KUPANG, www.sinodegmit.or.id, Logo Sidang Sinode GMIT ke-34 dirancang untuk menampilkan pemahaman GMIT tentang tema sidang secara simbolik. Tema sidang: “Roh Tuhan menjadikan dan membaharui segenap ciptaan” (band. Mazm 104:30).
Melalui warna, tanda, dan lambang, logo ini ingin mengekspresikan pemahaman GMIT tentang spirit yg mendukung pelayanannya di periode 2020-2023.
1. Warna
Merah dan kuning: lambang api Roh Kudus. Dalam Kisah Para Rasul 2, kita membaca bahwa pada hari Pentakosta Roh Kudus turun dan orang percaya yang berkumpul melihat lidah-lidah seperti nyala api yang bertebaran dan hinggap pada mereka. Doa kita di persidangan ini adalah agar api Roh Kudus itu turun atas kita memimpin seluruh persidangan dalam Roh dan kebenaran. Roh Tuhan juga kiranya memimpin kita sepanjang periode pelayanan 2020-2023.
Hijau: simbol kehidupan. Mazmur 104:30 menekankan karya Roh Kudus sebagai pencipta: “Apabila Engkau mengirim roh-Mu, mereka tercipta, dan Engkau membaharui muka bumi”. Mazmur 104 secara umum berbicara tentang karya Roh Kudus dalam segala ciptaan. Warna hijau menunjukkan pada kehidupan segenap tumbuhan sebagai yang juga menerima daya hidup dari karya Roh Kudus.
Biru: melambangkan air dan langit. Simbol ini hendak menegaskan bahwa seluruh ciptaan, termasuk air dan angkasa ada karena kuasa Roh Allah.
Coklat: simbol tanah. Demikian pula tanah tercipta dan mendapat harapan untuk terus diperbarui oleh kuasa Roh Kudus.
2. Simbol-simbol
Perbukitan coklat: simbol tanah Timor yang kering. Kita bersidang kali ini di Kota Kupang yang terletak di Pulau Timor. Kita bersidang pula pada puncak musim kemarau di pulau ini. Bukit coklat dalam logo ini menggambarkan tanah dan bukit-bukit di Pulau Timor dan di pulau-pulau lain di NTT dan NTB yang sedang ada di puncak kemarau. Pulau-pulau kita rentan pada ancaman kekeringan. Di atas tanah, bukit dan segenap ciptaan di seluruh wilayah GMIT, Roh Allah berkarya membawa harapan untuk penciptaan (kembali) dan pembaruan menuju visi Kerajaan Allah utk perdamaian, keadilan, dan keutuhan ciptaan.
Lingkaran berbentuk burung: melambangkan bumi dan keutuhan ciptaan yang dipelihara oleh Roh Tuhan. Bumi ini ada karena karya Roh Tuhan. Allah tidak akan gagal untuk memelihara ciptaanNya. Bumi ini dipelukNya, semesta dijaga dalam kasih dan anugerahNya.
Burung merpati yang terbang: Roh Kudus yang bergerak membawa kehidupan dan pembaruan. Karya Roh Tuhan bukan karya yang statis, melainkan dinamis, terus begerak menuju ke visi Kerajaan Allah. Gereja yang dituntun Roh Tuhan tak boleh diam. Gereja prlu terus brgerak brsama Roh Tuhan yang menuntunnya menuju masa depan yang Tuhan kehendaki, menjangkau yang sakit, mendampingi yang lemah, memulihkan yang jatuh, merangkul yang tersisih, menegur yang melakukan kejahatan, memberi harapan pada yang putus asa, meneguhkan yang bertobat.
Pohon sekaligus manusia: melambangkan kesatuan ekosistem antara manusia, pohon, dan air. Mazmur 104 menekankan kesatuan manusia dan segenap ciptaan yang lain. Baik manusia maupun semua ciptaan yang lain menerima kehidupan dari Roh Allah. Kelestarian kehidupan di bumi tergantung pada kesediaan manusia dan semua ciptaan yang lain untuk saling mendukung. Manusia sebagai makhluk yang diciptakan dengan akal budi memiliki tanggung-jawab untuk memelihara kelestarian hidup bersama.
Tunas di mulut merpati: melambangkan harapan. Dalam kisah penghukuman bumi oleh air bah, burung merpati yang dikirim Nuh kembali dengan membawa sehelai daun zaitun yang segar di paruhnya (Kej. 8:10-11). Tunas pohon adalah lambang kehidupan yang diciptakan kembali setelah masa penghakiman. Dalam karya Roh Kudus, penghukuman diberikan kepada mereka yang tegar tengkuk, namun harapan selalu ada untuk pemulihan dan pembaharuan.
3. Keseluruhan makna dari symbol-simbol itu menyatu dalam Tema Sidang: “Roh Kudus Menjadikan dan Membaharui Segenap Ciptaan”. ***