
LEWOTOBI-FLORES TIMUR, 26–28 Juni 2025, www.sinodegmit.or.id, Gunung Lewotobi kembali bergemuruh. Letusan yang terjadi pada 17 Juni 2025 mengingatkan masyarakat akan dahsyatnya erupsi besar pada 3 November 2024 lalu. Puncak gunung terlihat memutih, diselimuti abu vulkanik yang membentuk selimut perak kelabu – simbol sekaligus saksi atas ketangguhan masyarakat di sekitarnya.
Meski tidak menambah jumlah pengungsi, letusan ini kembali mengusik kenyamanan warga yang tinggal di empat pos lapangan dan hunian sementara (huntara). Data dari BPBD Flores Timur per 26 Juni mencatat:
- Pos Konga: 947 jiwa (283 KK)
- Pos Bokang Wolomatang: 401 jiwa (134 KK)
- Pos Lewolaga: 271 jiwa (80 KK)
- Pos Kobasoma: 346 jiwa (93 KK)
Sementara itu, huntara di Desa Konga telah dihuni oleh 448 Kepala Rumah Tangga (KRT) dengan total 1.817 jiwa. Dari 450 unit huntara yang dibangun, 442 unit telah memiliki nomor rumah.
Pemerintah juga menggulirkan Dana Tunggu Hunian (DTH) untuk 603 KRT. Hingga kini, 259 KRT sudah menerima bantuan tersebut dalam tiga tahap.
Dalam situasi ini, GMIT tidak tinggal diam. Pdt. Adi Amtaran (Ketua Badan Pengurangan Risiko Bencana /BPRB GMIT), Pdt. Sarnita Benu (Ketua Majelis Jemaat GMIT Ebenhaezer Larantuka), Pnt. Adrianus Nalle dan Eldo Cornelis (Satuan Pelayanan Pengurangan Risiko Bencana GMIT) melakukan kunjungan pelayanan kemanusiaan ke BPBD Flores Timur pada 26 Juni 2025.
Dalam situasi yang sulit, GMIT hadir dengan semangat bisa menjadi sumber kekuatan utama. GMIT hadir untuk menyalakan kembali api harapan, melalui kehadiran fisik, kata-kata penguatan, doa bersama, dan tindakan kasih. Semangat ini bukan hanya datang dari kata-kata, tapi dari solidaritas nyata yang ditunjukkan dalam kerja sama dan dukungan moral maupun material.
“Kami hadir untuk mendengarkan, berbagi semangat, dan mempererat sinergi pelayanan,” ujar Pdt. Adi.

Dalam kunjungan ini, Kepala Pelaksana BPBD Flores Timur, Drs. Fredynandus Moat Aeng menjelaskan bahwa meski masyarakat diperbolehkan sesekali menengok rumah mereka, ketika malam harus Kembali ke pos dan huntara demi keselamatan.
Di hari yang sama, tim GMIT juga berjumpa dengan Sekda Flotim, Drs. Petrus Pedo Maran, M.Si, yang menyampaikan terima kasih atas perhatian dan dukungan GMIT. Ia menyampaikan bahwa penetapan Kawasan Rawan Bencana (KRB) membuat relokasi penduduk menjadi langkah yang tak bisa ditunda. Pemerintah kini sedang mempercepat pembangunan hunian tetap bagi warga dari 6 desa terdampak.
Hari berikutnya, 27 Juni, rombongan melanjutkan kunjungan ke Mata Jemaat Imanuel Boru. Suasana gotong royong mewarnai pembangunan gedung gereja baru yang sedang dalam tahap kedua pencairan dana dari pemerintah pusat, senilai total Rp260 juta. Jemaat bahu membahu, memikul pasir ke dalam fondasi, yang menjadi sebuah simbol iman yang kokoh di tengah tantangan.
Tak berhenti di situ, tim juga menyambangi huntara yang dikoordinir oleh Pnt. Barnabas Nenohay, yang dengan penuh harap menyampaikan kebutuhan mendesak berupa paku dan seng untuk lima rumah jemaat yang terdampak.
Kisah dari Lewotobi bukan sekadar narasi bencana, melainkan kisah nyata tentang iman yang tak goyah, harapan yang terus menyala, dan kasih yang menjelma dalam aksi nyata.
“Cerita singkat dari kaki Lewotobi ini menguatkan kita untuk terus melangkah dalam partisipasi aktif di ladang kemanusiaan,” pungkas Pdt. Adi Amtaran dengan penuh haru. Tuhan Yesus memberkati. ***











