GEREJA MENGHADAPI PERDAGANGAN ORANG: AMBIL RISIKO ATAU DIAM? (Catatan Harian Konferensi Teologi Internasional Gereja-Gereja Mitra Global Ministries di Asia Selatan: bagian III)

Ibadah pagi dihari kedua konferensi sangat inspiratif. Pendeta Dr. David Rajendran dari India mengutip kisah Ester dan memberi tafsiran yang menarik.

“Ester, seorang Yahudi diambil dan dibawa bersama pamannya Mordekai. Ia diambil dari satu tempat ke tempat lain sebagaimana di masa kini banyak juga orang mengalami hal yang sama. Ada intimidasi dalam kisahnya. Identitasnya sebagai orang Yahudi disembunyikan persis namanya Hadasa yang berarti tersembunyi. Dia hidup sebagai seorang ratu dengan identitas yang tersembunyi juga. Identitas pamannya juga tersembunyi.”

Ketika tiba waktunya seluruh orang Yahudi hendak dibinasakan oleh Raja Ahasweros karena hasutan Haman, Mordekai mengirim pesan kepada Ester untuk menghadap raja dan meminta perlindungan. Ester menolak.  Lalu Mordekai mengirim lagi pesan katanya, “Jangan kira karena engkau di dalam istana raja, hanya engkau yang akan terluput dari antara semua orang Yahudi. Sebab sekalipun engkau pada saat ini berdiam diri saja, bagi orang Yahudi akan timbul juga pertolongan dan kelepasan dari pihak lain, dan engkau dan kaum keluargamu akan binasa. Siapa tahu mungkin untuk saat yang seperti ini engkau beroleh kedudukan sebagai ratu (Ester 4:13-14).

Menarik implikasi dari kisah ini Pdt. David mengatakan membangun kemitraan membutuhkan keterbukaan untuk melihat dengan hati apa yang tersembunyi. Kemitraan tidak boleh berhenti pada hal-hal yang bersifat kosmetik. Ia harus lebih dari itu. Persoalannya bagi Ester adalah upayanya untuk membebaskan orang Yahudi dari tangan raja Persia taruhannya adalah nyawa. Kisah ini memanggil gereja untuk tugas yang berisiko itu. Bagaimana dalam konteks seperti yang dialami Ester, gereja sungguh-sungguh mau terlibat sebagai bagian dari pelayanan dan ketaatannya kepada Tuhan.

Lanjutan Presentasi Dari Malaysia

Peserta dari Malaysia diwakili oleh Dr. Glorene Dass. Ia adalah direktur Tenaganita, sebuah lembaga sosial yang memberi perhatian pada isu perdagangan orang. Sudah berkali-kali lembaganya mengirim pulang jenasah TKI. Terakhir jenasah dari TKI NTT, Adelina Sau.

Lembaga ini mengurusi banyak soal: mulai dari program untuk pengungi, anti perdagangan, orang, strategi mengeloa kasus-kasus, memberi bantuan hukum, rumah aman dan pemulihan, advokasi kebijakan, membangun kemitraan dan lain-lain.

Menurutnya, perdagangan orang di Malaysia adalah bisnis yang terorganisir, sistematis, dan sangat menguntungkan.

“Perdagangan orang adalah bisnis yang sangat menguntungkan. Perempuan dan anak diperjualbelikan.  Mereka dilatih dengan baik untuk bekerja sekaligus diikat secara kauat agar ekonomi tetap jalan. Mereka dilatih bukan untuk mandiri tapi untuk bertahan supaya bisa dieksploitasi.

Glorene bercerita mengenai seorang anak perempuan dari Kamboja berumur 17 tahun yang berhasil mereka selamatkan. Anak ini bersaksi mengenai kejadian yang dialaminya bersama seorang anak perempuan asal Indonesia yang berumur 16 tahun.

“Dia ditangkap oleh agen-agen perdaganagn orang. Semua perempuan dibawa ke dalam satu kamar dan dia lihat anak Indonesia berumur sekitar 16 tahun dipukul berulang-ulang lalu ditelanjangi. Mereka pegang dan balik dia dan taruh jari kakinya di cok listrik.  Dia berteriak menangis.”

Anak perempuan Kamboja ini mengaku tidak akan pernah lupa bagaimana anak Indonesia itu berteriak dan menangis.

“Itu untuk menciptakan ketakutan supaya mereka tunduk dan lemah. Ini salah satu kasus saja yang kita hadapi dari ratusan yang kami dampingi,” kisah Glorine.

Di Malaysia kata Glorene, hampir semua pekerja di sektor rumah tangga adalah korban perdagangan orang. Apalagi tenaga kerja asal Indonesia. Negara menginjinkan majikan atau agen untuk menahan gaji tenaga kerja selama 6-9 bulan. Tidak ada hari libur, paspor ditahan, dan seterusnya.

“Hampir semua pekerja tidak lagi melihat paspornya setelah sampai di Malaysia. Pihak agen atau majikan menahannya sehingga akses pelayanan kesehatan tidak ada, hari libur juga tidak ada. Bahkan ada yang bekerja sampai 20 jam per hari. Ada yang gajinya dibayar tidak sesuai kontrak.”

Tidak hanya tenaga kerja rumah tangga yang diperbudak, tapi juga nelayan. Ada juga penjualan bayi. Modusnya adalah bila ada pekerja yang hamil, ia ambil oleh agen dan dijual kepada sindikat yang akan merawat si ibu sampai bayinya lahir lalu diambil dan dijual.

Lantas bagaimana peran gereja-gereja di Malaysia. Menurutnya gereja-gereja juga berada dalam situasi ketakutan.

“Pada hari Minggu Paskah yang lalu, kami menyelamatkan 7 pekerja migran laki-laki yang tidak makan selama 4 hari. Kami menelpon beberapa gereja dan meminta mereka memberi pertolongan. Dan pertanyaan pertama yang diajukan oleh pihak gereja adalah: apakah mereka punya dokumen?”

Glorene sangat terkejut dan heran dengan sikap gereja di Malaysia.

“Bagaimana kita harus menanggapi gereja yang bertanya seperti itu? Gereja takut mengambil risiko untuk menolong para korban ini. Mereka hanya mau tolong kalau ada dokumen. Mereka (gereja) tidak tanya, apa yang mereka butuhkan, apakah mereka punya makanan, berapa lama mereka tidak mandi? Gereja tidak tanya hal-hal itu?”

Pada bagian akhir presentasinya, Glorine bercerita mengenai upaya mereka menolong Adelina Sau, TKW asal NTT yang tewas pada Minggu 11 Pebruari 2018 yang lalu.

“Polisi memberitahu kami bahwa Adelina dibawa ke rumah sakit. Rupanya majikan sudah melarikan diri saat polisi datang. Staff kami ke rumah sakit dan menanyakan apa sebenarnya yang terjadi. Dia sangat takut dan tidak bicara apa-apa. Kami menyediakan makanan dan berharap ia bisa sembuh karena dokter bilang ia akan hidup. Kami menyiapkan rumah aman bagi Adelina sambil menunggu ia keluar dari rumah sakit.  Tapi kemudian dia koma dan meninggal.”

Sampai di sini wajah Glorine tampak sedih. Ia lalu melanjutkan: “Bisa jadi kami tidak mampu melakukan hal-hal besar, tapi mendampingi dia disaat-saat terakhir hidupnya, adalah sebuah kesempatan kami saling memahami diri kami sebagai sesama ciptaan Allah.*** (bersambung)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *