2022, Tahun “Tancap Gas”: Berpulih untuk Maksimalkan Pencapaian RIP/HKUP GMIT – Pdt. Frans Dillak, M.Th.

Ibadah pembukaan Persidangan ke-50 MS GMIT dipimpin Pdt. Jacky Adam di gedung GMIT Center, (Selasa, 28/2).

Salah satu agenda dalam Persidangan Majelis Sinode (MS) GMIT L tahun 2023 pada hari yang kedua berisikan refleksi teologis Majelis Sinode Harian (MSH) GMIT terhadap pelaksanaan program pelayanan pada tahun 2022. Refleksi ini dipresentasikan oleh Ketua Majelis Sinode GMIT Pdt. Mery Kolimon di Aula GMIT Center Kupang (1/3). Sebanyak tujuh pokok refleksi teologis disampaikan Pdt. Mery pada agenda persidangan tersebut.

“Izinkan saya menyampaikan refleksi MSH GMIT terkait pelaksanaan program pelayanan 2022; yakni Bangkit dari Dampak Bencana: Komitmen untuk Memaksimalkan Pencapaian HKUP, Pelaksanaan RIP dan HKUP sebagai Bentuk Keterlibatan dalam Misi Allah, Spiritualitas di Kebisingan Digital, Kekerasan Seksual dalam Gereja, Dukungan Bagi Kesehatan Fisik dan Mental Para Pendeta, Penempatan dan Mutasi Pendeta, Suksesi Apostolicum dan Ziarah Teologis Menuju Sidang Sinode di Sabu,” ungkap Pdt. Mery.

Dua pokok refleksi teologis pertama berisikan optimalisasi pelaksanaan sistem perencanaan GMIT yang komprehensif dan kontesktual, yakni Bangkit dari Dampak Bencana: Komitmen untuk Memaksimalkan Pencapaian HKUP serta Pelaksanaan RIP dan HKUP sebagai Bentuk Keterlibatan dalam Misi Allah.

Seperti diketahui, tahun 2022 menjadi tahun berpulih bagi seluruh stakeholders pelayanan GMIT. Setelah dihantam bertubi-tubi oleh dua peristiwa kahar pada tahun 2021; yakni berlanjutnya pandemic Covid 19 dan hantaman siklon tropis seroja, yang mengganggu optimalisasi pencapaian dan pelaksanaan program pelayanan tahunanan (PPT), maka tahun 2022 menjadi tahun untuk mengoptimalkan pencapaian-pencapaian Rencana Induk Pelayanan (RIP) 2011-2031 dan Haluan Kebijaksanaan Umum Pelayanan (HKUP) 2020-2023.

“Tahun 2022 merupakan tahun yang padat bagi MSH dan semua BPP/UPP di kantor sinode. Kami menyebutnya sebagai “tahun tancap gas”.  Tahun 2022 merupakan kesempatan untuk mengupayakan maksimalisasi pelaksanaan HKUP.  Seluruh pelayanan kita di tahun 2022 merupakan kesaksian kita tentang daya Ilahi Roh Kudus yang berhembus dalam kehidupan dunia, menciptakan dan membarui kehidupan. Kami berterima kasih kepada klasis-klasis dan jemaat-jemaat yang bersedia bangkit bersama dalam pelaksanaan kegiatan-kegiatan HKUP, meskipun dengan agenda yang sangat padat,” jelas Pdt. Mery pada persidangan tersebut.

Komitmen untuk bangkit dari dampak bencana sebagai komitmen untuk bangkit dari kuasa kemalangan dan penderitaan berasal dari daya Illahi Kristus yang berdiam pada seluruh anggota dan seluruh lingkup persekutuan GMIT. Daya Illahi Kristus itu pula yang menegaskan tugas MS GMIT sebagai mandataris Persidangan Sinode GMIT tahun 2019 di Jemaat Paulus, Klasis Kota Kupang, untuk berjuang melaksanakan HKUP 2020-2023 dalam mewujudkan komitmen bereklesia dan berteologi secara tranformatif untuk mengabdi pada visi Kerajaan Allah, yaitu terwujudnya dunia yang damai, adil, dan utuh bersama segenap ciptaan. Hal ini sejalan dengan doa Yesus agar kehendak Allah dinyatakan di bumi seperti di sorga.

“Dengan demikian visi dan misi GMIT di RIP dan HKUP tidak boleh dipahami terpisah dari visi dan misi Allah, atau malah dipertentangkan. Sebaliknya kita semua, di lingkup jemaat, klasis, dan sinode, perlu memahami pokok-pokok program serta RIP dan HKUP sebagai bentuk keterlibatan kita dalam visi Allah untuk dunia ini,” tegasnya.

Seperti diberitakan sebelumnya Persidangan MS GMIT L (50 dalam aksara Romawi, red.) dilaksanakan selama lima hari, sejak 28 Februari hingga 4 Maret 2023, dengan dihadiri oleh MSH GMIT, seluruh Ketua Klasis se-GMIT sebagai Majelis Sinode ex-officio, BPPS dan UPP-MS, Satgas/Timker, mitra pelayanan GMIT, dan Panitia Persidangan MS GMIT L.

Spiritualitas di Tengah Kebisingan

Adagium baru abad ini lahir dari dunia digital. Adagium tersebut berbunyi “Saya posting maka saya ada”. Hal ini menjadi pokok refleksi teologis MSH GMIT dalam Persidangan MS GMIT L yang ketiga dalam tema refleksi spiritualitas di tengah kebisingan. Kebisingan yang dimaksudkan adalah hantaman “tsunami” informasi melalui media digital; yang pada dirinya sendiri memiliki dua spektrum; yakni peluang dan tantangan. Spektrum ini melahirkan pertanyaan krusial: Bagi stakeholders pelayanan GMIT, media digital lebih dimanfaatkan untuk hal-hal positif ataukah lebih cenderung dimanfaatkan secara negatif?

“Media digital telah menjadi berkat untuk pelayanan gereja, sekaligus tantangan. Melalui media digital, gereja bisa menyaksikan inti imannya: ibadah live streaming. Namun dunia digital juga menghadirkan tantangan: Fenomena post-truth menjadi bagian yang perlu diwaspadai dalam berkembangnya teknologi informasi digital,” ujar Pdt. Mery Kolimon.

Berbagai perilaku stakeholders GMIT dalam memanfaatkan media sosial secara negatif ditunjukkan melalui respon atas berbagai isu-isu pelayanan melalui media sosial. Sebut hoax, body shamming, penyerangan atas pribadi, dan lain sebagainya menjadi tantangan tersendiri bagi pengembangan dan ekspresi spiritualitas pelayan di tengah kebisingan informasi digital.

Dalam konteks yang demikian, refleksi teologis atas spiritualitas para pelayan dan anggota GMIT menjadi hal yang penting untuk dikedepankan. Respon atas media digital seharusnya menjadi respon yang menopang persekutuan, memperkuat kesaksian, memberi nuansa pada pelayanan, peribadahan, dan penatalayanan. Bukan sebaliknya memberi respon negatif yang melemahkan perjuangan menguatkan dan mengokohkan GMIT, pada seluruh lingkup pelayanannya yang ada sebagai satu keluarga Allah.

Ekspresi di arena media sosial tidaklah boleh membuat para pelaku pelayanan dan seluruh anggota GMIT kehilangan identitas sebagai murid Kristus yang terpanggil untuk bertumbuh secara holistik pada seluruh aspek kehidupan. Semua medan hidup, termasuk medan digital, adalah medan kehidupan sebagai murid Kristus.

“Pertanyaan teologis yang sangat penting terkait perkembangan teknologi digital dengan seluruh dinamikanya adalah: “Bagaimana kita sebagai persekutuan murid Kristus tetap terhubung dengan Yesus, merawat persekutuan, memperkuat kesaksian, melayani dan menatalayani di era digital ini,” ujar Pdt. Mery.

Sebagai respon atas konteks ini, Ketua Majelis Klasis (KMK) Sabu Timur Pdt. John M. H. Wadu Neru memberi catatan serius dalam sesi tanggapan atas laporan pertanggungjawaban pelayanan yang disampaikan MSH GMIT, termasuk di dalamnya pokok refleksi teologis MSH GMIT. Baginya, kebisingan di media digital yang berspektrum negatif merupakan suatu hal yang memalukan dan harus dihentikan.

Dalam refleksi teologis MSH GMIT terkait pemanfaatan media digital ditutup dengan sebuah pernyataan penting, yang tidak saja penting bagi pelaku pelayanan GMIT tetapi juga menjadi penting bagi seluruh anggota GMIT. Pernyataan tersebut adalah: “Media digital kita butuhkan, namun tidak boleh menjadi yang utama dalam hidup kita. Kita perlu ada jarak aman dengan media sosial”. (*Bersambung…)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *