KUPANG, www.sinodegmit.or.id, Pasca penandatanganan Nota Kesepahaman dengan Universitas Widya Mandira (Unwira) Kupang dan Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) Provinsi NTT, Jumat, (5/11), Majelis Sinode GMIT (MS GMIT), melalui Tim Tanggap Siklon Seroja langsung “tancap gas” memulai peletakan batu pertama 2 gedung gereja dan 4 rumah pastori (pendeta) pekan ini.
Keenam bangunan tersebut terdiri dari empat rumah pastori masing-masing di Jemaat Persaudaraan Wagga Ae di Klasis Sabu Barat, Jemaat Ephata Nada di Klasis Sabu Timur, Jemaat Ekklesia Mokdale di Klasis Rote Timur dan Pos Pelayanan Jemaat Imanuel Kanaikai di Klasis Alor Tengah Selatan. Sedangkan dua gedung gereja terdiri dari Jemaat Ichtus Danoheo di Klasis Rote Barat Daya dan Jemaat Kanaan Oesena di Klasis Amarasi Timur.
Peletakan batu pertama pembangunan dua rumah pastori di Sabu dan gedung gereja Jemaat Kanaan Oesena telah dilaksanakan pada Minggu, (7/11). Sedangkan sisanya akan dilaksanakan pada Minggu, (14/11).
Kebaktian peletakan batu pertama pembangunan gedung gereja Jemaat Kanaan Oesena dihadiri Bupati Kupang, Korinus Masneno, dekan Fakultas Teknik Unwira, Patris Batarius, ST, MT, Perwakilan IAI-NTT, Melky Dami, ST, Ketua Klasis Amarasi Timur, Pdt. Yapi Niap, dan Ketua MS GMIT, Pdt. Mery Kolimon.
Dekan Fakultas Teknik Unwira menilai peran kampus melalui darma pengabdian masyarakat dalam bentuk kerja sama pembangunan gedung gereja ini merupakan pengabdian yang mulia.
“Sebelumnya pengabdian kampus hanya pada kelompok tertentu saja tetapi sekarang pengabdiannya lebih mulia karena ini membangun rumah Tuhan,” ujar Patris.
Menurutnya Siklon Seroja yang merusak banyak rumah hunian maupun gedung gereja merupakan tantangan bagi para arsitek untuk mendesain bangunan yang tidak melulu bergaya arsitektur Eropa atau Amerika melainkan mengadaptasikan kearifan budaya lokal yang tahan bencana dan ramah alam.
Pada kesempatan yang sama Bupati Kupang menyampaikan terima kasih kepada MS GMIT yang telah memberi perhatian pada jemaat-jemaat yang menjadi korban Seroja termasuk mendanai pembangunan gedung gereja Jemaat Kanaan Oesena.
Akibat pandemi Covid-19 dalam dua tahun terakhir, lanjut Korinus, anggaran pemerintah Kabupaten Kupang sangat terbatas namun pihaknya bersedia mengupayakan bantuan pembangunan gedung ini semampunya.
Siklon Seroja April lalu, mengakibatkan gedung gereja Jemaat Kanaan Oesena yang hampir rampung pembangunannya retak karena patahan tanah. Selain itu sebanyak 239 kepala keluarga di sekitar gedung gereja termasuk 35 rumah hunian anggota jemaat GMIT Kanaan juga terpaksa direlokasi.
Gedung gereja baru yang sedang dibangun ini berukuran 32 X 12 Meter dengan luas tanah 2.385 m2. Tanah tersebut merupakan hibah dari keluarga Prokolus Rini dan Yoel Masneno.
Ketua MS GMIT, dalam suara gembala mengatakan sinergitas antara GMIT, Unwira, Pemda, IAI-NTT dan seluruh jemaat di klasis Amarasi Timur dalam rekonstruksi pasca bencana merupakan agenda ekumene.
“Ekumene bukan hanya relasi antara pimpinan gereja, tetapi sejatinya adalah oikos dan menein, yakni membangun rumah yang layak didiami oleh semua. Membangun rumah yang tangguh bencana masuk dalam agenda ekumene. Ini adalah agenda Tuhan Allah dan kita berpartisipasi di dalamnya,” kata Pdt. Mery.
Oleh karena itu ia mengajak seluruh anggota jemaat Kanaan Oesena bahkan jemaat-jemaat di Klasis Amarasi Timur untuk membantu pembangunan gedung gereja ini.
Kepada keluarga Rini dan Masneno yang memberikan tanah untuk lokasi gedung gereja ini, Ketua MS GMIT menyampaikan terima kasih yang tulus.
Budhi Lily, ST, MT., staf dosen Fakultas Teknik Arsitek Unwira mengatakan gedung gereja yang didesain oleh para arsitek dari Unwira dan IAI-NTT ini berbentuk aerodinamis agar ramah angin dan dilengkapi dengan turbin angin pada menara serta panel tenaga surya pada atap sebagai sumber energi alternatif.
Ditargetkan proses pembangunan gedung gereja yang membutuhkan biaya sekitar 500 juta rupiah ini akan selesai pada tahun 2022. ***