Yesus Hadir di Tengah Krisis (Yohanes 2:1-11) – Pdt. Jahja A. Millu

sumber: https://regenerationandrepentance.wordpress.com

www.sinodegmit.or.id, Banyak pakar dari dalam dan luar negeri telah memperingatkan kita bahwa dunia akan memasuki krisis hebat pada tahun 2023. Berbagai media pun telah mengulas tentang hal ini. Kabar ini tentu menimbulkan kekhawatiran di hati banyak orang. Saat dunia belum pulih dari dampak pandemi Covid-19, kini muncul lagi berita suram tentang resesi baru. Semua ini mengharuskan kita untuk mempersiapkan diri menghadapi situasi tersebut, baik sebagai bangsa, gereja maupun keluarga.

Ada beberapa hal yang bisa kita pelajari dari teks ini untuk memandu perjalanan kita di tengah krisis. Pertama, setelah pendahuluan di pasal 1, Injil Yohanes menampilkan peta pelayanan Yesus yang dimulai dari Kana di Galilea (2:1) dan kembali lagi ke Kana (4:46). Menurut Yohanes, Kana menempati tempat yang sangat strategis dalam pelayanan Yesus karena terkait erat dengan dua mujizat pertama-Nya (4:54). Sudah tentu hal ini bertentangan dengan anggapan orang Yahudi bahwa “tidak ada nabi yang datang dari Galilea” (7:52). Yohanes ingin memberi pesan bahwa, “titik awal aktivitas publik Yesus terletak di wilayah Galilea yang dipandang hina”. (Herman N. Ridderbos. The Gospel According to John: A Theological Commentary, 1997:88).

Krisis dapat menyebabkan banyak orang hidup di bawah garis kemiskinan. Mereka mengalami berbagai hal buruk yang merendahkan martabatnya sebagai manusia. Bila Yesus memilih daerah berstatus rendahan sebagai tempat mujizat-Nya yang pertama, itu hendak menegaskan fokus pelayanan-Nya.  Yesus peduli dengan orang-orang yang direndahkan martabatnya karena kemiskinan, stunting, terpencil, bodoh, dan tak berdaya. Tidak hanya sekali. Yesus bahkan melakukan dua mujizat beruntun untuk mengangkat harga diri daerah Kana. Yesus tahu bahwa orang yang mengalami krisis tidak hanya membutuhkan bantuan sesekali. Mereka perlu perhatian dan dukungan yang sungguh dan terus menerus untuk mengatasi krisis yang dialami.

Kedua, mujizat air menjadi anggur ini hendak menegaskan bahwa Tuhan Yesus datang untuk membawa pemulihan bagi dunia. Tidak hanya berupa pemulihan spiritual, tetapi juga material seperti kekurangan anggur. Karya pemulihan ini Yesus lakukan dengan “mengisi kembali sumber-sumber Yudaisme yang sudah terkuras habis. (Andreas J. Kostenberger. Encountering John: Injil dalam Perspektif Sejarah, Sastra dan Teologis, 2015:79).

Krisis selalu menguras sumber daya kita. Dalam taraf tertentu, krisis bahkan menyebabkan sumber daya yang ada tidak cukup untuk menopang kehidupan kita. Krisis menghabiskan anggur kita, beras kita, uang kita, tenaga kita, juga kemanusiaan kita. Di saat itu, kita membutuhkan sumber daya lain dari luar untuk memulihkan kondisi kita.

Saat krisis anggur terjadi, Yesus tidak melipat tangan. Ibunya Maria pun adalah orang yang peka terhadap situasi. Mereka berdua tidak membiarkan keluarga mempelai menghadapi krisisnya tanpa jalan keluar. Yesus turun tangan membuat mujizat. Caranya dengan menggunakan sumber daya yang ada seperti air dan buyung.  Hasilnya bukan sekedar anggur biasa, tetapi anggur “kualitas premium.” Kita percaya bahwa Yesus juga akan turun tangan ketika kita mengalami krisis. “Ia takkan membiarkan kakimu goyah, Penjagamu tidak akan terlelap” (Mzm 121:3).

Ketiga, permintaan Maria kepada Yesus sangat berisiko. Jawaban Yesus tentang “saat-Ku belum tiba” juga mengandung makna bahwa itu bukan waktu atau musim (Adeline Fehribach, The Women in the Life of the Bridegroom, 1998:25). Artinya pesta itu bisa jadi berlangsung di luar musim anggur, sehingga sulit memperoleh sejumlah besar anggur dalam waktu singkat. Kemampuan Yesus untuk mengatasi krisis menunjukkan suatu prinsip bahwa keajaiban adalah bagian dari sistem ekonomi yang tidak terlihat.

Banyak krisis terjadi karena kelangkaan barang di pasaran. Entah itu karena belum musimnya, atau ulah para spekulan untuk mengendalikan harga. Bila belum musim sayur buncis, kita akan sulit menemukannya di pasar. Kalaupun ada, harganya tentu akan mahal. Pilihan bijak kita sebaiknya mengkonsumsi sayur lain untuk menghemat pengeluaran. Itulah cara hidup yang anti krisis. Demikian pula saat menghadapi permainan para spekulan. Mereka sering menyebabkan kelangkaan barang tertentu. Ada saat dimana minyak goreng tiba-tiba lenyap dari pasaran. Bila kita tidak mengubah cara masak dan masih suka menggoreng, tentu akan terpengaruh oleh kelangkaan ini. Kita tidak hanya butuh mujizat untuk mengatasi kelangkaan seperti di Kana, tetapi juga mujizat untuk hidup selaras dengan perkembangan musim. Bahkan dengan kebiasaan hidup yang tepat, kita tidak mudah dipengaruhi permainan spekulan.

Keempat, sebagai wanita dan ibu, Maria mengerti lebih baik dari semua peserta pesta tentang apa artinya kekurangan. Dia berada di garis depan dari mereka yang mengalami kekurangan dan berusaha mengatasinya. Dia menyadari akan dampak sosial dan bahaya kekurangan itu bagi semua orang, karena dia adalah pembuat makanan. Sikap Maria ini sekaligus meluputkan mempelai dan keĺuarganya dari rasa malu.

Peran Maria dalam krisis anggur sejajar dengan peran banyak perempuan dalam hal ketahanan pangan. Penelitian yang dilakukan berbagai pihak menunjukkan bahwa kaum perempuan adalah aktor kunci dalam ketahanan pangan keluarga. Mereka terlibat sejak persiapan lahan pertanian hingga panen dan pemasarannya. Mereka juga bertanggung jawab menyediakan pangan di meja makan serta asupan gizi keluarga. Mereka selalu makan belakangan untuk memastikan bahwa kebutuhan anggota keluarganya telah terpenuhi. Mereka bahkan rela tidak makan, supaya anak-anaknya jangan kelaparan. Pengorbanan diri adalah harga yang seringkali harus mereka bayar demi keluarganya

Seperti Maria, kita perlu belajar untuk memiliki kepekaan terhadap krisis. Pesta bukanlah indikator tidak adanya krisis. Krisis dapat melanda bahkan dalam situasi terbaik kita. Maria tidak hanya datang untuk menikmati pesta, tetapi juga sebagai orang yang memiliki kepekaan. Ia tahu akan adanya ancaman krisis dalam pesta itu. Namun kepekaan saja tidaklah cukup. Maria tidak punya kemampuan untuk mengatasi krisis. Tetapi ia tahu persis, kepada siapa ia harus membawa keprihatinannya. Ia datang kepada Yesus, bukan untuk membawa kepentingan pribadi, tetapi kepentingan banyak orang. Mujizat pertama Yesus lahir sebagai jawaban atas doa orang yang peduli dan rela berjuang untuk mengatasi krisis orang lain, dan bukan krisis pribadi semata. ***

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *