KUPANG, www.sinodegmit.or.id, Dunia tiba-tiba dikejutkan oleh pandemik virus Corona yg mengancam kehidupan manusia. Wabah Corona disebabkan oleh jenis virus yang baru sehingga belum ada vaksin dan obatnya. Padahal sudah terbukti bahwa virus Corona berkemampuan menyebabkan kematian dengan cepat. Gejala orang terinfeksi virus Corona antara lain flu, batuk, dan demam. Virus Corona mudah menyerang orang dengan kekebalan tubuh yang rendah.
Pada tanggal 11 Maret 2020, Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization/ WHO) mengumumkan situasi pandemik Corona, menyusul ditemukannya 118.000 kasus korona di lebih dari 110 negara dan beresiko semakin menyebar luas. Angka kesakitan dan kematian meluas ke segala penjuru dunia dalam waktu yang sangat cepat dan menimbulkan kecemasan terhadap warga bumi. Data kompas.com menyebutkan bahwa hingga tanggal 19 Maret 2020 sebanyak 8.732 orang yang telah meninggal akibat serangan virus ini. 122.849 oang yang sedang dirawat. Di Indonesia, kasus wabah Corona berkembang sangat cepat. Kasus Corona terus meningkat dari hari ke hari. Dalam waktu 17 hari sejak kasus pertama ditemukan pada tanggal 2 Maret 2020, media berita CNN pada tanggal 19 Maret 2020 mencatat telah terjadi 309 kasus Corona di Indonesia dengan 25 orang meninggal dan 15 pasien yang telah sembuh. Perkembangan data ini menunjukkan bahwa wabah virus Corona sedang menyebar dari orang ke orang secara cepat di seluruh dunia.
Pemerintah Indonesia telah menetapkan status keadaan darurat bencana nasional akibat virus Corona. Dengan itu ada keseriusan membangun kesiapsiagaan tenaga medis dan fasilitas kesehatan termasuk anggaran, pembentukan satuan tugas dan kebijakan mitigasi, termasuk melakukan pembatasan gerak penduduk dan pembatasan kegiatan yang mengumpulkan orang dalam jumlah banyak, mendorong masyarakat agar melakukan aktivitas di rumah masing-masing.
Menghadapi situasi pandemi, kita harus membangun optimisme bahwa virus Corona bisa dilawan secara bersama, termasuk melawan cukup banyak hoaks yang menakutkan. Kita bersyukur bahwa pemerintah telah mengeluarkan beberapa protokol (tata acara) menekan penyebaran wabah Corona. Betapa baiknya kalau semua masyarakat dapat terlibat bersama-sama sebagai komunitas yang utuh dan aktif sesuai bidang tugas masing-masing.
Tafsir Teks
Teks menyebutkan bahwa pada saat Yudas melihat Yesus dihukum mati, ia mendatangi para imam kepala dan tua-tua untuk mengatakan tentang penyesalannya. Ia berkata kepada mereka, “Aku telah berdosa karena menyerahkan darah orang yang tak bersalah” (ay. 4). Kepergian Yudas kepada para imam kepala dan tua-tua menegaskan dua hal kapada kita sebagai para pembaca. Pertama, kematian Yesus terjadi karena permufakatan jahat (konspirasi) di antara Yudas dan para imam kepala serta tua-tua. Jadi, ada kejahatan bersama untuk menghilangkan nyawa Yesus.
Para imam kepala dan tua-tua adalah kaum elit dalam sistem agama Yahudi waktu itu. Publik tidak mungkin percaya jika hanya Yudas yang mengatakan bahwa kaum elit agama itu terlibat dalam konspirasi. Sebaliknya, lebih bisa diterima kalau dikatakan bahwa Yudas yang mengarang cerita untuk menyeret mereka dalam pusaran kasus kematian Yesus. Dengan demikian, ungkapan “Apa urusan kami dengan itu?” bisa jadi merupakan siasat sebuah lembaga keagamaan untuk menghindari diri dari tuduhan atas keterlibatannya terhadap suatu kesalahan yang mengakibatkan nyawa seseorang melayang.
Kedua, Yudas menyadari bahwa Yesus tidak bersalah. Tindakan eksekusi mati dengan cara salib yang ditimpakan atas Yesus tidak punya dasar hukum yang sah. Sesungguhnya Yesus tidak punya kesalahan apa-apa. Yudas tahu bahwa ia yang bersalah, yang telah menyebabkan Tuhan Yesus dikorbankan oleh permufakatan jahat. Jika demikian, ia menghadap imam-imam kepala di Bait Allah dalam rangka ritual mengaku dosa. Menurut Ulangan 19:15-21, para imam seharusnya memeriksa laporan Yudas dengan menghadirkan saksi. Padahal para imam kepala itu yang telah menyuap Yudas, sehingga secara tanggung jawab hukum mereka layak menjadi saksi kunci dalam kasus ini. Dan hukuman yang pantas untuk orang-orang yang terlibat dalam penumpahan darah orang yang tak bersalah ialah hukuman mati. Hukuman mati akan merusak reputasi pribadi, keluarga dan sistem Bait Allah. Para imam dan tua-tua itu menolak dihukum mati, tetapi Yudas memilih langkah yang berbeda. Ketika para imam kepala tidak memproses pengakuan dosanya, Yudas menghukum mati dirinya sendiri. Yudas bunuh diri.
Dalam pandangan agama Yahudi, penumpahan darah orang yang tak bersalah termasuk jenis kejahatan yang paling buruk. Allah sendiri yang akan menghukum orang yang menyebabkan penumpahan darah terhadap orang yang tak bersalah. Ulangan 27:25 berkata, “Terkutuklah orang yang menerima suap untuk membunuh seseorang yang tidak bersalah.” Selain itu, seperti yang pandangan Derret, yang dikutip Nortje (1994:42-45) bahwa kejahatan paling serius di Israel adalah ketika seorang Yahudi, entah ia benar atau berdosa, diserahkan ke dalam kekuasaan penguasa non Yahudi (baik penindas maupun bukan), dengan maksud untuk membunuh atau menghilangkan harta miliknya. Padahal, ketika Pilatus sebagai penguasa non Yahudi memutuskan bahwa Yesus (seorang Yahudi) tidak bersalah, para imam kepala dan ahli Taurat justru menghasut orang banyak untuk mengatakan “Biarlah darahNya ditanggungkan atas kami dan anak-anak kami (Mat.27:24-25).
Cerita tentang Yudas ini bukan saja buruk bagi dirinya sendiri, namun sekaligus menampar sistem Bait Allah dan perilaku para elit agama, dalam hal ini para imam dan tua-tua Yahudi. Bahwa kaum yang mengklaim diri sebagai penjaga kekudusan Israel ternyata bersekongkol untuk menumpahkan darah orang yang tak bersalah.
Satu hal lain yang tak kalah buruknya ialah tentang kasus uang suap yang diberikan kepada Yudas oleh para imam kepala dan tua-tua. Pada perikop ini uang, yang digunakan untuk menyogok Yudas guna menangkap Yesus, itu tidak dipermasalahkan. Besar kemungkinan itu adalah uang dari kas Bait Allah. Manakala Yudas ingin mengembalikan uang sogok tersebut, para imam menganggap itu sebagai uang darah. Ketika uang kas Bait Allah dipakai untuk menyuap, hal itu tidak dipermasalahkan. Namun ketika uang suap itu dikembalikan karena Yudas menyesali perbuatannya, uang itu sudah dianggap najis. Itu uang darah. Tidak boleh dimasukkan dalam peti persembahan. Sadar atau tidak, tindakan para imam ini membuka kedok perbuatan jahat mereka, menyogok Yudas.
Seharusnya cerita penyesalan Yudas, di samping menimbulkan rasa bersalah dalam diri para pemimpin agama ini, juga menelanjangi kelemahan fatal pada sistem Bait Allah yang mereka wakili. Dari aspek analisa social, pilihan bunuh diri Yudas adalah teguran bagi kejahatan dan kelicikan dari para imam kepala dan tua-tua selaku pihak yang ikut terlibat dalam konspirasi pembunuhan Yesus (Whelan, 1993:505-522). Sayangnya, bahkan ketika darah orang telah tertumpah pun, tidak ada pihak yang merasa perlu melakukan perubahan.
Cerita selanjutnya mengenai upaya para imam kepala dan tua-tua Yahudi itu menutupi kesalahannya di mata publik. Mereka bersepakat memakai uang suap yang dikembalikan Yudas itu untuk membeli sebidang tanah yang diperuntukkan sebagai pekuburan orang asing. Selama ini orang asing tidak punya tempat pemakaman di Yerusalem sehingga jenazah mereka dimakamkan di luar kota Yerusalem. Kali ini mereka coba menarik perhatian orang-orang asing dengan menyiapkan tempat pemakaman buat mereka. Dengan demikian mereka menumpahkan darah dua orang Yahudi, Yesus dan Yudas, lalu menutupi kesalahan mereka itu dengan kebaikan terhadap orang-orang asing.
Penerapan
Dalam konteks kemiskinan di NTT, virus Corona akan mudah menyebabkan risiko kematian karena tingginya angka sakit paru-paru, malaria, demam berdarah dan hepatitis. Virus korona mudah menyerang orang dengan kekebalan tubuh yang rendah. Hal itu berbanding lurus dengan kondisi kemiskinan dan gizi keluarga yang sangat rendah di NTT. Keterbatasan fasilitas kesehatan, dimana hanya ada 3 rumah sakit sebagai rujukan, yaitu RSU W.Z. Yohanes Kupang, RSUD T.C. Hillers Maumere dan RSUD Komodo Labuan Bajo. Keadaan ini sangat menyulitkan penanganan korban pada begitu banyak pulau-pulau NTT. Sesungguhnya, ketiga rumah sakit itu pun memiliki fasilitas ruangan yang terbatas sehingga akan menyulitkan penanganan korban jika ternyata pasiennya membludak. Dalam konteks pandemic Corona, gereja sebagai agen keselamatan tidak boleh membiarkan manusia terbunuh oleh kekejaman virus Corona.
Berdasarkan protokol pemerintah, pencegahan dan penanganan wabah Corona dilakukan dengan cara merenggangkan jarak sosial (social distancing). Ruang penularan virus ini dipersempit jika kita membatasi pertemuan dengan orang lain di luar rumah kita masing-masing. Makanya kita perlu melakukan “Belajar di rumah, bekerja di rumah dan beribadah di rumah”.
“Beribadah di rumah” merupakan cara yang dapat dilakukan untuk mencegah penularan virus Corona. “Beribadah di rumah” tidak sama dengan meniadakan ibadah. Toh, rumah adalah miniatur gereja. Ketika orang Israel dibuang oleh Tuhan Allah ke Babel, mereka tidak dapat beribadah di Bait Allah Yerusalem. Tuhan berkenan atas ibadah yang kita lakukan di rumah kita masing-masing. Pada masa krisis seperti ini, “beribadah di rumah” adalah tanda kesetiaan umat kepada Allah. “Beribadah di rumah” dalam situasi krisis adalah tanda umat merawat kemanusiaan dan kehidupan yang merupakan karunia Allah semata-mata.
Manusia diciptakan Allah sebagai makhluk yang rapuh, ia dapat terbunuh oleh kejahatan, kealpaan dan kekeliruan sesamanya. Manusia juga dapat dengan mudah dibunuh oleh virus Corona, apalagi bila sistem keagamaan dan kemasyarakatan gagal melindunginya. Kita bisa “beribadah di rumah” selama masa krisis dalam rangka memelihara kemanusiaan kita yang rapuh untuk menyukuri kasih Allah yang tangguh, yang dapat menuntun kita keluar dari krisis pandemic Corona.
Yudas, para imam kepala dan tua-tua telah melakukan kesalahan bersama yang menyebabkan Yesus yang tak bersalah mati mengenaskan di salib. Dalam hal ini, Tuhan Yesus menjadi korban dari suatu konspirasi jahat yang menyebabkan-Nya terbunuh. Kematian Yesus merupakan akibat dari kesalahan seorang murid-Nya yang keras kepala. Sekaligus akibat dari ketegaran hati para pemimpin agama yang sewenang-wenang terhadap tugas mereka sebagai penjaga kemaslahatan umat. Sistem yang longgar memungkinkan para elit di Bait Allah melakukan kesalahan yang berakibat fatal, menukar nyawa 2 orang saudara sebangsa dengan sekedar sebuah lahan pekuburan bagi orang-orang asing. Matius menulis dalam perikop kita bahwa penyesalan Yudas tak ada gunanya. Sampai pada saat dimana Tuhan Yesus telah dihukum mati dan Yudas sudah bunuh diri, tetapi kesalahan para pemimpin dan kelemahan sistem tata kelola keuangan Bait Allah tidak kunjung diperbaiki. Kita perlu berhati-hati, jangan sampai kesalahan tertentu berujung kematian saudara sendiri.
Gereja akan dianggap bersalah, bila tidak melindungi kaum rentan dari ancaman kekejaman virus Corona yang sedang mengganas. Allah memanggil kita untuk hidup dalam persekutuan yang bersaksi dan melayani, beribadah dan menatalayani bersama-sama, di masa krisis sekali pun. Bahkan ketika kita harus beribadah di rumah kita masing-masing, kiranya kita tetap menjadi persekutuan sejati milik Tuhan. Persekutuan yang tetap setia pada panggilan sebagai hamba Tuhan, dimana sumbu yang pudar nyalanya tidak akan dipadamkannya dan buluh yang patah terkulai tidak akan diputuskannya. Kiranya Gereja menjadi persekutuan yang melindungi umat dari kekejaman virus Corona.
Mari kita memaknai “beribadah di rumah” yang akan kita lakukan selama masa krisis ini, sebagai kesempatan memperkuat persekutuan gereja dan bangsa kita ini dari dalam keluarga kita masing-masing. Kita dapat memanfaatkan kesempatan ini untuk membangun keintiman relasi di dalam keluarga dan mengaktifkan ibadah keluarga di setiap rumah tangga sambil terus mendoakan bangsa dan pemerintah dalam upaya penangan pandemi Corona. ***