WORKSHOP PENULISAN NARASI TEOLOGI DAN TRAUMA

KUPANG, www.sinodegmit.or.id, Kasus perdagangan orang baik di dalam maupun ke luar negeri telah meninggalkan luka dan trauma yang dalam bagi para korban dan keluarga. Namun catatan pengalaman  traumatis yang mereka alami belum banyak mendapat perhatian publik.

Hal ini mendorong POKJA Teologi Kontekstual-Mission 21, sebuah lembaga penginjilan yang berpusat di Basel-Swiss bekerja sama dengan Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT) dan Jaringan Perempuan Indonesia Timur (JPIT) menggelar workshop menulis teologi dan trauma.

“Proses menulis teologi dan trauma bukan sekadar untuk menerbitkan buku atau menghasilkan kebijakan, tapi saya kira untuk mencegah trauma masa lalu yang tidak perlu ditambah lagi dengan trauma 50 tahun mendatang,” kata Pdt. Dr. Septemi Lakawa, salah satu pemateri dalam workshop ini.

Menulis trauma para penyintas menurut Pdt. Septemi tidaklah mudah. “Orang yang menulis trauma harus tahu bagaimana rasanya gagal dan terluka. Tidak bisa terburu-buru dan kita katakan kebangkitan itu datang. Tulislah sesuatu yang hanya bisa dibaca melalui gerak tubuh mereka yang mengalami luka yang dasyat,” ujarnyanya serius.

Kegiatan yang bertujuan menghasilkan buku berisi narasi pengalaman para korban perdagangan orang ini diawali dengan pelatihan teknik wawancara dan menulis bagi 20 peserta yang berlangsung di Hotel Emilia, Jumat, 28/07-2017. Para peserta adalah pendeta jemaat dari GMIT, Gereja Kristen Sumba (GKS) dan Keuskupan Agung-Kupang. Rencananya hasil tulisan peserta akan diterbitkan Penerbit BPK-Gunung Mulia pada akhir Desember 2017.

Guna menolong para penyintas human traffickingPdt. Septemi menghimbau gereja-gereja membangun secara kreatif model-model ritual baru dari kekayaan budaya lokal yang bisa dielaborasi dengan sumber-sumber lainnya. Menurutnya gereja tidak boleh hanya memikirkan doktrin atau ajaran tetapi juga ritual atau liturgi yang bisa memberi pemulihan bagi para penyintas yang mereka ketahui dan bukan sesuatu yang asing dari budaya mereka.

Selain menghadirkan Pdt. Dr. Septemi Lakawa, pengajar dari STT Jakarta, yang memberi materi tentang teologi dan trauma, hadir juga Rainy M.P. Hutabarat, seorang pekerja media dari YAKOMA Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) dengan materi menulis wawancara dan Rika Tadu Hungu, MA menyampaikan materi tentang teknik wawancara.***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *