KUPANG, www.sinodegmit.or.id, Penerapan kebijakan new normal di tengah meningkatnya kurva penularan Covid-19 di NTT, menuntut perhatian ekstra lembaga-lembaga keagamaan khususnya Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT).
Peringatan ini disampaikan Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinkes Provinsi NTT, drg. Iien Adriany, M.Kes dalam webinar bertema “GMIT Memasuki New Normal di Tengah Pandemi Covid-19” yang diselenggarakan Majelis Sinode (MS) GMIT, Kamis, (4/6).
Menurutnya, NTT saat ini sedang menuju puncak kurva pandemi baik dari aspek peningkatan kasus, sebaran wilayah maupun distribusi dalam kelompok umur. Dari total 99 pasien positif (data: 2 Juni), lebih dari 20 orang diantaranya berusia anak. Hal ini menuntut kewaspadaan ekstra gereja.
“Di tempat lain kasus anak itu rendah, namun di NTT dan Indonesia umumnya cukup tinggi. Ini menjadi perhatian kita bersama karena saya rasa GMIT tidak urus gereja saja. Ada juga sekolah-sekolah yang dimiliki oleh GMIT dan pelayanan sekolah minggu,” kata drg. Iien.
Sementara dari segi indeks penularan, dijelaskan bahwa saat ini angka RO atau angka potensi penularan dari seseorang kepada orang lain di NTT berada di posisi 3 atau lebih tinggi dari angka rata-rata nasional sebesar 2,5. Oleh karena itu mewakili Dinas Kesehatan NTT, ia meminta gereja tidak boleh main-main dalam melaksanakan protokol kesehatan.
Peringatan serupa juga ditegaskan oleh narasumber lainnya, Dr. Ludji Riwu Kaho, dosen dari Universitas Nusa Cendana yang juga Ketua Seksi Kajian Kebijakan pada Tim Tanggap Bencana Covid MS GMIT.
Menurutnya, pola trend penambahan kasus positif Covid-19 di NTT bersifat acak. Dengan demikian secara statistik gejala ini dapat dimaknai sebagai tidak cukup data untuk mengatakan bahwa trend di NTT menaik atau menurun. Oleh karena itu ia meminta GMIT menjalankan protokol global (WHO) dan Nasional sembari menganalisis dan merencanakan model pelayanan sesuai dengan analisis risiko.
Sedangkan dari sisi ekonomi, tantangan terbesar pemerintah provinsi NTT saat ini kata Kepala Bappelitbangda Provinsi NTT, Lecky Frederich Koli, adalah merosotnya pertumbuhan ekonomi NTT akibat pandemi ini. Triwulan I tahun 2020 hanya tumbuh senilai 2,84% dibanding triwulan IV tahun 2019 sebesar 5,32%. Trend penurunan ini juga terjadi pada investasi, konsumsi rumah tangga, net impor, perdagangan, produksi pertanian, dan lain-lain.
Indikator-indikator inilah yang mendasari pemerintah untuk mengambil kebijakan penerapan new normal secara bertahap dengan tetap memperhatikan prokotol kesehatan, kata anggota MS GMIT bidang ekonomi ini.
Pada kesempatan yang sama, Pdt. Jakcy Manuputty, Sekretaris Umum PGI, mengatakan bahwa panggilan utama gereja di tengah pandemi ini adalah membela dan merawat kehidupan. Hal ini menurutnya berakar pada pengakuan bahwa Allah, adalah Allah kehidupan sebagaimana kata Yesus ‘Aku datang supaya kamu memiliki hidup, dan memilikinya dalam segala kelimpahan’ (Yoh 10:10b).
Pengakuan ini menuntun gereja untuk memelihara hidup dengan penuh kasih (Yoh 3:16), bukan sebaliknya mengancam kehidupan.
Bukti komitmen dan solidaritas umat Kristen pada kehidupan, lanjut Pdt. Jacky, tercatat dalam sejarah gereja misalnya pada masa terjadinya wabah Antonine dan Siprianus yang melanda kota Roma tahun 165-180 Masehi. Konon, pada waktu itu orang-orang Kristen mengambil peran berbahaya dengan merawat orang-orang sakit. Sikap caritas ini diduga memicu ledakan pertumbuhan kekristenan.
Komitmen yang sama terus dihidupi umat Kristen sepanjang sejarah termasuk pada abad ke-14 ketika Eropa dilanda wabah Pes (bubonic plague).
Pada 1527, ketika wabah pes melanda Wittenberg-Jerman, profesor teologi dan pendiri gerakan Protestan Martin Luther menolak panggilan untuk melarikan diri dari kota dan melindungi dirinya sendiri. Sebaliknya, ia tetap tinggal dan melayani orang sakit.
Penolakan untuk melarikan diri tersebut telah mengorbankan putrinya Elizabeth. Namun, pengorbanan itu juga menghasilkan risalah, “Whether Christians Should Flee the Plague”. Dalam risalah ini Luther menuturkan secara jelas respon umat Kristen terhadap epidemi. “Kita mati di pos-pos kita. Para dokter Kristen tidak dapat meninggalkan rumah sakit mereka, gubernur Kristen tidak dapat meninggalkan distrik mereka, para pendeta Kristen tidak dapat meninggalkan jemaat mereka.”
Belajar dari sejarah gereja tersebut, Pdt. Jacky mengharapkan Gereja terus berdiri menjaga dan merawat kehidupan bersama, selama pandemi termasuk ketika gereja memasuki new normal.
“Hidup dalam kenormalan baru/new normal adalah soal adaptasi terhadap gaya hidup, bukan perubahan terhadap panggilan Kristiani dalam pemeliharaan kehidupan,” tutup Pdt. Jacky. ***