
Ada kelompok doa tertentu yang warganya sakit tidak dibawa ke Puskesmas atau perawat terdekat namun dibawa ke tempat doa untuk didoakan. Bahkan dilarang untuk mengkonsumsi obat dari rumah sakit. Bagi mereka, mujizat itu terjadi hanya karena berdoa. Namun ada kelompok doa yang anggotanya sakit berdoa meminta petunjuk Tuhan, jika petunjuk mengatakan dibawa ke rumah sakit, maka si sakit dibawa ke rumah sakit, namun tidak, maka si sakit hanya didoakan. Ada juga kelompok doa yang setelah mendoakan si sakit lalu disuruh bawa ke rumah sakit. Ada juga orang yang sakit setelah dibawa ke rumah sakit baru meminta untuk didoakan. Bahkan kini ada pelayan (pendeta) yang dikhususkan untuk melayani di rumah sakit.
Pertanyaan refleksi adalah: seperti apa pelayanan kudus yang menyembuhkan?
Secara eksplisit, Yakobus adalah penulis surat Yakobus, sebagai penanda bahwa penulis surat ini bukan anonim. Surat ini merupakan bagian dari surat umum atau am, karena ditujukan kepada “dua belas suku di perantauan” (1: 1) yang bersifat umum. Surat Yakobus memiliki ciri khas yang unik dan berbeda dengan kebanyakan surat-surat dalam Perjanjian Baru. Surat ini tidak banyak membahas hal-hal yang bersifat teologis, sebagaimana yang sering dilakukan Paulus di dalam surat-suratnya. Surat ini juga sama sekali tidak mengaitkan tulisannya dengan kematian dan kebangkitan Yesus, padahal di awal surat, Yakobus mengklaim dirinya sebagai hamba Yesus Kristus.
Yakobus lebih menekankan nasihat praktis dan hikmat kepada para pembacanya, sehingga ketika kita membacanya, nuansa yang dihadirkan sama seperti ketika kita membaca ajaran-ajaran Yesus yang terdapat dalam Injil.
Dari bacaan saat ini, kita dapat membaginya dalam tiga bagian: ayat 12 berdiri sendiri, ayat 13-18 merupakan inti perikop ini, dan ayat 19-20 penyimpangan, nasihat dan pertobatan.
Pertama, ayat 12: “jangan … bersumpah demi” Yakobus menegaskan perkataan Tuhan Yesus di Matius 5:34-37, berkaitan dengan sumpah palsu. Dalam masyarakat yang jujur sumpah demi apa pun tidak penting, sebab warga masyarakat yang terikat dalam masyarakat yang jujur selalu mengatakan sesuatu sesuai kebenaran. Juga dalam relasi yang jujur dan berdasarkan kasih antara dua orang atau lebih, tidak dibutuhkan sumpah untuk menegaskan suatu hal. Apalagi dalam komunitas beriman ada keyakinan bahwa Tuhan adalah hakim juga atas perkataan orang percaya
Kedua, ayat 13 – 18 persekutuan kemuridan menjadi persekutuan yang berdoa, persekutuan yang bernyanyi dan persekutuan yang menyembuhkan.
Ayat 13a: “… kalau ada seorang … yang menderita ….” Nampaknya yang dimaksud di sini adalah penderitaan jasmani seperti sakit. Ungkapan menderita karena keadaan yang harus diterima, walaupun tidak diinginkan. Dalam keadaan demikian seorang beriman tidak menerima derita dengan mengeluh, mencomel. Tidak juga putus asa. Melainkan, kata Yakobus, berdoa. Hal berdoa ini dibahas lebih lanjut di ayat 15 dan 16 dengan perkataan “doa yang lahir dari iman akan menyelamatkan orang sakit …” dan “doa yang benar sangat besar kuasanya.” Dua kalimat ini bisa menyesatkan karena orang menganggap bahwa doa pada dirinya berkuasa untuk menyembuhkan dan menyelamatkan. Apalagi dihubungkan dengan contoh doa Elia seperti di ayat 17 dan 18; seakan-akan doa Elia-lah yang berkuasa menyebabkan hujan tidak turun (ayat 17) dan hujan turun (ay.18).
Untuk mencegah pengertian yang sesat tersebut Yakobus menambahkan kalimat yang amat penting: “…. Tuhan akan membangunkan dia, dan jika ia telah berdosa, maka dosanya akan diampuni oleh Tuhan.” Penegasan Yakobus ini menunjukkan bahwa hal menjadi sembuh, hal dosa diampuni, dalam doa Elia, hal tidak turun hujan dan atau turun hujan itu bukanlah hasil perbuatan berdoa. Tidak! Yakobus menegaskan bahwa sembuh dan diampuni, juga hujan turun atau tidak turun itu adalah hasil karya Tuhan Allah yang kepada-Nya orang percaya berdoa. Ungkapan “Tuhan membangunkan …” menunjuk kepada kuasa tangan Tuhan yang bekerja untuk mendatangkan kebaikan kepada orang-orang yang percaya kepada-Nya.
Kalau begitu di mana letak kuasa doa? Yakobus menunjukkan bahwa kuasa doa tidak dibuktikan dengan adanya kesembuhan melainkan kuasa doa terletak pada hati Tuhan yang bersedia mendengarkan doa orang percaya dan memberi atau mengerjakan kesembuhan. Nyatalah bahwa doa yang disampaikan kepada Tuhan dengan iman yang sungguh, dengan cinta kasih dan penyerahan diri yang utuh kepada Tuhan, mampu menggetarkan hati Tuhan sehingga Tuhan memutuskan untuk memberi kesembuhan kepada yang meminta dalam doa.
Di PL ada dua contoh tentang hati Tuhan tergerak lalu Ia mengubah keputusan-Nya karena doa penuh iman yang dinaikkan kepada-Nya (2 Raja-raja 20:1-6. Yunus 3). Kita tidak boleh memakai contoh ini untuk menjadikan doa kita sebagai alat kita membujuk Tuhan Allah. Dua contoh ini menunjukkan bahwa Allah adalah kasih dan Ia berkenan untuk mendengarkan doa.
Ayat 13b: “…. Kalau ada orang yang bergembira, baiklah ia menyanyi ….” Menyanyi sama pentingnya dengan berdoa. Dalam menyanyi pun kita mengungkapkan isi hati kita dan seluruh keberadaan kita kepada Tuhan. Dalam 1 Kor. 14:15 rasul Paulus berkata: “…. aku akan memuji dan menyanyi dengan rohku, tetapi aku akan menyanyi dan memuji juga dengan akal budiku.” Bagi Paulus kesanggupan menyanyi adalah karunia roh (1 Kor. 14:16) yang berguna untuk membangun pertumbuhan iman pribadi dan pertumbuhan iman jemaat. Menyanyi dengan roh dan menyanyi dengan akal budi artinya seluruh jiwa ragaku, akal budi, pikiran, perasaan dan hatiku menyanyi bagi Tuhan.
Ayat 16: “saling mendoakan, supaya kamu sembuh” dan juga “… mengaku dosa …” ayat 16 juga menegaskan bahwa bisa jadi penyakit tertentu ada hubungan dengan dosa. Karena itu dianjurkan agar doa penyembuhan juga disertai pengakuan dosa dan penyesalan. Hubungan sakit dan dosa tidak hanya secara rohani, seakan sakit itu adalah kutukan atas dosa tertentu; tetapi juga secara fisik, misalnya ada orang yang tidak mengurus kesehatan dalam hal kerja, makan-minum, istrahat dll, sehingga ia sakit. Itu adalah dosa kelalaian yang harus diakui dan disesali agar sembuh.
Ketiga, Ayat 19-20: panggilan untuk menasihati dan menyembuhkan sesama dari kesesatan (=sakit) rohani. Jadi panggilan penyembuhan juga termasuk pelayanan gereja untuk “meluruskan” mereka yang menganut ajaran yang salah. Ada rupa-rupa ajaran. Ada yang berasal dari agama suku. Ada yang berasal dari ajaran aliran/gereja lain.
POKOK-POKOK RENUNGAN
Pertama, hidup dalam kejujuran. Bacaan ini mau mendorong orang beriman untuk jujur dalam berkata-kata. Kemudian, dalam gereja dan di masyarakat ada semacam sumpah yang disebut sumpah janji, seperti misalnya janji suami-istri pada waktu pemberkatan nikah, janji orang tua pada anak dibaptis, janji sidi, janji penahbisan dalam jabatan pelayanan di gereja. Juga sumpah jabatan dalam pemerintahan. Janji dan sumpah untuk memikul tanggungjawab khusus dalam gereja, keluarga, masyarakat atau lembaga pemerintahan tidak bersifat kutuk terhadap diri sendiri, melainkan suatu pengakuan disertai penegasan bahwa seseroang mengucapkan apa yang benar sesuai hati nuraninya dan imannya.
Melalui renungan firman Tuhan kita berefleksi: apa janji-janji kita dalam gereja? Apa janji-janji kita kepada masyarakat? Bagaimana kita menempati janji-janji tersebut? Ingat bahwa janji-janji kudus karena kita ikrarkan melalui sebuah ritual. Namun demikian, ada banyak janji yang tidak ditepati sehingga melukai masyarakat. Sebagai gereja/orang Kristen hadir sebagai penyembuh namun juga sebagai teladan dalam masyarakat melalui tutur kata dan tindakan. Tidak hanya berdoa namun bekerja, sebab berdoa dan bekerja adalah pelayanan kudus.
Kedua, pelayanan penyembuhan merupakan salah satu tugas gereja. Karena itu kepada warga gereja, Tuhan memberi karunia untuk menyembuhkan (1 Kor. 12:9). Ia sama harganya dengan karunia untuk berkhotbah; untuk berbahasa roh, untuk melayani diakonia. Pada masa kini pelayanan ini agak diabaikan. Akibatnya pelayanan penyembuhan seluruhnya diserahkan kepada rumah sakit dan para dokter, dan pelayanan mereka sungguh-sungguh terpisah dari pelayanan gereja. Akibatnya seringkali terjadi salah paham di kalangan warga gereja. Mereka yang mendapat karunia untuk penyembuhkkan melalui doa dipandang dengan sebelah mata oleh gereja atau oleh para pelayan gereja. Di lain pihak, para penerima karunia penyembuhan seringkali sangat menekankan iman sebagai sarana penyembuhan dan mengabaikan dokter. Akibatnya, mereka yang berobat ke dokter atau rumah sakit dianggap kurang iman. Sejatinya adanya karunia penyembuhan dan pelayanan penyembuhan di rumah sakit dan dokter dapat diintegrasikan menjadi pelayanan penyembuhan yang utuh, yaitu sembuh dan sehat tubuh, jiwa dan roh (=spiritual). Pelayanan kudus yang menyembuhkan adalah mengintegrasikan berdoa dan pengobatan.
Ketiga, sakit bisa diakibatkan karena dosa dan salah manusia, namun dengan pengakuan dosa dan kesadaran serta berdoa dengan sungguh-sungguh maka Tuhan akan menyembuhkan. Bukan iman atau doa yang menyembuhkan melainkan Tuhan. Iman adalah tanggapan kita terhadap penyataan Allah. Dalam Ibrani 11:1 iman adalah dasar pengharapan dan bukti dari segala sesuatu yang kita tidak lihat. Dalam pemahaman Yakobus, iman tanpa perbuatan hakikatnya mati (Yak. 2:14). Berdoa dan bekerja. Jika sakit berdoa dan berobat. Dengan iman kita menanggapi bahwa Allah bekerja melalui para medis untuk menyembuhkan kita. Pelayanan para medis adalah pelayanan kudus yang menyembuhkan. Bukan hanya para medis, namun setiap anak-anak Tuhan yang melayani untuk kebaikan gereja, kebaikan masyarakat adalah pelayanan kudus yang menyembuhkan.
Keempat, jadilah gereja yang berdoa dan saling mendoakan, gereja yang bernyanyi dan gereja yang menyembuhkan. Itulah makna panggilan kudus gereja. Amin.
Trimakasih karena telah menambah wawasan pemikiiran oleh pengkhotbah