DR. (HC) WILLI TOISUTA, Ph.D,: GMIT MESTI FOKUS BENAHI SEKOLAH

JAKARTA, www.sinodegmit.or.id, Willi Toisuta, Ph.D, salah satu tokoh pendidikan di Indonesia yang juga mantan guru Yupenkris yang ditempatkan di Sekolah Pendidikan Guru (SPG) di So’e, tahun ’60-an mengatakan, jika GMIT mau membenahi sekolah-sekolahnya maka mesti fokus dan memikirkan dengan serius tingkat pendidikan mana yang menjadi prioritas.

“Kalau sekarang sekolah-sekolah GMIT mau direvitalisasi, sebaiknya kita memikirkan bahwa apa yang mau kita capai itu harus jelas. Apakah kita mau perhatikan SD atau PAUD. Mungkin harus ada fokus atau prioritas. Kalau kita mau membuat Yupenkris menangani keseluruhan sistem kita, kita harus merumuskan, memikirkan dan membangun kembali tekad itu,” ucap mantan rektor UKSW dalam acara “Mama GMIT Panggil Pulang”, sebuah acara penggalangan dana yang digelar oleh warga GMIT diaspora di Jakarta dalam rangka merayakan 70 tahun GMIT guna mendukung sekolah-sekolah GMIT di NTT.

Menurut, Toisuta hingga saat ini, kondisi sekolah-sekolah GMIT sejak dirinya menjadi guru SPG di So’e tidak ada perubahan signifikan. Padahal baginya, GMIT tidak kekurangan sumber daya. Sejarah mencatat bahwa sekolah swasta pertama sebelum republik berdiri sudah ada di pulau Rote tahun 1714. Bahkan profesor-profesor pertama yang ikut membangun republik ini berasal dari GMIT. Ia menyebut Prof. W.Z. Johannes.

“Sebenarnya bukan kita tidak bisa, dari segi kapasitas dan kemampuan teman-teman dari GMIT  tidak kalah. Profesor-profesor pertama yang turut serta di dalam keberadaan Republik Indonesia antara lain Prof. Johannes. Orang lain belum profesor dia sudah profesor dari jaman kolonial.  Sampai saat sekarang pun, profesor Adrianus Mooy, misalnya, dan teman-teman lain yang sejak zaman kemerdekaan sampai sekarang adalah orang-orang dari GMIT yang sebenarnya punya kapasitas yang luar biasa,” kisah pria kelahiran Kupang tahun 1938 ini.

Oleh karena itu, Toisuta berharap, GMIT mesti mengelola sumber daya yang Tuhan anugerahkan untuk pengembangan pendidikan di GMIT. Bukan terbatas hanya pada pencapaian dana pendidikan 2% melainkan apa yang mau dicapai oleh GMIT.

“Jadi, kita harus memikirkan lebih dari memberikan dana pendidikan 2% ini. Tidak ada pendidikan yang berkualitas tanpa cost.  Tapi itu yang harus kita pikirkan bersama-sama. Jadi jangan pikir 2%-nya, tapi kita musti pikir apa sesungguhnya yang mau kita capai,” tandasnya.

Kegiatan yang berlangsung di aula Kementrian desa PDTT itu, juga dihadiri pula Prof. Adrianus Mooy dan dirjend kementrian desa PDTT, Anwar Sanusi, ketua komisi V DPR RI, Ir. Fary Francis yang juga menjadi ketua umum perayaan 70 tahun GMIT dan 500 tahun gereja reformasi, serta Ketua MS GMIT. Pdt. Dr. Mery Kolimon.

Acara dimeriahkan oleh penyanyi, Yopi Latul, Demitri Uly, Jack Bullan (sasandois) dan tarian dari tim Sanggar Anjungan NTT Taman Mini Indonesia Indah (TMII).***

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *