Kebijaksanaan Berbuah Keadilan (1 Raja-raja 3:16-28) – Pdt. Melky J. Ulu

Pengantar

Di dalam studi Perjanjian Lama, hikmat dan kebijaksanaan menjadi bagian yang terpenting dalam aktualisasi hidup tokoh yang berhasil. Di antara tokoh tersebut adalah Salomo yang disebut sebagai orang yang paling berhikmat dan bijaksana; sehingga pada zamannya ia tidak tertandingi dalam kehidupan manusia saat itu.

          Salomo yang masih muda saat itu memandang dirinya perlu hikmat dan kebijaksanaan, karena besarnya tanggung jawab dalam memimpin bangsanya. Salomo meminta dua hal yang sangat berkenan bagi Allah dalam doanya. Salomo meminta hikmat dan kebijaksanaan.

Secara umum, kitab 1 Raja-raja menceritakan sejarah para raja Israel dan Yehuda yang ditulis sekitar tahun 1050 – 586 SM, sedangkan raja Salomo tampil di tahun 970 SM, yang memerintah selama 40 tahun.

Mengenai penulis kitab ini (1 Raja-raja), ada beberapa pandangan yang dimunculkan kepada kita. Pertama,sebagian ahli mengatakan bahwa kitab 1 Raja-raja ini penulisnya tidak dikenal. Hal ini berpedoman pada anggapan bahwa kebanyakan dari kitab-kitab Perjanjian Lama, termasuk kitab 1 Raja-raja penulisnya tidak dikenal. Kedua,menurut pandangan tradisional (menerima tradisi Yahudi), kitab 1 Raja-raja ini ditulis oleh nabi Yeremia. Ini didasari pada hubungan/kesamaan dari kitab Yeremia, yang mencantumkan ayat yang hampir identik. Misalnya, cerita tentang kejatuhan Yerusalem (1 Raja-raja 14:3 dan Yeremia 1:1-10). Ketiga,sebagian ahli mengatakan kitab Ulangan sampai kitab II Raja-raja merupakan hasil karya seorang teolog “Deuteronomis” yang menulis sesudah kejatuhan Yerusalem, yang menjelaskan kejadiannya dari tahun 723-722 SM.

Dari ketiga pandangan di atas, telah diteliti kebenarannya oleh para ahli, dan ternyata banyak yang tidak menerima dan menyetujui pandangan-pandangan tersebut; dan akhirnya diambil sebuah titik kesimpulan bahwa kitab 1 Raja-raja ditulis oleh seorang penulis yang tidak diketahui namanya; namun ia sangat memahami hubungan Israel dengan YAHWEH didasarkan pada perjanjian dengan-Nya, serta ia sangat memahami bahwa hubungan perjanjian itu mempunyai implikasi pada sejarah Ibrani/Israel.

Pemahaman Teks (Mendalami dan Memahami Teks 1 Raja-raja 3:16–28)

1 Raja-raja 3:16-28 menceritakan sebuah keputusan yang bijaksana, di mana raja Salomo akan menentukan mana yang adil dan yang tidak. Pada waktu itu, ada dua perempuan sundal yang hampir bersamaan melahirkan seorang bayi masing-masing dalam satu rumah dengan tidak ada saksi.

          Namun karena kecerobohan dari seorang perempuan sundal yang pada waktu malam, dalam pertiduran (pada saat tidur) ia menindih anaknya sampai mati. Lalu perempuan ini menukarkan bayi yang sudah mati tersebut dengan bayi atau anak yang masih hidup. Ia mengambilnya dan menaruh dalam pangkuannya; sedangkan anaknya yang sudah mati ditaruhnya dalam pangkuan perempuan sundal yang pertama.

          Keesokan harinya karena mempunyai hubungan bathin yang sangat kuat, saat perempuan sundal pertama bermaksud untuk menyusui anaknya, maka ia mengamat-amati bahwa bayi yang sudah mati tersebut bukanlah anaknya, sebab ia menyakini bahwa anaknya-lah yang hidup. Mereka saling mengklaim dan bertengkar bahwa: anakku yang hidup, sedangkan anakmulah yang mati (ayat 16-22).

          Untuk menentukan siapa pemilik bayi atau anak tersebut, maka tidak ada pilihan selain menghadap raja Salomo untuk mengambil keputusan siapa sebenarnya ibu kandung dari anak yang sementara diperebutkan itu. Karena masing-masing saling mempertahankan, maka Salomo meminta untuk diambilkan pedang dengan maksud membagi dua anak tersebut. Kedengarannya adil, tetapi konsekwensinya anak tersebut tidak akan hidup.

          Dengan mengambil pedang menggambarkan sikap yang harus dilakukan oleh raja Salomo pada situasi yang sulit. Keputusan dengan memenggal anak yang hidup itu menjadi dua bagian merupakan pengujian kebenaran. Maka timbullah rasa belas kasihan dari seorang ibu yang merasakan bahwa anak itu adalah anaknya. Ia berkata: “ya tuanku! Berikanlah kepadanya bayi yang hidup itu, jangan sekali-kali membunuhnya”. Tetapi perempuan sundal yang lainnya, tidak mempunyai belas kasihan, sehingga ia berkata: “supaya jangan untuk aku ataupun untukmu, penggallah (ayat 22-26).

          Kebijaksanaan yang berasal dari Allah, menuntun Salomo dalam pengambilan keputusan kepada siapa yang berhak atas anak itu. Dengan bijaksana, Salomo mampu mengerti bahasa suara hati seorang ibu, sehingga Salomo berkata: “Berikanlah kepadanya bayi yang hidup itu, jangan sekali-kali membunuhnya, dia itulah ibunya.” Salomo dengan benar mengambil keputusan siapa sesungguhnya pemilik anak yang hidup yang diperebutkan oleh dua orang perempuan sundal; maka orang Israel menjadi takut kepada raja Salomo, yang melihat hikmat/kebijaksanaan ada dalam diri dan hati Salomo. 

Aplikasi/Relevansi

Setiap keputusan yang berasal dari hikmat/kebijaksanaan Allah selalu mendatangkan dan menghadirkan keputusan yang adil. Keadilan Allah tidak dapat disalahgunakan hanya untuk mengambil hak atau milik orang lain. Kebijaksanaan menuntun untuk bertindak benar berdasarkan keadilan Allah. Tidak ada kuasa yang dapat membendung atau menghalangi kebenaran yang Tuhan berikan kepada kita. Sekalipun ada orang yang ingin menukar kesalahan dengan kebenaran.

          Kebijaksanaan menunjuk pada kasih yang menerima dan memberlakukan keadilan dalam praktek hidup, sehingga mendatangkan rasa hormat kepada Allah. Sebagai pemimpin dalam keluarga dan pemimpin dalam gereja, kita selalu diperhadapkan dengan pengambilan keputusan untuk kepentingan keluarga dan orang banyak (jemaat). Keputusan harus dilandasi dengan hikmat/kebijaksanaan dari Allah, sehingga menghasilkan tindakan yang benar dan adil.

Dari teks 1 Raja-raja 3 :16 – 28, kita dapat melihat sedikitnya tiga tipe manusia:

          Tipe pertama,yang ingin memiliki tanpa mengasihi. Ia adalah salah satu perempuan yang disebut di sini (di dalam teks) yang tidak bisa menerima kenyataan bahwa anaknya mati dan ia ingin memiliki milik orang lain. Hal ini nampak dari sikapnya yang tidak peduli pada anak tersebut jika dipenggal dengan pedang. Dia hanya ingin memiliki tetapi tidak mengasihi. Ia berkata: “supaya jangan untukku ataupun untukmu, penggallah (ayat 26).” Perempuan ini tidak menerima kenyataan yang terjadi pada dirinya. Padahal karena kelalaiannya ia menimpa anaknya pada malam hari.

Dalam bentuknya yang berbeda-beda, sikap dan perilaku seperti ini kita temukan dalam kehidupan sehari-hari. Tidak menerima kenyataan dan ingin memiliki kepunyaan orang lain dengan berbagai cara. Hal ini menimbulkan persoalan kepada diri sendiri dan kepada orang lain, karena keinginan demikian sangat deras menguras tenaga, pemikiran dan waktu. Godaan untuk memiliki milik orang lain kita hadapi setiap hari. Itu sebabnya banyak orang tidak berbahagia walaupun alasan untuk bersukacita dan berbahagia selalu terbuka setiap hari. Banyak orang tidak berbahagia dalam hidupnya bukan karena tidak berkecukupan, tetapi melihat orang lain memiliki lebih banyak dan ingin seperti itu. Ketabahan dalam menghadapi situasi sulit, menghargai orang lain dan apa yang mereka punyai merupakan cara hidup yang berkenan kepada Allah. Sikap demikian akan membawa kedamaian hati bagi diri sendiri dan orang lain.

          Tipe kedua,yang mengasihi meskipun harus tidak memiliki.

Yang penting anak itu hidup, meskipun akan pahit rasanya seandainya anaknya sendiri harus bersama orang lain. Ketika pedang diambil dan raja mengatakan bayi akan dipenggal, kita baca dalam ayat 26: “Maka kata perempuan yang mempunyai anak yang hidup itu kepada raja, ya tuanku berikanlah kepadanya bayi yang hidup itu, jangan sekali-kali membunuhnya.

Pelajaran lain yang dapat diambil adalah kenyataan bahwa perempuan ini tidak mau main hakim sendiri, tidak larut dalam pertengkaran, tetapi pergi kepada orang yang tepat untuk menyelesaikan masalahnya. Dalam kehidupan ini kita harus memusatkan perhatian pada “penyelesaian masalah”, bukan menambah masalah.

Memang ada kalanya kita tidak dapat menyelesaikan masalah kita sendiri. Dalam keadaan seperti ini, kita perlu memohon petunjuk dan kebijaksanaan Tuhan, untuk mecari penyelesaian terbaik. Yang terpenting ialah selalu bertolak dari rasa cinta akan kehidupan.

          Tipe ketiga,yang takut akan Allah, mengasihi manusia dan bertindak bijaksana. Itulah yang kita lihat dalam diri raja Salomo.

Salomo tidak mengatakan: “hai perempuan, sudah perempuan sundal bertengkar lagi”. Benar bahwa perilaku kedua perempuan itu tidak sesuai dengan kehendak Tuhan, tetapi sekarang bukan itu yang dipersoalkan. Salomo berhadapan dengan masalah kejujuran, keadilan dan kebenaran. Waktu itu belum ada teknologi kedokteran yang bisa membuktikan kepemilikan anak seperti yang ada sekarang ini dengan test DNA. Tetapi dengan kebijaksanaan Salomo, keadilan dan kebenaran tersingkap.

          Allah yang memberikan hikmat dan kebijaksanaan kepada Salomo pada waktu dulu, adalah Allah yang hidup dan memelihara kita sampai hari ini. Allah juga senantiasa menganugerahkan hikmat dan kebijaksanaan kepada kita dalam menjalani hidup ini. Setiap persoalan yang kita hadapi, kita dapat melihat kebenaran kehendak Tuhan untuk kebaikan kita dan kebaikan orang lain.

          Kehadiran seseorang di tengah sebuah masalah sedikitnya ada tiga kategori, yaitu ideal, minimal dan fatal. Kehadiran yang ideal adalah kehadiran seseorang di tengah sebuah masalah memberi solusi atau jalan keluar terbaik. Salomo termasuk dalam kategori ideal, karena dengan kebijaksanaan dari Tuhan, ia memberi jalan keluar yang baik. Kehadiran seperti ini seharusnya menjadi kehadiran kita di tengah dunia yang penuh pergumulan ini.

Kehadiran yang minimal adalah kehadiran yang tidak memberi solusi tetapi juga tidak memperkeruh atau memperparah masalah. Bisa saja dalam situasi tertentu kehadiran kita masuk kategori ini. Di sinilah kita perlu memohon kebijaksanaan dari Tuhan. Kahadiran yang fatal adalah kehadiran yang justru memperparah masalah. Kehadiran seperti inilah yang harus kita hindari.

Kita membutuhkan hikmat dan kebijaksanaan dari Allah agar kehadiran kita menjadi berkat.Kebijaksanaan yang berbuah keadilan bersumber dari Tuhan. Modal utama untuk dapat berlaku adil. Hendaklah kita meminta kepada Allah hikmat/kebijaksanaan, sehingga segala keputusan dan tindakan kita mendatangkan kebaikan bagi sesama dan semesta.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *