Bahasa Kemanusiaan – Silvester Ndaparoka*

KUPANG, www.sinodegmit.or.id, Keluarga besar rayon 14 Jemaat Emaus Liliba (JEL) kembali bersepakat untuk membedah rumah korban Siklon Seroja.Kali ini kami membedah rumah dan dapur Mama Novaris.

Rumah keluarga kecil ini mengalami kerusakan pada atap rumah bagian kamar tidur dan dapur yang terangkat jatuh ke bawah kali Liliba. Pelaksanaan kegiatan pada hari sabtu, 24 April 2021, pagi sampai sore.

Mama Nova adalah jemaat GMIT JEL yang berdomisili di rayon 14. Ia berasal dari Rote dan mendiang  suaminya dari Alor. Mama Nova yang berusia 34 tahun ini adalah seorang janda yang ditinggal mati suaminya pada tahun 2018 silam. Sejak itu, ia melanjutkan kehidupan bersama 3 orang anaknya di sebuah pondok kecil, di bantaran kali Liliba.

Ia menghidupi keluarga dengan berjualan serabutan. Mulai dari berjualan propolis sampai dengan abon. Supaya apa? Tentu saja, supaya keluarganya bisa bertahan hidup. Supaya ia dapat menyekolahkan anak-anaknya. Usahanya jatuh-bangun semenjak COVID dan ditambah lagi dengan adanya Badai Seroja. Tanggung jawabnya yang besar sebagai seorang perempuan kepala keluarga. Ia gambaran perempuan yang tangguh dalam berbagai kerentanan sosial-ekonominya. Â

Modal rehab rumah dan dapur dari mana?

Keraguan pun muncul. Ini wajar. Karena majelis dan jemaat rayon 14 bukankah kumpulan orang-orang berduit. Minggu sebelumnya kami baru selesai gotong-rotong membangun kembali rumah Mama Omi. Keadaan kas rayon pun tidak memadai untuk membedah rumah mama Nova dan basodara terdampak lainnya. Tetapi keraguan ini pun sirna seketika tatkala kami tersadar bahwa uang bukanlah segalanya. Uang hanyalah salah satu dari modal yang diperlukan untuk rencana ini. Kita tidak boleh mempercayai uang sebagai pusat dari solusi. Apalagi beriman kepada uang. Ini jebakan mamon.

Modal utama kami adalah rasa empati yang mendalam atas apa yang dialami oleh mama Nova dan 9 keluarga korban lainnya, kami masih punya kekompakan, solidaritas, jejaring sosial, kami punya jemaat yang bisa pertukangan, dan kami masih punya pengharapan. Kami punya doa-doa kepada Tuhan Yesus yang terus terpanjatkan pagi-siang-malam. Inilah modal-modal kami.

Apapun boleh diambil habis oleh badai, tetapi tidak akan pernah bisa mengambil kekompakan kami, Seroja tidak  mungkin bisa meluluhkan rasa empati kami, Seroja tidak dapat mengikis harapan kami. Seroja tidak dapat mengikat tangan dan kaki kami untuk bergerak maju keluar dari suasana kedaruratan untuk bangkit menuju pemulihan. Seroja tidak dapat mengambil rasa syukur kami. Badai pasti berlalu, Pengharapan pasti bersemi kembali.

Kekuatan doa mama Nova, doa sahabat-sahabat majelis, dan doa keluarga besar rayon 14 telah dijawab oleh Tuhan Yesus. Bantuan dana dua orang sahabat dari Jakarta sebesar 2 juta rupiah menjadi modal tambahan yang makin menguatkan kami. Kas yang nyaris kosong itu kembali terisi dan dapat dipakai berdiakonia, untuk membedah rumah korban Seroja. Betul dan amin…Yesus adalah pusat pengharapan.

Dengan modal-modal itulah misi ini dapat tercapai, meskipun tidak sempurna. Mama Nova dan anak-anak dapat kembali menikmati rumah mereka dan menjadi tempat yang layak untuk menata kehidupan mereka.

Bahasa Kemanusiaan

Kami terus belajar bahwa cinta kasih, empati, pengharapan, menjaga relasi,  doa-doa kepada sesama, adalah bahasa-bahasa kemanusiaan. Bahasa kemanusiaan yang narasinya melampaui  eksklusifitas suku, agama, status, dan kelas sosial. Bahasa kemanusiaan yang perlu terus ditumbuhkan di gereja, mulai dari dalam rumah, mulai dari rayon. Bahasa kemanusiaan yang harus diajarkan (terus) kepada generasi muda dan anak-anak kita.

Kemajuan zaman boleh memusnahkan puluhan bahasa atau mengancam ratusan bahasa sub-etnik di jagad ini, tetapi bahasa kemanusiaan tetaplah bertumbuh ketika bencana/badai hidup melanda anak-anak Tuhan. Bahasa kemanusiaan merupakan bahasa yang diajarkanan Tuhan Yesus sendiri. Ketika Dia menolong yang miskin. Ketika menyembuhkan yang kusta. Ketika membangkitkan Lazarus. Ketika memberi makan 5.000 ribu orang. Ketika Ia menanggung dosa-dosa manusia.

Bahasa kemanusiaan adalah ‘ibu’ dari bahasa-bahasa yang ada di jagad ini. Bahasa kemanusiaan ini harus diberi ruang untuk bisa ‘diutarakan’. Bahasa kemanusiaan ini harus di beri ‘tempat untuk mewujud’ agar mudah ketahui, dipahami, dan terus dipelajari oleh generasi kita.

Bahasa kemanusiaan ini kembali mewujud ketika bedah rumah mama Nova berlangsung dengan lancar dan telah di doakan oleh mama Pdt. Intan Priyono pada hari berikutnya. ***

*Penulis adalah pengurus rayon 14 dan penatua Jemaat GMIT Emaus Liliba

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *