KUPANG, www.sinodegmit.or.id, Ibarat pohon pengetahuan yang baik dan jahat, teknologi digital berupa gadget telah membawa pengaruh yang luar biasa bagi peradaban manusia dengan segala risikonya.
Sebuah riset yang dilakukan oleh Hootsuite tahun 2019 mencatat sehari rata-rata satu orang Indonesia memeriksa ponselnya sebanyak 80-150 kali. Bahkan ada yang mencapai 300 kali. Sedangkan dari segi durasi, setiap hari waktu yang dipakai untuk bersosial media melalui perangkat apapun berkisar 3-8 jam. Dari sisi situasi/kondisi penggunaan, gadget dipakai saat menunggu 94%, tempat tidur 91%, perjalanan 66%, bersama keluarga/teman 54%, nonton TV 54%, pertemuan di ruang/kelas 42%.
Fenomena ini mendorong Majelis Sinode GMIT mencanangkan Gerakan 18:20 yang tertuang dalam rekomendasi Persidangan Majelis Sinode ke-44 pada bulan Agustus 2019. Maksud dari gerakan ini adalah mengajak seluruh anggota GMIT agar menonaktifkan seluruh perangkat digital mulai pukul 18:00 hingga 20:00 dan memanfaatkan waktu dua jam tersebut untuk bercengkerama dengan semua anggota keluarga.

“Pada Persidangan Majelis Sinode GMIT Agustus lalu, sidang merekomendasikan dua hal penting. Pertama, tantangan revolusi 4.0. Masyarakat dunia saat ini sedang menghadapi satu kediktatoran baru yakni gadget. Sebagian besar waktu, orang habiskan bersama smartphone, tablet, televisi, laptop dan lain-lain. Bangun tidur belum berdoa sudah buka Facebook, WhatsApp, Youtube dan lain-lain untuk cek berapa yang sudah komentar. Kami minta semua anggota GMIT agar setiap hari jam 6 sampai jam 8 malam ‘berpuasa’ dari alat-alat canggih tersebut. Pakai jam itu untuk dampingi anak atau cucu kerja PR, baca buku cerita untuk anak, pakai waktu untuk berdoa dan baca Alkitab bersama keluarga. Jangan sampai Bapak dan Mama pulang kerja dan tiba di rumah masing-masing langsung menghadap handphone dan senyum-senyum sendiri. Demikian juga anak-anak di kamar sibuk dengan alat-alat canggih tersebut.
Kedua, kami juga meminta semua jemaat GMIT memilih salah satu minggu dalam satu bulan untuk mengadakan perjamuan kasih di gereja. Majelis jemaat siap ubi, pisang, kue, kopi atau teh untuk minum bersama sebelum pulang sehingga jalinan kasih persaudaraan di antara jemaat terjaga,” ujar Pdt. Mery. ***