Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) menggelar Sidang Majelis Pekerja Lengkap (MPL) di Tuapejat, Kabupaten Mentawai, Provinsi Sumatra Barat. Sidang ini berlangsung selama empat hari yang dimulai pada 26-29 Januari 2024 dengan tuan dan nyonya rumah Gereja Kristen Protestan Mentawai (GKPM).
Pdt. Dr. Lintje Pellu dalam sambutannya menuturkan, pemilihan Mentawai sebagai tuan dan nyonya rumah Sidang MPL ini bukan pilihan yang secara acak saja dilakukan tetapi secara sengaja dan dipersiapkan dengan baik.
“Dan kita tahu bahwa pembangunan SDM, pemerataan pendidikan, logistik dan lain sebagainya, masih terbatas untuk Kepulauan Mentawai ini. Dan semoga kehadiran kami yang datang dari ujung timur sampai ke barat, dari utara sampai selatan, bisa membawa dampak. Bisa berdampak terhadap perkembangan masyarakat dan semua yang ada di kepulauan,” harapnya.
Pikiran pokok dalam persidangan ini adalah “Spiritualitas Keugaharian Membangun Kehidupan yang Demokratis dan Berkeadilan Serta Politik yang Bermoral dan Beretika”. Terkait spiritualitas ugahari, sesi-sesi belajar di persidangan menekankan pentingnya pengendalian diri semua anak bangsa.
“Dalam Sidang ini kami belajar bahwa peran gereja untuk pengendalian diri itu dapat dilakukan melalui pendidikan prarasional dalam bentuk kesenian dan olahraga yang membentuk karakter anak. Hal ini penting untuk menanggapi dan mentransformasi masalah-masalah dalam keluarga, seperti pengaruh negatif teknologi digital, kesehatan mental, kekerasan terhadap perempuan dan anak, tingginya angka bunuh diri, kecenderungan menyakiti diri di kalangan remaja, dan kekerasan seksual,” demikian kutipan pesan sidang yang dirilis laman www.pgi.or.id.
Penegasan terkait isu-isu dalam keluarga tersebut menurut Wakil Sekretaris Sinode GMIT, Pdt. Zimrat Karmany M.Th., mengemuka dalam sesi sharing wilayah. GMIT dan GKS menurutnya, memiliki cukup pengalaman dalam menangani isu-isu kekerasan dalam rumah tangga yang bisa menjadi contoh bagi gereja-gereja lain.
“Gereja Masehi Injili di Timor, Gereja Kristen Sumba dan Gereja di Kalimantan yang mengedepankan upaya memperkuat pemahaman dan praktik Gereja Ramah Anak. Ada pula pemberlakuan safeguarding policy oleh Gereja Kristen Protestan di Bali (GKPB) dan GMIT,” katanya.
Sementara terkait situasi politik menuju Pemilu, sidang menyerukan pentingnya penguatan kualitas demokrasi semua penyelenggara negara, termasuk presiden.
“…dalam momen politik elektoral yang sedang berlangsung di negeri ini, persidangan prihatin terhadap gejala kesuraman demokrasi tanah air, terutama terkait makin hilangnya etika politik para penyelenggara negara. Demi penguatan kualitas demokrasi, semua penyelenggara negara, termasuk presiden, harus netral dalam Pemilu. Para penyelenggara negara tidak boleh berpihak pada salah satu pasangan calon, melainkan harus tunduk terhadap konstitusi dan menjaga nilai-nilai etis-moral bangsa yang melampaui sekedar kepatuhan pada hukum, demi keutuhan dan kelangsungan kesatuan bangsa.”
Sidang juga menyerukan kepada umat Kristiani di Indonesia untuk bekerja sama dengan berbagai unsur masyarakat sipil bangsa mengawal pelaksanaan Pemilu sehingga dapat berjalan tanpa tekanan dan kecurangan, termasuk dalam bentuk politik uang. ***