Iman Diwujudkan Dalam Tanggungjawab (Matius 15:21-28) – Pdt. Gusti Menoh

Pdt. Gusti Menoh

Kupang, www.sinodegmit.or.id, Thomas Groome, ahli pendidikan agama Kristen Amerika mengatakan bahwa ada tiga unsur penting dari iman, yaitu believing, trusting, dan doing.

Pertama, iman mengasumsikan percaya pada sesuatu yang diyakini benar. Believing berarti mempercayai Allah dan firman-Nya sebagai kebenaran. Dalam iman, kita percaya sepenuhnya bahwa Allah itu Maha Kuasa dan Maha Kasih. Kedua, iman mengandaikan penyerahan diri pada yang dipercayai sebagai benar itu. Trusting berarti mempercayakan diri pada sosok yang benar, dalam hal ini Kristus. Memiliki iman bukan sekedar mempercayai sejumlah doktrin, tetapi juga mempercayakan diri kepada sosok yang dipercayai, karena yakin bahwa memang IA sanggup menolong kita dalam segala hal. Ketiga, iman mensyaratkan tindakan (doing). Beriman berarti melakukan apa yang diperintahkan dalam iman itu, yaitu hal-hal yang benar. Jadi iman itu bukan semata-mata belief dan trust, tapi juga melakukan (doing) apa yang diimani. Ketiga aspek iman ini nampak dalam diri perempuan Kanaan itu.

Penjelasan Teks

Serangan orang-orang Farisi secara bertubi-tubi terhadap Yesus membuat-Nya menyingkir sementara dari negeri bangsa Yahudi. Ia pergi ke Tirus dan Sidon, dua kota yang masih merupakan bagian dari Galilea. Di sana Yesus tidak mengajar di muka umum, namun perbuatan-perbuatan-Nya yang ajaib sudah tersiar di luar negeri. Itulah sebabnya ketika perempuan Kanaan itu mengetahui Yesus ada di kampungnya, ia segera mendatangi-Nya untuk memohon pertolongan. Matius menyebutnya perempuan Kanaan. Dengan istilah “perempuan Kanaan”, sesungguhnya Matius menekankan perbedaan di antara orang Israel dan orang kafir di sekitar mereka, yang adalah hal yang lumrah dalam Perjanjian Lama.

Perempuan itu berseru kepada Yesus minta tolong, sebab anaknya kerasukan setan. Itu berarti perempuan itu percaya (belief) segala sesuatu yang didengarnya tentang Yesus, bahwa IA adalah mesias, Tuhan dan juruselamat. Dan oleh karena itu, ia mau mempercayakan (trust) keselamatan anaknya pada Yesus.

Tetapi Yesus berjalan terus, seolah tak peduli. Yesus malah mengatakan bahwa Ia diutus hanya kepada domba yang hilang dari umat Israel. Tentu ini tidak berarti keselamatan yang dibawa Yesus hanya diperuntukkan bagi umat Israel. Yesus mau mengatakan bahwa selama Ia hidup di dunia ini, Ia diutus Allah hanya untuk mencari domba-domba yang sesat dari umat Israel saja. Nanti setelah kebangkitan-Nya, Ia akan mengutus para murid-Nya untuk menjangkau bangsa-bangsa lain.

Ternyata perempuan Kanaan itu tidak menyerah. Imannya tidak melemah. Cintanya yang kuat terhadap anaknya, membuatnya terus berupaya untuk mendapat pertolongan Yesus. Ia bertelut di hadapan Yesus, menyembah Dia dan minta tolong. Tindakan ini membuktikan bahwa perempuan ini sungguh-sungguh menaruh kepercayaan penuh (trust) pada pertolongan Yesus bagi keselamatan anaknya. Tetapi Yesus menerangkan bahwa tidak patut mengambil roti yang disediakan bagi anak-anak dan diberikan kepada anjing. Pola pikir bangsa yahudi, yang memilah diri mereka sebagai anak-anak, dan bangsa kafir sebagai anjing ditekankan oleh Matius di sini. Muncul pertanyaan, apakah Yesus sedang menjadi rasis? Sesungguhnya tidak. Merujuk pada bahasa Yunani yang dipakai, kata anjing di sini adalah “kunarion”, yaitu anjing kecil, piaraan di rumah, bukan anjing liar, yang suka menyerobot ke rumah orang lain untuk mencari makan. Dengan demikian Yesus tidak sedang menghina perempuan Kanaan itu.

Yesus hanya ingin menguji sejauhmana iman perempuan itu pada-Nya. Apakah ia sebagai bangsa kafir, benar-benar percaya pada kemahakuasaan dan kasih Yesus yang besar? Terbukti perempuan Kanaan itu terus meminta pertolongan Tuhan. Ia mengatakan bahwa anjing pun makan remah-remah yang jatuh dari meja. Yesus heran dengan iman perempuan itu, yaitu iman yang melampaui rintangan-rintangan. Di sini nampak bahwa perempuan itu rela melakukan apapun, demi kesembuhan anaknya. Di sini iman nampak sebagai perbuatan (doing). Kisah ini memberi kesaksian, bahwa walaupun perempuan itu bangsa kafir, namun ia mau percaya pada Yesus sebagai sosok penyelamat, lalu merendahkan diri, menyembah-Nya, dan memohon belas kasih-Nya. Ia percaya pada kuasa dan kasih Yesus yang tak terbatas.

Imannya yang kuat pada Yesus sebagai sang penolong membuat perempuan Kanaan itu rela menerobos tembok pemisah antara dirinya dan Yesus sebagai orang Yahudi. Dan atas keberanian perempuan itu, Yesus akhirnya menyembuhkan anak perempuannya yang kerasukan setan dari kejauhan. Iman yang besar dari perempuan itu membuat Yesus akhirnya menyatakan kuasa dan kasih-Nya, yang menembus ruang dan waktu, suku dan bangsa. Perempuan Kanaan ini menjadi teladan iman. Kepercayaan perempuan itu tidak menjadi lemah waktu ia tidak menerima pertolongan secara langsung. Meskipun ia menunggu lama dan menemukan banyak rintangan, ia terus berusaha untuk mendapatkan pertolongan bagi anaknya. Tujuan perempuan itu adalah kebaikan anaknya. Dengan jalan itu, ia menjadi teladan dalam hal tanggung jawab atas anak-anak. Walaupun ada tembok pemisah antara dirinya sebagai bangsa kafir dengan Yesus yang adalah orang Yahudi,  ia menerobos hambatan itu demi anaknya. Anak perempuannya. Ia beriman kepada Yesus walaupun ia kafir, dan mempercayakan anaknya kepada Yesus, dan rela melakukan apa pun.

Penutup

Dewasa ini banyak orang tua terlihat aneh dalam mengurusi anak-anaknya. Ketika anak-anaknya sakit, bukannya masuk ke kamar dan berdoa sungguh-sungguh, atau membawa mereka ke dokter, tetapi hanya mengutarakan untaian doanya melalui FB/media daring lainnya.  Kalau di kampung, pada saat anak-anak sakit, ada orang tua yang bukannya pergi kepada pendeta untuk berdoa, tetapi mereka segera lari ke dukun, atau tim doa. Mereka mengira dukun atau tim doa yang memberi kesembuhan, dan bukannya Yesus.

Iman mereka kepada Yesus hanya tiba pada believing (percaya di permukaan), tidak tiba pada trusting (mempercayakan hidup) dan doing (melakukan kehendak Tuhan). Ketika anak-anak kesulitan belajar, bukannya orang tua mendampingi mereka, tetapi hanya curhat melalui FB/medsos lainnya. Kita dapati banyak ungkapan doa dan curhat yang diungkapkan di media sosial, entah sungguh-sungguh atau hanya pamer.

Iman menuntut tanggung jawab. Tanggung jawab itu menyangkut seluruh aspek kehidupan anak-anak. Manusia itu kompleks: ada aspek jasmani, rohani, fisik, psikis, kejiwaan. Orang tua bertanggung jawab atas seluruh aspek kebutuhan anak-anak: jasmani, pendidikan, kesehatan, perkembangan moral dan iman mereka. Artinya, setiap orang tua yang beriman, mesti sungguh-sungguh memperhatikan seluruh kebutuhan anaknya.

Orang tua mesti mendoakan kehidupan anak-anak, studi mereka, masa depannya, jodohnya, tetapi juga mesti menyediakan kebutuhannya, mengusahakan gizinya, kesejahteraannya, pendidikannya, kesehatannya, dan lain-lainnya. Konkretnya, orang tua mesti bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan mereka, menyekolahkan mereka, tetapi juga mesti membimbing mereka menjadi anak-anak yang beriman dan bermoral.

Dewasa ini, banyak orang tua hanya berjuang memenuhi kebutuhan material anak-anak. Apa pun yang dibutuhkan anak, segera terpenuhi. Tetapi mereka lalai membantu anak-anak untuk mengenal Allah. Orang tua tidak lagi punya waktu untuk berdoa bersama anak-anak, membaca firman Tuhan secara bersama, atau beribadah bersama.  Akibatnya anak-anak kehilangan pendidikan iman dalam keluarga. Mereka dirampas oleh dunia melalui arus informasi yang pesat di dalam media daring. Anak-anak menghabiskan waktu mereka untuk bermain gadget dan sebagai akibat, karakter mereka dibentuk oleh apa yang mereka terima dari media sosial. Anak-anak akhirnya lebih percaya pada hoax dan gaya hidup yang menyesatkan yang ditawarkan oleh media sosial.

Orang tua mesti menyadari tantangan tersebut dan mau berusaha menyelamatkan anak-anak dari berbagai pengaruh dunia itu yang menyesatkan. Belajar dari perempuan kanaan yang rela melakukan apapun demi kesembuhan anaknya, orang tua beriman mesti bekerja sungguh-sungguh untuk menolong anak-anaknya agar luput dari segala macam pengaruh dunia yang buruk. Para orang tua mesti menyadari tanggung jawabnya dalam membimbing anak-anak untuk hidup di dalam Tuhan. Orang tua mesti punya waktu bersama anak-anak untuk berdoa, mendalami firman Tuhan, dan beribadah. Ingat, iman itu believing(percaya kepada Allah), trusting(mempercayakan diri kepada Allah), dan doing (melakukan perintah Allah). Orang tua diberi mandat untuk mendidik anak-anak secara sungguh-sungguh di dalam iman kepada Tuhan. Itu perintah Allah sebagaimana dikatakan dalam Ulangan 6: 7. Sebab tanpa upaya sungguh-sungguh untuk mendekatkan anak-anak kepada Allah, orang tua bisa kehilangan mereka suatu saat, entah mereka hidup di luar Tuhan, atau meninggalkan Kristus demi sesuatu yang lain. Tentu kita tidak mau mereka meninggalkan Tuhan, bukan? Kiranya Tuhan menolong kita. Amin.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *