Pengurus Wilayah Nadhatul Ulama dan MUI NTT Bertemu MS GMIT

Foto bersama Majelis Sinode GMIT dan Pimpinan PW NU-NTT, Kamis, (10/2).

KUPANG, www.sinodegmt.or.id, Sejumlah pimpinan pengurus dari dua organisasi Islam di provinsi NTT yakni Pengurus Wilayah (PW) Nadhatul Ulama (NU) dan Pengurus Majelis Ulama Indonesia (MUI)periode 2021-2026, bersilahturahmi dengan Majelis Sinode GMIT.

Ketua PW NU-NTT, Drs. KH. Pua Moto Umbu Nay, didampingi Abdurahman Pua Upa, Drs, Abas Kasim, M.Si, Moh. Moa, S.Ag, Drs. M. Hady, M.Ag. Wakil Sekretaris, Arafik, S.PdI, M.PdI, Abdurahman Gaus, Syufyanto Minggele, dan Abul Syukur, SH., diterima Ketua dan Wakil Ketua Majelis Sinode (MS) GMIT, Pdt. Mery Kolimon dan Pdt. Gayus Pollin.

KH. Pua Monto Umbu Nay mengatakan silahturami ini dimaksudkan untuk memperkuat kerja sama lintas agama dalam rangka merawat amanah keagamaan dan kebangsaan yang merupakan jiwa kaum nahdliyin sejak Indonesia berdiri.

Dalam pengalaman di NTT lanjutnya, dua amanah ini berakar kuat dalam pergaulan antar umat beragama baik dalam keseharian maupun dalam acara-acara keagamaan.

“Kemarin di Labuan Bajo (Peringatan Harlah NU ke-96, red.), yang menyumbang Paduan Suara Mars NU dari Muda Mudi Katolik. Jadi ketika mereka tampil dengan bahasa Arab, kyai-kyai dari Jakarta terperangah,” ungkap pria asal Sumba ini, Kamis, (10/2).

Ia juga menyebut isu kemaritiman sebagai salah satu agenda NU.

Isu ini, kata dia, diangkat sebagai tema Harlah ke-96 NU-2022 di Labuan Bajo dengan rumusan, “Menjaga Jagat Kemaritiman, Membangun Peradaban Nelayan.”

Menanggapi beberapa pikiran pokok yang disampaikan Ketua PW NU-NTT tersebut, Ketua MS GMIT menyampaikan apresiasi atas komitmen keagamaan dan kebangsaan yang dipegang teguh oleh NU selama ini.

“Dua amanah yang disebut itu kami telah baca berkali-kali dalam statement NU, … bagi kami itu pernyataan teologis yang hebat sekali dan semua agama di Indonesia bisa belajar dari NU untuk hal tersebut,” kata Pdt. Mery.

Dalam konteks NTT menurut Pdt. Mery, GMIT sangat serius dalam upaya merawat kurukunan antar agama. Komitmen itu tertuang dalam Rencana Induk Pelayanan (RIP) dan Haluan Kebijaksanaan Umum Pelayanan (HKUP) GMIT. Contoh konkret yang telah dilakukan GMIT antara lain; buka puasa bersama di Kantor Majelis Sinode, seminar, diskusi bulanan, pertemuan bergiliran pimpinan lintas agama, dan lain-lain.

Ia berharap ruang-ruang perjumpaan lintas agama ini terus dirawat bukan hanya di tataran pimpinan agama tetapi juga di akar rumput. Ketua MS GMIT juga menyinggung komitmen bersama gereja-gereja di Indonesia terutama Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) untuk merawat kehidupan kebangsaan yang berkeadaban.

Sementara terkait isu lingkungan hidup termasuk ekosistem kelautan, Pdt. Mery menegaskan bahwa Gereja-gereja di Indonesia khususnya GMIT sedang berupaya sungguh-sungguh mendidik umat untuk merawat ibu bumi sebagai rumah bersama.

Sebelumnya, (10/1), Majelis Sinode GMIT juga menerima kunjungan silahturahmi serupa dari Pengurus MUI NTT.

Foto bersama Majelis Sinode GMIT bersama pimpinan MUI NTT

Ketua MUI NTT, Drs. H. Muhammad S. Wongso datang bersama Drs. Muhammad Marhaban, Mardiansyah, H. Hasan Manuk, H. Husein Anwar, dan H. Anwar Pua Geno.

Dalam pertemuan ini Ketua MUI NTT mengangkat beberapa isu sosial keagamaan yang diharapkan menjadi perhatian bersama pimpinan umat Islam dan Kristen khususnya GMIT, diantaranya; kerja sama membangun kerukunan, pemberdayaan ekonomi umat, melawan hoax, generasi emas 2045, pariwisata dan mitigasi Covid-19.

Terkait hal-hal tersebut, Ketua MS GMIT menegaskan bahwa GMIT sangat terbuka untuk bekerja sama lintas agama dalam membangun NTT dan Indonesia sebagai rumah bersama semua anak bangsa.

Dalam beberapa pengalaman bersama H. Abdul Kadir Makarim (mantan ketua MUI NTT), kata Pdt. Mery, sejumlah potensi konflik dapat diredam oleh karena adanya relasi kerja sama yang baik antara GMIT dan MUI NTT.

Pada kesempatan ini juga Pdt. Mery meminta perhatian MUI NTT terkait praktik proselitisme yang seringkali memicu ketegangan di masyarakat.

“Proselitisme yang kami maksudkan adala membujuk orang untuk pindah agama dengan iming-iming beasiswa, bantuan makanan, rumah, dan sebagainya. Kalau kita mau bekerja sama maka praktik-praktik proselitisme kita upayakan supaya jangan terjadi dalam hidup bersama kita di daerah kita dan republik ini,” tandas Pdt. Mery.

Kunjungan ini juga sekaligus mengundang secara langsung MS GMIT untuk menghadiri pengukuhan pengurus MUI NTT 2021-2026 pada 17 Januari 2022 lalu. ***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *