BAHAN PA

PEMAHAMAN ALKITAB

12 Agustus 2016

 

 

Markus 12:13-17

 

  1. PENGANTAR

 

Salah satu kunci memahami teks Markus 12:13-17 adalah kata-kata dalam Markus 12:12, yaitu sikap kemarahan para pemimpin Yahudi terhadap Yesus, sehingga dengan berbagai cara mereka berusaha untuk menjebak dan menangkap Yesus. Dua kolompok Yahudi, yakni Kaum Farisi dan Kaum Herodian yang sehari-harinya bermusuhan dan berbeda ideologi “dipersatukan” untuk masuk dalam satu komplotan untuk menjebak dan menangkap Yesus. Upaya untuk menjatuhkan Yesus itu direncanakan sedemikian sistematisnya dengan mengangkat tema-tema yang peka dan sedang hangat diperdebatkan di kalangan Yahudi (Pajak Kepada Kaisar, Kebangkitan, dan Hukum Yang terutama). Namun upaya-upaya untuk menjatuhkan Yesus itu tidak berhasil, malah justru suatu kesempatan bagi Yesus untuk menunjukkan ajaran moralnya dan sikap politikNya terutama tentang hal membayar pajak kepada Kaisar.

 

  1. TAFSIRAN

 

Markus 12:13-17  diawali dengan pertanyaan yang disampaikan oleh Kaum Farisi dan KaumHerodian tentang boleh atau tidak boleh membayar pajak kepada Kaisar. Namun yang menarik ialah, dua kelompok yang berbeda secara idiologi tiba-tiba bersatu. Malah di ayat 1 dua kelompok ini disuruh untuk menjebak Yesus. Orang Farisi secara gigih menentang semua bentuk kepemimpinan asing, sedangkan orang Herodian merupakan pendukung pemerintahan keluarga Herodes bentukan pemerintah asing, yakni Pemerintahan Romawi. Kaum Farisi berkeberatan untuk membayar pajak kepada Romawi; sedangkan Kaum Herodian dengan sukacita melakukan hal itu. Tujuan dari dua komplotan yang tidak lazim ini memiliki agenda terselubung, oleh karena pada perikop sebelumnya Yesus menyampaikan kritik yang tajam kepada para pemimpin agama melalui perumpamaan tentang kebun anggur. Kritikan Yesus tidak mereka terima sebab dianggap telah menciderai harga diri mereka.Untuk itulah mereka berupaya mencari cara untuk menjebak Yesus. Strategi yang mereka gunakan sangat licik.

 

Ada beberapa ungkapan yang menarik yang dikenakan kepada Yesus dalam ayat 14:

  1. Kami tahu Engkau adalah orang jujur, Engkau tidak takut kepada siapa pun juga, tidak mencari muka, jujur mengajarkan jalan Allah.
  2. Apakah diperbolehkan membayar pajak kepada Kaisar? Haruskah kami bayar atau tidak?

Kata-kata ini sebenarnya penuh kelicikan, tapi disampaikan dengan sangat sopan sehingga terkesan begitu rendah hati dan seolah-olah ingin belajar tentang kebenaran Allah yang Yesus ajarkan. Mereka berpikir bahwa dengan menyanjung Yesus dengan kata-kata manis itu, maka Yesus dapat diperdaya, sebab apabila Yesus menjawab Ya, maka orang-orang Yahudi (yang dimotori oleh Kaum Farisi) akan bangkit dan menolak Dia beserta ajaran-Nya; tetapi apabila Yesusmenjawab Tidak, maka, Ia dapat dituduh oleh Kaum Herodian (yang mendukung untuk membayar pajak kepada pemerintah Roma) sebagai yang penentang pemerintah.

 

Akan tetapi Yesus mengetahui kelicikan mereka sehingga Ia memulai dengan pertanyaan: Mengapa kamu mencobai Aku?Sebuah pertanyaan yang menyadarkan mereka bahwa kelicikan dan kemunafikan mereka diketahui oleh Yesus.

 

Kedua: Yesus meminta mereka menunjukkan kepadaNya mata uang Dinar yang bergambar Kaisar. (Dinar adalah mata uang perak Roma). Ketika uang dinar itu diterima, Yesus, betanya “Gambar dan tulisan siapakah ini?, Jawab mereka: “Gambar Kaisar dan tulisan Kaisar”. Yesus kemudian berkata: Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajin kamu berikan, kepada Kaisar, dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah.Kata kerja Yunani berikanlahapodidomi berarti membayar kembali sepenuhnya kepada sang pemilik. Itu menunjukkan suatu kewajiban kepada Kaisar dan kepada Allah. Kepada Kaisar untuk berbagai kemudahan yang disediakan oleh pemerintah Romawi, orang-orang itu berkewajiban untuk membantu mendukung pemerintah tersebut (bdk. Rm. 13:1-7). Dengan pertimbangan yang sama mereka juga harus memenuhi kewajiban mereka kepada Allah. Tidak ada yang aneh dalam membayar dua macam pajak itu karena keduanya adalah demi terlaksananya kehendak Allah.

Jawaban ini menunjukkan bahwa tiap-tiap orang mempunyai kewajiban terhadap negara dan terhadap Allah. Kewajiban terhadap negara tidak bertentangan dengan iman mereka, sebab kekuasaan suatu pemerintahan diberikan oleh Allah demi kesejahteraan manusia. Dengan membayar pajak, manusia tunduk kepada pemerintahannya dan mengakui bahwa pajak menjadi milik Kaisar (Roma 13:1-7).

Sikap Yesus justru menolong mereka untuk keluar dari kebutaan akal budi dan rohani (16b). Sebagai warga negara dunia, mereka wajib membayar pajak kepada pemerintahan. Sebagai warga negara surgawi, mereka patut memberikan persembahan kepada Allah (17a). Jawaban Yesus pada akhirnya menimbulkan keheranan oleh karena mereka gagal menjebak Yesus.

 

 

III.             CATATAN REFLEKSI

 

  1. Gambaran tentang dua kelompok orang yang datang pada Yesus, yaitu: Orang Farisi dan orang Herodian dapat juga menjadi gambaran dari orang/kelompok yang semula berbeda bahkan bermusuhan, dapat “bersahabat” untuk kepentingan yang jahat. Karena itu sebagai orang-orang percaya/gereja perlu bersikap kritis/berhati-hati terhadap individu-individu yang datang dengan modus seperti para Farisi dan Herodian (“serigala berbulu domba”). Waspadalah!. Belajar dari sikap Yesus untuk menegus mereka sekaligus mengoreksi niat dan pemikiran mereka yang salah/jahat.
  2. Jawaban Yesus dapat kita katakan sebagai sikap politikNya untuk tidak terjebak dalam kepentingan tertentu, tetapi memberikan pemahaman yang benar, bahwa sebagai warga negara yang baik, mereka harus melaksanakan kewajiban mereka tanpa mengabaikan tanggungjawab kepada Allah. Sikap politik Yesus merupakan bagian dari pemeliharaan dan pengaturan Allah terhadap manusia ciptaanNya.
  3. Jika jawaban Yesus merupakan sikap politisnya, maka kita dapat belajar untuk bersikap positif terhadap Politik, oleh karena tidak dapat dipungkiri bahwa orang Kristen mempunyai sikap yang berbeda-beda terhadap politik. Secara sederhana terbagi atas dua, Pertama negative dan kedua positif

 

  1. Sikap Negatif

 

  1. a.  Sikap Apolitik.

 

Sikap apolitik adalah tidak peduli dengan urusan politik karena menganggap politik sebagai urusan duniawi yang kotor yang tidak perlu dicampuri orang Kristen yang dianggap sebagai pribadi-pribadi yang mengurus hal-hal rohani saja.

Walau sudah banyak orang Kristen yang meninggalkan persepsi semacam ini, namun dalam batas tertentu masih ada sebagian orang Kristen yang menganut pandangan demikian.  Dalam hal ini Richard Dauly mengatakan walau gereja bukan kekuatan politik, tetapi kekuatan moral, namun sikap apolitik terlalu ekstrim.

 

b.Sikap Apatis

 

Sikap yang dikembangkan oleh sebagian orang Kristen untuk tidak mau tahu urusan politik, entah karena tidak tahu atau tahu tetapi tidak mau tahu.

 

  1. Sikap Positif

 

  1. Sikap Menjadi Garam dan Terang Dunia

Sikap seperti ini berpendapat bahwa orang Kristen terpanggil sebagai garam dan terang dunia yang melalui iman kristianinya dapat melakukan transformasi politik secara positif, kritis, kreatif, dan realistis.

Sikap ini timbul akan kesadaran tugas dan tanggung jawab sebagai orang-orang percaya yang membawa damai. Tugas dan panggilan sebagai orang percaya merupakan dasar bagi orang-orang yang berpandangan seperti ini untuk berpartisipasi di dunia politik.

 

  1. Tanggung Jawab Sosial Umat Allah

 

Keterlibatan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara  merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari hidup orang percaya.

 

  1. Allah memakai Pemerintah untuk menata kehidupan sosial manusia. Dalam hal ini orang Kristen terpanggil untuk berpartisipasi dalam mewujudkan tatanan sosial yang mencerminkan kebenaran, kasih dan keadilan-Nya.

 

 

 

 

Pertanyaan untuk diskusi:

  1. Apa yang dapat kita lakukan agar kita tidak terjebak dalam “permainan” orang/kelompok tertentu yang mempunyai kepentingan tertentu yang dapat dirupakan sebagai Kaum Farisi dan Herodian?
  2. Apa wujud tanggungjawab kita sebagai warganegara yang baik untuk mendukung Pemerintah? (kesetiaan membayar pajak-pajak; PBB,STNK, dll)
  3. Dalam hubungan dengan salah satu nilai yang perlu kita patuhi bersama yaitu : Non Partisipan (tidak membawa nama lembaga untuk mendukung partai/pribadi kelompok tertentu), padahal mereka/individu tsb memberikan keuntungan tertentu atau terikat dalam relasi suku dll. Bagaimana sikap kita setelah belajar dari sikap Yesus?
  4. Model-model Pendidikan Politik seperti apa yang perlu bagi orang-orang Kristen untuk terus menyadari tanggungjawabnya sebagai warga Negara.

 

Pdt. Dina W. Dethan-Penpada, MTh

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *