Pemahaman Alkitab Yohanes 21:20-25

Pengantar

KUPANG, www.sinodegmit.or.id, Injil Yoh. pasal 21 menyajikan Yesus yang bangkit bersama para murid dalam tiga adegan berturut-turut yakni mujizat penangkapan ikan, soal mengasihi Yesus, menggembalakan domba dan mengikut Yesus, serta pertanyaan tentang murid terkasih.

Pdt. Jahja A. Millu, Sekbid Pemuda dan Kaum Bapak MS GMIT

Penulis menggunakan silogisme sebagai alat sastra. Premis mayornya ialah Yesus adalah TUHAN yang bangkit dari kematian. Premis minornya ialah Ia harus diikuti.

Melaui silogisme ini, Yesus hendak mengadvokasi perubahan dalam diri para murid-Nya. Mereka tidak hanya diajak untuk mempercayai kebangkitan Yesus, tetapi sekaligus dengan implikasinya yakni mengikut Dia, dengan kasih dan kepatuhan.

Penulis menggunakan dialog antara Yesus dengan Petrus untuk mengajak Petrus ke tingkat kasih yang baru kepada-Nya setelah penyangkalan, supaya ia bisa mengikut Yesus dengan benar, juga untuk menggembalakan domba Tuhan yang akan dipercayakan kepadanya.

Tafsiran Teks

Kata-kata Yesus kepada Petrus yang diulang 2 kali adalah “Ikutlah Aku!” (ay. 19 dan 22).

Ini sebenarnya bukan yang pertama bagi Petrus. Ia telah menjawab panggilan semacam itu pada permulaan pelayanan. Lalu mengapa Yesus mengulangi panggilan itu kepada Petrus? Pengulangan ini terjadi karena sementara Yesus ingin melakukan konfigurasi ulang terhadap model kasihnya, Petrus justru mengalihkan perhatiannya terhadap murid yang terkasih, dan bukannya belajar menghayati perkataan Yesus.

Perhatikan ayat 21: Ketika Petrus melihat murid itu, ia berkata kepada Yesus: “Tuhan, apakah yang akan terjadi dengan dia ini?”

Ini merupakan reaksi Petrus terhadap nasibnya sendiri sebagaimana dikatakan Yesus dalam ayat 19a:  “Dan hal ini dikatakan-Nya untuk menyatakan bagaimana Petrus akan mati”.

Petrus tidak ingin sendirian mengalami situasi itu dalam kaitannya dengan panggilan mengikut Yesus. Itu sebabnya ia bertanya tentang bagaimana nasib murid terkasih?

Karena itu, dalam perikop ini kita menyaksikan upaya Yesus untuk mengajak Petrus kembali pada pokok persoalan yakni tentang mengikut Dia.

Yesus mau menegaskan kepada Petrus bahwa setiap orang mengikuti-Nya dengan cara yang unik. Ini bukan tentang bagaimana orang lain melakukannya, tetapi terutama bagaimana anda mengikuti-Nya.

Yesus ingin mentransformasi motif pelayanan dan kehidupan Petrus. Transformasi itu hanya mungkin terjadi bila Petrus menyadari kekeliruannya saat penyaliban, bukan malah berfokus pada orang lain seperti murid terkasih. Menghadapi kelemahan Petrus, Yesus dengan setia dan sabar terus membaharui komitmennya dan para murid yang lain agar mereka dapat belajar lebih banyak tentang Kristus dan panggilannya.

Seperti dikatakan Wiarda dikutip Hoel (2008) bahwa Yohanes 21 berfokus pada Yesus yang menghadapi Petrus di setiap tahap imannya, menggugah cara pikirnya, serta menantangnya untuk membuat keputusan dan mengambil tindakan baru.

Hal berikut yang perlu diperhatikan adalah perkataan Yesus dalam ayat 22: “Jikalau Aku menghendaki, supaya ia tinggal hidup sampai Aku datang, itu bukan urusanmu. Tetapi engkau: ikutlah Aku.”

Ini berbicara lebih dari sekedar tindakan fisik mengikuti. Kata-kata ini merujuk pada hubungan abadi antara Yesus dan para murid (Hoel, 2008). Kalau Yesus menghendaki, murid-Nya akan tetap hidup. Resiko mengikut Yesus memang ada, malah mungkin membawa kita ke salib seperti Tuhan kita. Namun patut diingat bahwa Yesus tidak hanya mengajak kita untuk mengikut-Nya ke salib, tapi juga untuk menikmati kebangkitan-Nya yang mengalahkan salib.

Aplikasi

Pengalaman Petrus menunjukkan bahwa panggilan untuk mengikuti Yesus tetap disediakan sepanjang kehidupan seorang murid, bahkan di tengah kegagalan mereka.

Setiap kali murid dipanggil untuk mengikuti Yesus setelah kejatuhannya, makna baru tentang arti dan bagaimana seharusnya mengikut Yesus diajarkan kembali. Dalam bacaan ini, Yesus mengulangi pelajaran tentang bagaimana Petrus yang menyangkal harus mengasihi Dia. Melalui makna baru dalam setiap panggilan itu, murid ditantang untuk komitmen yang lebih dalam dan pengorbanan yang lebih besar.

Agar para murid yang menyangkal dapat kembali memiliki komitmen sebagai pengikut yang setia, Yesus mempraktekkan model kepemimpinan transformasional. Menurut Laurice McCabe, bacaan ini menunjukkan 4 ciri kepemimpinan transfornasional Yesus yakni: (a) kepemimpinan berbasis kasih (sebagaimana ditekankan ay. 15-19), (b) kepemimpinan restoratif (menerima kembali dan memperbaiki Petrus yang menyangkal), (c) kepemimpinan yang memelihara komitmen (tetap setia mengikut Yesus), dan (d) kepemimpinan untuk mencapai tujuan yang lebih utama (tidak mudah dipengaruhi oleh situasi atau kondisi orang lain, tetapi fokus pada tujuan utama yg Tuhan Yesus tetapkan).

Demikianlah seharusnya proses pemuridan dalam gereja sekarang. Ia mesti mengikuti dan menggunakan model Yesus ini sebagai dasar untuk melengkapi setiap pengikut dengan cara yang benar. Dengan demikian, pengikut merasakan dorongan dan dukungan dalam mengikut Yesus.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *