www.sinodegmit.or.id, Kita telah membahas bahwa antikris akan muncul dari dalam tubuh Gereja atau persekutuan orang Kristen sendiri. Antikris juga disebut sebagai satu kekuatan yang dianggap lawan utama dari Allah. Mengapa? Karena justru mereka adalah orang yang sudah tahu siapa Kristus, tetapi secara sadar dan sengaja melawanNya. Ini berarti tingkat “kemurtadannya” berlipat ganda. Berbeda dengan orang yang tidak tahu kemudian melawan yang berarti tidak sengaja atau tidak sadar.
Gejala “pemberontakan” dari dalam ini memang tidak dapat dihilangkan. Dalam Alkitab juga disebutkan tentang nabi-nabi palsu, yaitu mereka yang kelihatan seperti nabi. Mereka ini sebenarnya adalah “orang dalam” sehingga orang gampang terkecoh karena sulit membedakannya. Kondisi ini memudahkan mereka untuk memperdaya orang lain. Tidak jarang justru para nabi palsu ini terlihat “lebih menarik” sehingga kita menganggap mereka hebat.
Ada pepatah mengatakan, yang paling berbahaya adalah musuh dalam selimut. Mereka ada di antara kita sendiri saya cenderung untuk tidak menghubung-hubungkan tokoh-tokoh yang digambarkan. Kitab Wahyu dengan figur tokoh-tokoh nyata. Selain sangat berbahaya juga karena penggambaran dalam Kitab Wahyu hanya berupa symbol. Tidak dapat diartikan secara harfiah. Kita mengalami kesulitan jika berusaha menarik arti dari simbol-simbol tersebut pada sesuatu yang ada dalam dunia ini.
Wahyu pasal 7 sebenarnya terbagi dua. Pertama, Wahyu 7:1-7 yang menjelaskan bagaimana Gereja Tuhan sudah terlepas dari kengerian malapetaka yang dialami dunia ini karena telah terlebih dahulu dimateraikan. Permulaan pasal 7 ini menjelaskan cara orang di dunia di materaikan. Kedua, Wahyu 7:9-17 yang menjelaskan satu penglihatan akan masa depan yang memungkinkan Yohanes – yang mendapatkan penglihatan tersebut – untuk menceritakan kepada pembacanya tentang apa yang akan terjadi setelah diselamatkan, dan tindakan Allah untuk melindungi orang percaya.
Jika kita melihat kerangkanya kita mulai dapat memusatkan perhatian pada keadaan setelah diselamatkan. Keadaan ketika gereja sudah dimenangkan Allah, dan telah merasakan perlindungan Allah sebagai akibat dari kesetiaan mereka. Yohanes menggambarkan keadaan tersebut dengan suasana penuh kemuliaan dan sukacita.
Ayat 9-10, Hampir bisa dipastikan bahwa kumpulan orang yang ada di dalam ayat 9 ini sama dengan apa yang tertulis pada ayat sebelumnya, yaitu 144.000 orang yang telah mendapatkan meterai di dahi mereka. Kumpulan orang percaya yang diselamatkan. Para pengikut Kristus yang setia. Para pemenang. Mereka kini berkumpul di surga mengenakan jubah putih dan memegang daun daun Palem.
Jubah putih dan daun Palem menunjukkan kegembiraan dan kemenangan sesudah perang besar. Jubah putih adalah lambang kemenangan. Daun Palem dalam Injil dipakai ketika Yesus dielu-elukan saat memasuki Yerusalem. Kegembiraan tersebut dinyatakan pula dengan suara nyaring memuji Tuhan. “Keselamatan bagi Allah kami yang duduk di atas tahta dan bagi anak domba!”
Ayat 11-12,Tidak hanya manusia saja yang menaikkan pujian kepada Tuhan. Dalam ayat 11 dan 12 dikatakan bahwa semua malaikat pun turut memuji Tuhan. Mereka ikut dalam kegembiraan dan kemenangan itu serta turut dalam sorak-sorai bersahutan menyembah Tuhan. Itulah yang dilakukan di surga. Para malaikat, tua-tua, dan makhluk itu, semua menyembah dan memuji-muji Allah. Ada kegembiraan yang sangat besar yang tidak saja dirasakan oleh orang yang menang, tetapi juga oleh seisi surga. Karena, perjuangan yang maha berat telah selesai. Berhasil dilalui.
Ayat 13-14,Dalam ayat 13 dan 14, berisikan sebuah percakapan. Orang yang dipanggil ‘tuan’ dalam percakapan tersebut adalah tua-tua. Jadi bukan percakapan Yohanes dengan Tuhan melainkan dengan tua-tua. Tua-tua memberitahukan kepada Yohanes bahwa orang-orang berjubah putih adalah orang-orang yang keluar dari kesusahan yang besar.
Istilah “kesusahan besar” merujuk pada kesusahan yang ada hubungannya dengan ujian terhadap iman orang Kristen atau cara mereka mempertahankan imannya tersebut. Pengujian yang dimaksud di sini adalah pengujian pada zaman Yohanes. Hal ini juga hendak mengingatkan kembali kepada orang Kristen pada waktu itu agar sebagai orang percaya mau menerima risiko untuk menderita. Mereka harus siap menerima penganiayaan sekalipun berat karena pada akhirnya Tuhan akan memberi kebahagiaan. Yesus berkata, “Yang tidak mau pikul salib tidak layak menjadi murid-Ku.”
Ayat 15, Mereka yang berdiri di hadapan Allah adalah orang yang menang. Bagian ini juga pernah di singgung dalam keluaran 40:30-35, yaitu percakapan tentang kehadiran Allah di tengah bangsa Israel. Suatu kebahagiaan bagi bangsa Israel ketika Allah tinggal dengan mereka. Sekalipun di padang gurun, mereka membuat kemah khusus untuk Allah. Mereka yakin Allah hadir dalam kehidupan mereka sehingga mereka merasa aman dan selamat.
Dalam zaman raja-raja, hal itu dimungkinkan dengan kehadiran Bait Allah. Itu sebabnya Salomo membangun bait Allah tidak tanggung-tanggung megahnya karena Allah sendiri yang akan tinggal di situ. Allah yang Mahahebat mahabesar dan mahamulia. Jadi, harus disiapkan tempat terbaik bagi Allah sebagai persemayaman-Nya.
Ayat 16, Apakah ini berarti di surga kita tidak perlu makan minum lagi? Tidak! Hal ini merupakan sebuah ungkapan. Dulu ketika menghadapi penderitaan dan penganiayaan mereka harus mengalami situasi yang tidak menyenangkan. Tidak bisa makan dan minum apalagi bekerja sehingga mereka selalu merasakan kelaparan dan dahaga. Namun di surga nanti, mereka tidak akan lagi mengalami itu. Mereka akan merasakan kebahagiaan surgawi.
Ayat 17, Ayat ini menggambarkan bahwa Tuhan akan membimbing kita ke air yang tenang, yang menyegarkan jiwa, seperti tertulis dalam Mazmur 23. Jika melihat keadaan tanah di Israel yang cenderung kering dan bergurun sehingga siang hari terasa panas menyengat, pasti akan sangat menyegarkan ketika para gembala menggiring ternaknya ke mata air agar dapat menghilangkan dahaga mereka.
Artinya Tuhan akan menghapuskan segala penderitaan dan kesusahan lapar dan dahaga yang dirasakan oleh orang percaya. Mereka yang bertahan hingga kesudahannya tidak ada lagi air mata, kelaparan, kehausan, dan kesusahan. Karena, jika Tuhan hadir di tengah mereka, mereka akan terus hidup dan berbahagia.
Ketika Yohanes menubuatkan tentang hari terakhir, nubuat tersebut dimaksudkan pada hari kemenangan bagi orang percaya, juga menjadi hari yang mencelakakan bagi orang yang tidak percaya. Pada masa itu Yohanes telah melihat begitu banyak penderitaan. Orang Kristen dikejar-kejar untuk dibunuh sehingga ia tidak berpikir bahwa zaman itu akan panjang. Karena itu, ia pun menyiapkan orang Kristen pada masa itu supaya mereka siap mati setiap saat.
Setelah memperoleh penglihatan, Yohanes berusaha menolong menghibur dan menguatkan mereka supaya dapat melihat apa yang sebenarnya ada di depan mereka. Jadi yang terpenting bagi Yohanes melalui pemberitaannya ialah agar mereka tekun dan setia sampai akhir.
Mungkin pergumulan gereja sekarang ini tidak seperti pada zaman Yohanes. Namun, gereja sekarang pun masih terus bergumul, masih berjuang untuk meneruskan kesaksiannya. Gereja bukan dalam arti lembaga saja, melainkan juga orang percaya. Misalnya, pergumulan anak-anak Tuhan selama berada di kota-kota besar yang merasakan stress, diejek, dikucilkan, dan sebagainya. Ini berarti walau situasi kita sekarang ini berbeda, namun masih juga mengalami kesulitan. Nubuatan Yohanes dalam Kitab Wahyu masih tetap relevan dengan kehidupan kita saat ini sebagai orang percaya.
*Tulisan ini dikutip dari buku, “Menyingkap Janji Tuhan”, (Pemahaman Kitab Wahyu Tentang Iman dan Pengharapan di Tengah Penganiayaan dan Penderitaan), Eka Darmaputra, hal. 189-195, BPK Gunung Mulia.