Kasih Setia Tuhan Tak Berkesudahan (Ratapan 3:21-33) – Pdt. Melkisedek Sni’ut

www.sinodegmit.or.id, Ada sebagian orang Kristen yang keliru memahami kitab Ratapan. Misalnya, kitab Ratapan hanya untuk kedukaan. Kitab Ratapan ditulis oleh Yeremia. Kitab Ratapan pertama kali ditulis untuk umat yang dibuang ke Babel. Kitab Ratapan hanya berisi ratapan atas kejatuhan Yerusalem. Ini semua keliru. Mengapa? Begini penjelasannya.

Pertama, kitab Ratapan bukan hanya untuk kedukaan saja. Makna kitab Ratapan tidak sesempit itu. Sebab kitab Ratapan tidak hanya ngomong tentang bencana, kejatuhan dan penderitaan saja. Hal utama dari kitab Ratapan adalah kasih setia Tuhan itu kekal. Tidak berkesudahan. Ini membuat harapan umat tidak padam sekalipun di tengah penderitaan hidup yang berat.

Jadi sekalipun umat berada dalam kegelapan yang pekat namun tetap punya harapan seperti bintang di langit. Inti harapannya yaitu Tuhan pasti menolong. Biarpun penderitaan terjadi karena hukuman Tuhan namun tidak untuk membinasakan. Tuhan menghukum agar umat sadar akan dosa-dosanya. Dengan demikian ada pertobatan dan pemulihan.

Kedua, penulis kitab Ratapan bukan Yeremia. Lalu siapa? Tidak ada yang tahu. Tetapi karena kitab Ratapan itu kumpulan puisi maka paling sedikit ada empat orang yang tulis. Kumpulan tulisan itu kemudian diedit menjadi satu kitab. Apa yang menjadi alasan untuk bilang bahwa kitab Ratapan tidak ditulis oleh Yeremia?  Ada enam alasan.

Satu, gaya bahasa kitab Ratapan dan kitab Yeremia tidak sama. Bahkan sebenarnya sangat berbeda. Ini lebih terlihat jelas dalam bahasa aslinya (bahasa Ibrani).

Dua, kitab Ratapan berbentuk akrostik, sedangkan kitab Yeremia tidak. Akrostik artinya puisi yang huruf pertama dari bait-baitnya mengikuti urutan abjad. Dalam hal ini abjad Ibrani yang terdiri dari 22 huruf. Istilah lain dari akrostik adalah abecedarium.

Tiga, Yeremia hanya berharap kepada Tuhan. Karena itu dia meminta pemimpin dan umat Yehuda untuk menyerah kepada tentara Babel. Dia tidak berharap kepada bangsa Mesir. Sedangkan penulis kitab Ratapan tidak. Dalam Ratapan 4:17 terlihat harapan penulis akan adanya bangsa yang menolong umat Yehuda dari serbuan tentara Babel.

Empat, Yeremia tidak menghormati raja Zedekia. Sedangkan penulis kitab Ratapan bersikap sebaliknya. Dia menghormati para pemimpin umat Yehuda termasuk Zedekia.

Lima, Ratapan 5:7 menunjukkan bahwa penulisnya adalah seseorang yang lebih muda dari Yeremia. Sebab penulis bilang mereka menanggung dosa, kedurjanaan dan kesalahan bapak-bapak dan nenek moyangnya. Itu berarti penulis kitab Ratapan berasal dari generasi di bawah Yeremia.

Enam, penulis kitab Ratapan sangat terkejut melihat kejatuhan Yerusalem yang dahsyat. Sikap ini pastilah bukan sikap Yeremia. Mengapa? Karena sejak awal Yeremia sudah menubuatkan kehancuran Yerusalem. Karena itu harusnya Yeremia tidak terkejut.

Ketiga, kitab Ratapan memang berisi ratapan terhadap umat Yehuda yang dikalahkan oleh tentara Babel. Namun ratapan itu bukanlah untuk umat yang dibuang ke Babel. Tidak! justru sebaliknya, ratapan ini untuk umat yang dibiarkan tinggal di reruntuhan Yerusalem.

Perlu diingat bahwa pada tahun 587 SZB, tidak semua penduduk Yerusalem dibuang ke Babel. Yang dibuang hanyalah para bangsawan, tentara dan pemuda yang masih kuat saja. Sebab mereka punya SDM yang memadai. Tujuannya agar di Babel mereka bisa bermanfaat. Misalnya, untuk melayani raja dan masyarakat Babel.

Sedangkan para lansia, kaum difabel, orang sakit, lemah dan anak-anak yang pertumbuhannya terhambat, tidak ikut diangkut ke pembuangan. Mereka ditinggalkan dalam kondisi luluh lantak. Bukan saja kotanya yaitu Yerusalem yang luluh lantak. Kesehatan fisik dan jiwa mereka pun luluh lantak.

Ditawannya para pemimpin dan sanak keluarga mereka menjadi perpisahan yang sama dengan kematian. Mereka tidak pernah bertemu lagi. Tidak pernah berkomunikasi lagi. Tidak ada interaksi lagi. Jadi mereka ditinggalkan dalam kondisi sangat terpuruk. Mereka inilah yang ditangisi oleh penulis kitab Ratapan. Bisa saja penulis kitab Ratapan adalah salah satu dari kelompok yang ditinggalkan ini.

Keempat, kitab Ratapan tidak hanya ngomong tentang tragedi yang timbul akibat kejatuhan Yerusalem saja. Sebab tema ini hanya ada dalam pasal 1, 2 dan 4. Dalam tiga pasal ini keruntuhan Bait Allah, kesunyian kota, kelaparan dan berbagai bentuk bahaya lainnya disebut secara berulang-ulang. Kadang-kadang penyebutannya secara harfiah, kadang-kadang dalam bentuk kiasan.

Untuk pasal 5, yang digambarkan adalah kekerasan yang dialami oleh umat yang lemah setelah Yerusalem hancur. Namun ayat-ayat terakhir dalam pasal ini menunjukkan kekekalan Tuhan. Pada bagian ini penulis meminta pemulihan dan pembaharuan dari Tuhan.

Dari semua pasal, pasal 3 merupakan pasal terpanjang. Bentuknya pun akrostik. Satu abjad Ibrani meliputi tiga ayat. Dalam pasal ini seorang secara pribadi menceritakan penderitaannya. Penulis sadar bahwa penderitaannya disebabkan oleh murka Tuhan. Namun ketika dia mengingat kasih setia Tuhan yang tidak berkesudahan, harapannya pun diperbaharui. Nasihat-nasihat dalam pasal ini ada yang lebih cocok untuk pemuda. Ada yang lebih cocok untuk orang yang berbuat dosa. Tetapi ada pula yang lebih cocok untuk pemimpin.

Di sini ada pula seorang pribadi yang memuji Tuhan karena sudah menyelamatkan nyawanya. Selain itu terdapat keluhan tentang bullying dan persekusi yang dialami. Terhadap bullying dan persekusi itu, penulis meminta keadilan Tuhan.

Singkatnya, dalam pasal 3 terdapat banyak bahan dengan pikiran yang berbeda-beda. Semuanya ditempatkan secara berurutan satu sama lain. Inilah yang menjadikan pasal ini sangat kaya. Dalam Ratapan 3:21-33 terlihat sikap positif penulis. Penulis optimis bahwa kasih setia Tuhan itu kekal. Tak berkesudahan. Diperbaharui setiap hari.

Tuhan adalah tempat yang pasti untuk menaruh harapan. Dialah penolong yang setia. Karena itu orang percaya mesti sabar. Pasrah. Taat pada kehendak-Nya. Mengapa? Karena Tuhan membuang muka hanya untuk sementara. Hukuman atas dosa pun didasarkan pada kebesaran kasih setianya. Apapun alasannya, Tuhan tidak tega membiarkan umatnya menderita. Demikianlah inti dari nas yang dibaca hari ini.

Apa pesannya bagi kita di Minggu Advent kedua ini? Ada tiga.

Pertama, Tuhan tidak hanya memperhatikan penderitaan umat secara keseluruhan. Dia juga memperhatikan penderitaan pribadi dari tiap-tiap orang. Sebagai persekutuan, umat Yehuda menderita karena kejatuhan Yerusalem. Ini merupakan bencana nasional. Untuk itu Tuhan memberikan pertolongan. Tetapi Tuhan tidak berhenti di situ. Dia tetap memperhatikan dan menolong orang-orang yang menderita karena masalah pribadi.

Ada banyak masalah yang dialami kaum difabel. Ada yang sakit. Ada yang ditinggalkan orang-orang terkasih. Ada yang kehilangan harta benda. Ada yang masa depannya suram. Ada yang hidup sebatang kara sebagai yatim piatu dan lain-lain.

Terhadap semua penderitaan ini Tuhan memberikan pertolongan. Tidak ada yang diabaikan. Ibaratnya pegiat lingkungan, Tuhan memperhatikan kelestarian hutan maupun pohon sekaligus. Kalau manusia hanya bisa menjaga hutan saja atau pohon saja, Tuhan sebaliknya. Dia bisa menjaga pohon, hutan dan seluruh ekosistemnya.

Jadi apabila Tuhan memulihkan kita dari dampak pandemic Covid-19 dan badai Seroja, tidak berarti bahwa Dia mengabaikan masalah-masalah pribadi. Tidak! Dia tetap menolong setiap orang dari berbagai masalah yang dialaminya. Apapun itu. Entah sakit penyakit, kekurangan, kehilangan orang-orang terkasih dan sebagainya, Tuhan peduli dan tetap akan memulihkan. Karena itu tetaplah berharap kepada-Nya. Kasih setia-Nya tak berkesudahan.

Kedua, pengalaman ditinggalkan adalah pengalaman yang menyakitkan. Itulah yang dialami oleh sebagian umat yang paling lemah setelah Yerusalem dihancurkan. Itulah juga yang dialami oleh banyak orang pada masa kini.

Ada anak-anak yang ditinggal mati oleh orang tuanya. Mereka yatim piatu. Ada anak-anak yang orang tuanya masih hidup tetapi salah satu atau dua-duanya meninggalkan mereka untuk menjadi Pekerja Migran di luar negeri atau daerah lain. Mereka tinggal dengan oma dan opanya.

Ada suami atau istri yang sering ditinggalkan pasangannya karena tuntutan pekerjaan. Bahkan yang lebih berat, pasangan ditinggalkan karena pengkhianatan. Ada orang lansia yang merasa ditinggal sendirian oleh anak-anaknya. Anak-anak dan cucu-cucunyanya sibuk dengan pendidikan, pekerjaan, keluarga dan aktivitas masing-masing.

Ada partai politik atau politisi yang ditinggalkan konstituen karena kebijakan partai atau pimpinan yang tidak populer. Ada pedagang yang ditinggalkan pelanggan akibat satu kesalahan yang diviralkan. Ada pengusaha yang ditinggalkan penguasa karena merasa tidak didukung ketika pemilu. Ada youtuber, tiktoker, selebriti dan selebgram yang ditinggalkan followers atau fans karena tidak menuruti keinginan followers atau fansnya. Ada jemaat yang ditinggalkan anggota-anggotanya karena merasa keinginannya tidak terpenuhi. Dan masih banyak lagi.

Dalam kondisi demikian, tidak usah putus asa. Memang, ditinggalkan merupakan pengalaman yang menyedihkan dan mengecewakan. Tetapi tidak ada yang bisa menghindar. Suatu saat kita akan ditinggalkan. Sebab ini merupakan pengalaman yang pernah atau akan dirasakan oleh semua orang.

Karena itu yang mesti ditanamkan dalam jiwa adalah siapapun boleh meninggalkan kita, asal bukan Tuhan. Sebab selama Tuhan bersama kita, Dia akan menjadi penghibur yang sejati. Dialah yang menggantikan posisi mereka yang meninggalkan kita. Karena itu tetaplah berharap kepada Tuhan karena kasih setia-Nya tak berkesudahan.

Ketiga, berupaya menjadi orang yang sabar dan tabah menerima hukuman Tuhan. Penulis kitab Ratapan mengakui bahwa penderitaan yang dialami merupakan hukuman atas dosa-dosa yang dilakukan. Ada dosa yang dilakukan sendiri oleh pribadi yang bersangkutan. Tetapi ada pula dosa yang diwarisi dari orang tua atau nenek moyang. Siapapun pelakunya, apabila Tuhan menghukum maka mesti diterima dengan tabah dan sabar.

Sebenarnya hukuman Tuhan ada dua tujuan. Pertama, Tuhan menghukum untuk mengajar. Kedua, Tuhan menghukum untuk menghajar. Kapan kedua jenis hukuman ini diterapkan?

Tuhan kasi hukuman sebagai pengajaran melalui Yesus Kristus dalam peranan-Nya sebagai guru. Ini Dia kasi sejak dahulu sampai sekarang. Jadi kalau ada yang merasa sedang dihukum Tuhan, ingatlah bahwa Dia sementara menghukum kita sebagai guru. Apa artinya? Artinya, seperti guru, hukuman Tuhan Yesus bertujuan untuk mengingatkan, menyadarkan dan membuat orang bertobat. Sebab sepertilah itulah para guru. Tidak ada guru yang jahat. Yang ada hanya guru yang galak. Mungkin disebut juga guru killer. Tetapi segalak-galaknya seorang guru, ia ingin agar anak didiknya berubah menjadi lebih baik. Seperti itulah Tuhan Yesus dalam peranan-Nya sebagai Sang Guru Agung. Sekeras-kerasnya Dia menghukum saat ini, tujuannya adalah untuk kebaikan umat-Nya di masa depan. Baik masa depan di dunia maupun masa depan pada akhir zaman.

Namun Yesus tidak hanya kasi hukuman sebagai guru. Di akhir zaman, Dia akan datang sebagai hakim. Saat itu, semua orang akan diadili. Dalam penghakiman itu, orang-orang yang dinilai benar akan ditempatkan seperti domba-domba di sebelah kanan-Nya. Sedangkan orang-orang yang dinilai berdosa akan ditempatkan seperti kambing-kambing di sebelah kiri-Nya. Mereka yang di sebelah kiri ini akan menerima hukuman.

Seperti layaknya para hakim menghukum atau menjatuhkan vonis, seperti itulah Tuhan Yesus pada akhir zaman. Para hakim menghukum untuk menghajar. Itu sebabnya ada hakim yang menjatuhkan hukuman seumur hidup atau hukuman mati. Jika hukuman mati yang dijatuhkan, tidak ada lagi kesempatan untuk memperbaiki diri.

Inilah yang Tuhan Yesus lakukan ketika datang kembali di akhir zaman. Saat itu Dia akan menghakimi orang yang hidup dan yang mati. Bagi orang-orang yang berdosa dan tidak sempat bertobat, hukuman yang diterima pada akhir zaman sifatnya kekal. Tidak ada kesempatan untuk memperbaiki diri. Sudah terlambat! Penyesalan sebesar apapun tidak ada gunanya.

Karena itu orang menderita karena hukuman Tuhan pada masa kini mestinya bersyukur. Sebab mereka sudah dihukum sewaktu Tuhan Yesus masih berperan sebagai guru. Dengan demikian ada kesempatan untuk bertobat dan dipulihkan.

Maukah kita dipulihkan oleh Tuhan Yesus? Kalau mau, jadilah orang yang tabah dan sabar menerima hukuman dari Sang Guru Agung. Sekalipun hal itu membuat kita menderita namun pada akhirnya hidup kekal akan diperoleh. Tuhan memberkati kita. Amin. ***

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *