SUKACITA DAN HARU WARNAI KEBAKTIAN PEMBUKAAN BULAN BAHASA DAN BUDAYA

KUPANG, www.sinodegmit.or.id, Penetapan bulan Mei sebagai bulan bahasa dan budaya oleh GMIT sejak lama luput dari perhatian jemaat-jemaat. Lazimnya ibadah bernuansa budaya menyatu dengan bulan Oktober yang merupakan bulan keluarga. Karena itu di tahun 2017 Majelis Sinode (MS) periode 2015-2019 mengajak jemaat-jemaat GMIT untuk kembali fokus dan memberi perhatian pada bulan Mei yang telah ditetapkan sebagai bulan bahasa dan budaya.

Dengan memberi perhatian pada bahasa dan budaya lokal, GMIT sebagai gereja suku, bermaksud ambil bagian dalam upaya pelestarian bahasa dan budaya lokal sebagai anugerah Tuhan yang harus dilindungi dari kepunahan. Lebih dari itu, GMIT turut bertanggungjawab menyatakan misi Allah dalam bahasa dan budaya untuk perdamian dan kebaikan seluruh ciptaan.

Untuk maksud tersebut, Minggu, 7/5-2017 bertempat di jemaat GMIT Karmel Fatululi-Kupang berlangsung kebaktian pembukaan bulan bahasa dan budaya yang dipimpin oleh Pdt. Dr. Mery Kolimon, yang juga adalah Ketua Majelis Sinode GMIT.

Kebaktian bernuansa etnis Alor pada Minggu pagi itu, disambut dengan sukacita oleh semua warga jemaat. Anak-anak, dewasa dan  para lansia tampak serasi mengenakan busana adat Alor menghadiri kebaktian.

Penggunaan liturgi etnik Alor-Pantar dalam kebaktian Minggu pertama ini direspon positif dengan persiapan yang matang. Tidak kurang dari 40 orang mengisi peran-peran dalam liturgi seperti: kantoria, tim musik modern dan tradisional, pelakon cerita, narator, pembawa tangguh persembahan dan penari.

Liturgi diawali dengan fragmen yang menampilkan realitas sosial masa kini. Seorang gadis korban TKW berjalan gontai. Narasi tentang nasib buruk para buruh migran sangat menyentuh perasaan. Usai itu, lima orang anak muda dari 5 etnis yang berbeda bersenjata parang, kelewang dan panah saling serang dan mereka tewas seketika. Seorang ibu meraung menangisi anak-anak yang tewas bergelimpangan. Selepas itu, datang lagi seorang anak menjajakan koran. Ia berjalan kian kemari di antara  penonton (jemaat). Dari arah yang lain datang pula seorang koruptor berpakaian necis, asyik dengan handphone terbarunya, ia menabrak si anak. Tanpa minta maaf ia berlalu begitu saja. Lalu muncul lagi peristiwa yang tak kalah memprihatinkan. Seorang suami menyeret dan memukuli istrinya hingga babak belur. Suasana sangat hening. Keharuan menyelimuti perasaan jemaat. Beberapa orang tampak berlinang. Seorang bapak yang berusia senja duduk di barisan paling depan menyeka air matanya yang tak mampu di tahan.

Usai menggambarkan realitas sosial dalam lakon-lakon tersebut dilanjutkan dengan prosesi pelayan diiringi tarian memasuki ruang kebaktian. Kolaborasi musik tradisional dan musik modern pimpinan Pdt. Dany Pattinaja, sekretaris pengurus pengembangan liturgi dan musik gereja yang juga dosen musik gereja dari STAKN-Kupang menghasilkan harmoni yang indah sepanjang kebaktian. Demikian pula nyanyian jemaat yang dipandu kantoria binaan Pdt. Grace Sjion menolong jemaat bernyanyi dengan antusias.

Pdt. Dr. Mery Kolimon yang memimpin kebaktian  khotbah yang mengacu pada Kejadian 11:1-9 menegaskan 3 hal: Pertama, melibatkan Tuhan dalam perencaan. Orang-orang di Babel bersatu untuk membangun menara, itu baik. Tetapi rencana pembangunan menara babel tidak melayani kehendak Tuhan melainkan untuk membentuk kelompok yang eksklusif. Kedua, motivasi pembangunan. Orang-orang Babel membangun menara dengan motivasi bukan untuk memuliakan Tuhan melainkan mencari nama. Ketiga, ancaman kepunahan sejumlah bahasa lokal dan pentingnya mewariskan bahasa-bahasa itu bagi generasi muda. Keempat, Allah turun tangan ketika terjadi kemerosotan dalam perilaku hidup manusia. (selengkapnya baca di artikel tentang Bahasa sebagai Alat Pemulihan dan pembaharuan)

Roky Pau Riwu, pemuda jemaat setempat menyatakan perasaan senangnya mengikuti kebaktian etnis. “Saya merasa diberkati dengan khotbah yang mengingatkan pentingnya bahasa lokal. Setuju dengan ibu pendeta dalam khotbah tadi bahwa pemberitaan firman dalam bahasa daerah lebih menyentuh hati kami.” ***

 

 

 

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *