Kalabahi-Alor, www.sinodegmit.or.id, Unit Bahasa dan Budaya (UBB) GMIT membangun kantor cabang pusat penerjemahan dan pelatihan di Alor. Ini adalah kantor cabang pertama yang dibangun, sejak kurang lebih 20 tahun UBB GMIT hadir dan melayani di NTT.
UBB GMIT yang berkantor pusat di kompleks kantor Majelis Sinode GMIT-Kupang, didirikan pada 2004 dengan tugas menerjemahkan, mencetak, dan mendistribusikan alkitab bahasa-bahasa lokal, menyusun kamus bahasa daerah, dan dokumentasi bahasa. Belakangan UBB GMIT juga turut mendukung sekolah-sekolah GMIT melalui program pendidikan multibahasa.
Acara peletakan batu pertama dilaksanakan pada Selasa, (5/12), didahului dengan ibadah yang dipimpin Pdt. Veybye Heylssye Ton, S.Th., Ketua Majelis Jemaat Foimahen Anainfar.
“Kita tidak sekedar meletakkan batu untuk pembangunan gedung, tetapi kita juga meletakkan sebuah kehidupan bersama di dalam Tuhan. Kita meletakkan batu di dalam nama Allah Tritunggal, dengan iman bahwa oleh kuasa-Nya kita dapat menyelesaikan pembangunan ini,” kata Pdt. Veybye dalam khotbahnya.
Kantor cabang pusat penerjemahan dan pelatihan ini berlokasi di belakang kompleks bekas balai kesehatan Parama Asih Mardhi Husada. Balai kesehatan milik GMIT ini didirikan tahun 1971 atas inisiatif Pdt. J. A. Adang, Ketua Sinode GMIT pada masa itu, di atas tanah seluas kurang lebih enam hektar. Balai ini turut melayani penderita penyakit lepra/kusta. Akan tetapi pada 2012, balai kesehatan ini berhenti beroperasi. Kini, di lokasi ini berdiri kantor Koperasi Kredit Citra Hidup dan kantor Klasis Alor Barat Laut.
Mengingat visi para pekabar injil satu abad yang lalu, dan juga para pemimpin GMIT yang telah meletakkan dasar pelayanan holistik di bidang kerohanian, kesehatan, pendidikan, ekonomi, dan sebagainya, direktur program UBB GMIT, Barbara Grimes, Ph.D., mengatakan bahwa apa yang dilakukan oleh UBB GMIT saat ini bukanlah ‘pasal’ baru sama sekali melainkan kelanjutan dari ‘pasal-pasal’ dari visi pelayanan yang telah dimulai oleh para misionaris dan pemimpin-pemimpin GMIT di masa lalu.
Terkait pentingnya bahasa lokal dalam pelayanan gereja, istri dari Pdt. Prof. Charles Grimes, Ph.D., ini mengatakan bahwa hal itu merupakan karya Roh Kudus sebagaimana tertulis dalam Kisah Para Rasul 2.
“Kita lihat di alkitab, Kisah Para Rasul 2, di mana Roh Kudus memberi bahasa beda-beda kepada pengikut Kristus dan juga orang-orang di Yerusalem waktu itu. Mereka mendengar dalam bahasa mereka sendiri, dari kampung asal mereka. Jadi, dengan itu kita bisa meyakinkan orang, bahwa Tuhan memang mau berkomunikasi dengan orang, bukan hanya dengan bahasa-bahasa besar, bahasa negara, atau wilayah. Memang pakai itu bahasa, tetapi juga pakai bahasa masing-masing orang dari kampung sendiri, bahasa yang diajar dari mama, bapak, nenek dan ba’i,”ujar Barbara dalam sambutannya.
Ia mengharapkan kerja sama dari semua pihak agar kehadiran kantor cabang pusat penerjemahan dan pelatihan UBB GMIT tersebut nantinya berguna bukan hanya untuk GMIT dan anak-anak Alor, tetapi bagi siapa saja yang membutuhkan.
“Kalau Tuhan membantu kami terjemahkan alkitab, ini alkitab untuk semua gereja. Ini bukan hanya untuk GMIT. Ini bukan alkitab yang GMIT punya. Kami di UBB GMIT juga tidak bertugas untuk jadi pendeta, tapi kami bertugas untuk menolong pendeta, menolong jemaat, menolong semua orang yang ada pelayanan,” ujar Barbara.
Dari sekitar 70 bahasa di NTT, sekitar 40 bahasa atau 60% terdapat di kabupaten Alor. Ini sekaligus memosisikan daerah ini sebagai kabupaten dengan bahasa terbanyak di NTT. Terkait keragaman bahasa tersebut, UBB GMIT telah menghasilkan terjemahan kitab dalam beberapa bahasa yakni; Teiwa, Wersing, Klon, Abolo, Klamu, Aadang, Abui, Lembur, dan Melayu Alor, serta kamus dan sejumlah nyanyian rohani. (produk-produk tersebut dapat diakses di: https://ubb.or.id/)
Peletakan batu pertama gedung kantor cabang pusat penerjemahan dan pelatihan UBB GMIT dilakukan oleh Ketua MS GMIT, Pdt. Mery Kolimon. Hadir pula dalam moment tersebut pastor paroki Yesus Gembala Yang Baik-Kalabahi, Romo Simon Tamelab, Pr., perwakilan gereja denominasi, rektor Universitas Tribuana, Alfonso Gorang, MM., para Ketua Majelis Klasis, lurah, dan undangan lainnya.
Ketua MS GMIT dalam suara gembalanya mengatakan bahwa bahasa-bahasa sebagai karunia Roh Kudus, bagi GMIT, merupakan sebuah tanggung jawab oikonomia sekaligus koinonia.
“Orang-orang Alor punya tanggung jawab koinonia, tanggung jawab iman, tanggung jawab oikonomia, untuk melestarikan bahasa, karena itu juga berarti kelestarian jati diri, kelestarian harkat, dan martabat sebagai bangsa yang Tuhan ciptakan.”
“Tadi kita letakkan batu pertama, kita harapkan ini menjadi bentuk komitmen iman, bahwa gereja-gereja di sini, baik GMIT, Gereja Katolik, gereja-gereja lintas denominasi, punya komitmen bersama bahwa kita mau supaya alkitab diterjemahkan dan orang mendengar firman Allah dalam bahasa mereka, tapi juga pada saat yang sama kita melestarikan bahasa-bahasa yang terancam punah,” kata Pdt. Mery.
Ia juga menyampaikan terima kasih kepada Seed Company, lembaga penerjemahan alkitab internasional yang berpusat di USA, yang mendukung pembangunan kantor cabang UBB GMIT ini, pemerintah daerah, dan semua jemaat yang mendoakan dan memberikan berbagai dukungan termasuk Ikatan Arsitek Indonesia Prov. NTT dan Fakultas Teknik Unwira Kupang yang membantu mendesain gambar bangunan.
Berdasarkan pengalaman bencana seperti gempa bumi dan siklon yang terjadi sewaktu-waktu, Budhi Lily, ST., MT., mengatakan bahwa desain gedung ini selain mengadopsi filosofi rumah tradisional Alor, tetapi juga memperhitungkan ketahanan terhadap bencana alam. ***