www.sinodegmit.or.id, Air adalah elemen atau unsur yang luar biasa. Setelah berpanas-panas di kebun atau sawah, banyak di antara kita yang pulang rumah dan masuk ke kamar mandi. Kita berlumuran kotoran dan keringat yang memenuhi sekujur tubuh dan pakaian; namun beberapa menit kemudian setelah membersihkan diri maka kita keluar dari kamar mandi dengan perasaan terlahir kembali. Ini semacam keajaiban sehari-hari yang kita semua alami.
Itulah juga sebabnya umat percaya dibaptis dalam air dan itu disebut sebagai peristiwa sakral atau kudus; karena ketika kita dibaptis atau dibasuh dengan air, kita dimeteraikan dengan tanda perjanjian dan disambut olehNya ke dalam persekutuan keluarga Allah.
Namun seperti yang kita telah ketahui bersama, tidak selamanya air memberikan perasaan kesejukan dan pemulihan. Terkadang air juga bisa berbahaya. Banjir besar atau banjir bandang khususnya adalah peristiwa yang menakutkan, seperti yang dapat dibuktikan oleh siapa pun yang pernah mengalaminya. Dan ketika banjir tersebut surut, ia membuat seluruh kota dan banyak keluarga terkubur di bawah selimut dari lumpur yang beracun dan berbau busuk. Dan itulah yang membuat kisah Nuh dan air bah menjadi sangat menakutkan terutama ketika kita membayangkan bahtera itu sendiri terombang-ambing di atas ombak badai selama empat puluh hari dan empat puluh malam.
Bisa dibayangkan tentang teror atau rasa takut luar biasa yang dialami oleh para penumpang yang ada di dalam bahtera; belum lagi perasaan mual dan penyakit laut yang melanda mereka ditambah dengan bau hewan-hewan yang ada bersama mereka di atas bahtera.
Orang bertanya apa yang membuat umat Tuhan di masa Nuh harus mengalami kejadian air bah tersebut? Jawaban terhadap pertanyaan itu dapat dilihat di pasal 6 yang menggambarkan suasana hati Tuhan yang buruk. Sang Pencipta melihat kejahatan kemanusiaan yang menyebar luas dan mencatat kehancuran yang telah dilakukan manusia di bumi. Pada saat itulah, timbul penyesalan dalam hati Allah karena Ia telah menciptakan manusia. Kemudian dalam kemurkaan ilahi, Yang Mahakuasa melepaskan bencana banjir di bumi untuk menghapus jejak-jejak kejahatan manusia di muka bumi tersebut. Namun, untungnya cerita ini tidak berakhir di situ. Dalam bagian selanjutnya dikatakan bahwa Allah sebagai aktor utama dalam cerita ini, kemudian secara mengejutkan mengalami perubahan hati.
Di sini, Allah yang tadinya kecewa dan menyesal sehingga bertekad menghancurkan seluruh kehidupan di bumi kemudian tidak saja berubah hati tetapi juga berubah pikiran. Allah sendiri berubah 180 derajat. Dan dari perubahan hati dan pikiran, Allah mengubah keputusanNya. Dan perubahan itu terjadi karena Allah menyadari bahwa meskipun manusia begitu jahat, sombong dan tidak tahu diri, tetapi toh mereka juga berharga – mereka juga perlu diselamatkan, dibuat paham tentang di mana letak kesalahan dan kekejaman mereka terhadap sesama manusia dan alam semesta agar para manusia ini juga mengalami perubahan hati dan pikiran; agar mereka bertobat.
Di sini, Allah menyadari bahwa kemarahanNya tidak akan mampu membawa pertobatan manusia; hanya melalui belas kasihanlah manusia dapat “ditangkap” kembali dan dibuat berbalik kembali ke jalan Allah. Dan itulah sebabnya Ia menyediakan kesempatan kepada satu keluarga – ya satu keluarga saja – yang dianggapNya menjadi lambang atau simbol bahwa Ia mau memulai segala sesuatu dari awal lagi. Dan keluarga itu adalah keluarga Nuh yang masih percaya dan berserah kepada Allah – yang masih mau dengar-dengaran kepada perkataan Allah. Jadi dengan kata lain, dari belas kasihan muncullah sebuah tindakan penyelamatan Allah terhadap keluarga manusia – Nuh dan keluarganya yang merupakan cikal bakal generasi-generasi setelah itu termasuk kita yang masih hidup saat ini.
Setelah air bah pada akhirnya berhenti maka Allah yang tetap mengingat janji penyelamatanNya kemudian memberi tanda kepada umat manusia bahwa Ia tidak akan menghukum bumi lagi dengan air bah; yaitu tanda busur besar di atas langit yang terdiri dari berbagai warna yang menakjubkan. Dan setiap kali Allah menurunkan hujan – sumber kehidupan bagi manusia – maka di akhir hujan Ia melukis pelangi, sebagai tanda bahwa air yang turun adalah air kehidupan dan bukan air kematian. Dan bahwa setiap kali Allah melihat bahwa manusia sudah berjalan melenceng dari kehendakNya, Ia dengan belas kasihan akan menegur dan memperingati mereka agar mereka berbalik hati dan pikiran untuk kembali ke jalanNya.
Busur yang digunakan untuk membunuh diganti menjadi pelangi yang memberi harapan dan keindahan. Demikian sekarang, di masa pandemi Covid ini kita mendapat sedikit gambaran tentang jejak kemarahan dan bahkan kemurkahan Allah akan tindakan tidak tahu malu dan tidak tahu diri dari manusia yang telah merusak alam semesta. Kerakusan dan sikap mementingkan diri manusia sendiri telah membuat mereka mengambil berbagai unsur penting yang ada di alam semesta ini dan digunakan untuk kepentingan mereka tanpa berpikir untuk memelihara dan membudidayakan itu untuk kepentingan anak cucu mereka. Maka manusia menuai apa yang ditaburnya. Covid melanda muka bumi. Jutaan orang terpapar Covid, banyak yang meninggal. Manusia bersembunyi ketakutan, mereka tidak diijinkan untuk saling menyentuh apalagi berpelukan untuk menghibur satu dengan yang lainnya. Mereka hanya diijinkan menangis dari jauh, memandang tak berdaya anggota keluarga mereka yang meninggalkan mereka selamanya.
Tepat di saat inilah, firman Tuhan di hari ini datang menyapa kita. Allah melalui Nuh berkata bahwa semarah-marahNya Ia terhadap kita, namun Ia tidak akan menghukum kita lagi dengan hukuman yang tidak mampu kita tanggung. Ia dengan pelangiNya ada bersama kita dan turut merasakan ketakutan dan penderitaan kita di saat ini. Ia adalah Allah yang bersolider dengan kita dan Ia mau menyembuhkan kita dari segala luka dan penderitaan kita. Tetapi, hari ini kita diingatkan bahwa pemulihan dan penyembuhan membutuhkan upaya nyata dan perubahan hati dari kita semua. Menyembuhkan berarti kita akan mulai memandang satu sama lain dengan rasa hormat dan bukan prasangka apalagi niat jahat. Kita akan melihat alam semesta bukan sebagai obyek untuk diekploitasi melainkan untuk dirawat dan dipelihara serta dibudidayakan. Kita melihat binatang bukan sebagai makluk yang dapat diperlakukan seenaknya melainkan sebagai bagian dari anggota keluarga kita. Demikian pula pohon, batu, air, dan bahkan udara itu sendiri. Mereka adalah bagian dari familia Dei atau keluarga Allah yang harus dirangkul dalam lingkaran kehangatan persaudaraan karena tanpa mereka kita akan binasa.
Buah dari perubahan hati dan perubahan pikiran yang melahirkan perubahan sikap ini jugalah yang harus kita ajarkan kepada anak cucu kita. Biarlah cerita tentang pandemi Covid dan segala teror serta kepanikan yang ditimbulkannya menjadi cerita pengingat yang harus terus kita ceritakan pada generasi penerus kita; agar mereka jangan lagi mengulang kesalahan yang sama seperti kita. Agar hewan dan tumbuhan tidak menangis dan sakit hati; agar tangisan mereka tidak perlu sampai terdengar di telinga Tuhan yang dalam kemurnian dan ketulusan hatiNya tidak pula menjadi marah dan kecewa terhadap kita. Agar manusia tidak perlu sekali lagi mati karena pandemi yang diciptakan manusia sendiri. Agar manusia tidak perlu sakit dan mati serta dikuburkan secara terburu-buru melainkan hidup dalam alur kehidupan hangat yang ditakdirkan Tuhan.
Mari di hari ini kepala kita tertunduk dan menyampaikan doa pengakuan dosa kita kepada Allah. Mari kita katakan kepada Allah bahwa kita telah berubah hati dan berubah pikiran – bahwa kita telah bertobat. Mari kita meminta Allah untuk berbelas kasihan kepada kita dan sudi memulihkan dan menyembuhkan dunia yang kita tinggali saat ini. Mari sebagai gereja, kita melakukan pertobatan massal sehingga pemulihan dan penyembuhan Ilahi itu boleh terjadi kini dan di sini. Amin! ***
A conserver dans l’emballage extérieur d’origine à l’abri de l’humidité. Des doses uniques allant jusqu’à mg ont été données à des sujets sains et des doses multiples allant jusqu’à mg par jour ont été données à des patients. Les événements indésirables ont été similaires à ceux observés avec des doses plus faibles. best online casino En cas de surdosage, les mesures habituelles de traitement symptomatique doivent être mises en oeuvre selon les besoins.