaan sebagai pilar penting dalam ibadah dan persembahan korban dinodai dengan praktek-praktek ketidakjujuran. Peran Raja sebagai pemimpin Israel yang mesti menjadi teladan hidup menjadi gagal.
Bagi Yehezkiel, peran para pemimpin terutama Raja Israel bukan untuk memeras rakyat melainkan mengupayakan kesejahteraan, menegakkan kebenaran atau keadilan demi menopang ibadah umat kepada Allah (ay 9); Tidak boleh ada kecurangan dalam hal mengatur persembahan. Seorang pemimpin haruslah mengelola persembahan untuk umat Israel datang kepada Allah (17). Seorang pemimpin bukan menjadi tuan yang berkuasa sewenang-wenang atas umat dan menjadi pusat perhatian umat. Sebab yang harus menjadi pusat perhatian umat adalah Allah yang selalu hadir dalam bait-Nya.
Dampak yang muncul dari cara hidup dan perilaku buruk dari kepemimpinan Raja telah melahirkan kesenjangan di bidang ekonomi dan menimbulkan persoalan di bidang keagamaan.
- Masyarakatnya menjadi pemberontak, cenderung menyembah berhala dan mudah dipengaruhi lingkungan kafir.
- Pajak bagi rakyat dibebani begitu tinggi yang pada akhirnya menjadikan rakyat tidak mampu berpartisipasi melalui pajak dan bahkan terusir dari tanahnya karena tidak bisa menikmati jerih-payahnya.
- Terdapat masyarakat Israel yang lain jadi buruh dan budak sementara yang lain hidup makmur.
- Beberapa orang kehilangan Iman pada Allah dan yang lain tetap setia dalam Iman kepada Allah. Sebagian umat meski hidup di negeri pembuangan tetap menaruh kekuatan dan mendapatkan penghiburan dari pemberitaan Yehezkiel. Mereka tetap mengutamakan puasa, hari sabat, sunat, doa dan pembacaan kitab suci dan pujian/penyembahan pada Allah.
Yehezkiel melalui teks ini memperkenalkan konsep pembaharuan hidup sebagai umat Allah baik kepada Raja selaku pemimpin yang mengelola segala bentuk persembahan dan upeti atau pajak maupun umat yang memberikan persembahan dan upeti untuk dikelola berdasarkan patokan dan standar hidup serta perilaku yang sesuai kebenaran atau keadilan Allah. Kebiasaan-kebiasaan buruk (praktik ketidak-adilan) di pembuangan harus ditinggalkan bila keadilan Allah ingin ditegakkan.
CATATAN APLIKASI
- Allah dalam Yesus Kristus adala kudus, benar dan adil. Sifat dan tidakan Allah ini harus jadi standar hidup dan perilaku orang-orang percaya dalam setiap aktifitas hidup. Kekudusan, kebenaran dan Keadilan Allah hanya dapat dijunjungtinggi dan ditegakkan bila bertitik tolak pada apa yang menjadi kehendak Allah bukan ukuran manusia.
- Umat Kristen harus memberi persembahan sebagai tanda ucapan syukur atas pemeliharaan Allah dan wujudnyata mendukung peribadatan kepada Allah. Sebagai warga masyarakat, umat Kristen juga wajib membayar pajak atau upeti kepada negara. Tanggungjawab pemimpin (gereja dan pemerintah) adalah mengelola secara baik, benar dan adil demi membangun kesejahteraan bersama. Dalam konteks kita upeti adalah pajak yang sudah diatur melalui sistem perpajakan yang memudahkan masyarakat menyalurkan kepada pemerintah untuk kembali disalurkan bagi membangun kesejahteraan bersama. Pemerintah diingatkan tidak lalim dan mengambil apa yang menjadi milik rakyat dengan cara yang tidak sepatut/sepantasnya. Nats ini menggambarkan hak rakyat atau orang lain tidak boleh dikurangi atau digelapkan dengan cara apapun untuk kepentingan diri. .
- Ibadah dan perilaku hidup haruslah berjalan seiring atau percaya kita pada Allah harus dinyatakan dalam perbuatan yang baik, benar atau adil. Karena itu semua perilaku hidup yang bertentangan dengan percaya pada Allah seperti perampasan hak-hak orang miskin dan lemah, kecuraangan, kekerasan, aniaya dan lain-lain tidak boleh mendapat tempat dalam hidup orang percaya..
- Gereja harus membangun kemitraan strategis dan kritis dalam rangka mengupayakan kebenaran,keadilan dan kesejahteraan dengan berlandaskan kehendak Allah.
- Warga GMIT patut mendoakan dan mendukung pemerintah baru NTT (gubernur dan wakil gubenur) yang berkomitmen melakukan moratorium semua jenis pertambangan di NTT. Melalui moratorium pertambangan diharapkan tercipta keadilan :
- Keadilan distribusi pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan dimana semua pihak berhak menikmati sumberdaya alam dan lingkungan yang ada
- Keadilan ekologis dimana manusia dan semua makhluk berhak hidup karena ekosistem alam terpelihara dengan baik
- Keadilan antar generasi dimana geenerasi sekarang tidak rakus mengeksploitasi dan mengkonsumsi habis sumberdaya alam dan lingkungan tanpa memperhatikan generasi yang akan datang
- Keadilan dalam hak pemilikan lahan dimana hak-hak ulayat masyarakat terhadap diakui dan dihormati
Jika keadilan ditegakkan akan ada pemulihan dan damai sejahtera dalam hidup. Demi kemuliaan-Nya.