//Memberitakan Kabar Baik dalam Bingkai Kemerdekaan (2 Kor 3:1-18) – Pdt. Marselina Bara Bua

Memberitakan Kabar Baik dalam Bingkai Kemerdekaan (2 Kor 3:1-18) – Pdt. Marselina Bara Bua

PENGANTAR

Di era yang semakin kompleks secara sosial, politik dan spiritual, peran gereja untuk memberitakan kabar baik (Injil) menjadi semakin krusial. Namun meski demikian, pemberitaan Injil tidak boleh dilepaskan dari konteks kemerdekaan, baik dalam arti spiritual maupun sosial. Sehingga tema”Memberitakan Kabar Baik dalam Bingkai Kemerdekaan” bukan hanya sekedar sebuah frasa, melainkan sebuah undangan untuk melihat kembali esensi dari apa yang kita sebut “kabar baik” dan bagaimana ia berinteraksi, bahkan menguatkan nilai-nilai luhur kemerdekaan itu sendiri.

Dalam 2 Korintus 3:1-18, Rasul Paulus memberikan fondasi teologis yang kuat tentang bagaimana pelayanan Injil bukan hanya membawa transformasi rohani, tetapi juga mengandung makna pembebasan dari ikatan hukum, dosa dan belenggu batiniah lainnya serta memampukan orang percaya untuk menjadi “surat-surat Kristus” yang hidup dan mencerminkan kemuliaan Tuhan.

PEMAPARAN TEKS

Ayat 1-3: Jemaat sebagai Surat Kristus yang Hidup

Adakah kami mulai lagi memuji-muji diri kami? Atau perlukah kami seperti orang-orang lain menunjukkan surat pujian kepada kamu atau dari kamu?

Paulus memulai dengan pertanyaan retoris yang menyentil lawan-lawan pelayanannya yang mungkin menuntut surat rekomendasi. Ia tidak membutuhkan pengesahan eksternal, sebab jemaat Korintus itu sendiri adalah “surat pujian” baginya. Mereka adalah bukti nyata dan hidup dari keabsahan pelayanan Paulus. Lebih jauh, mereka adalah “surat Kristus,” yang ditulis bukan dengan tinta, melainkan dengan Roh Allah yang hidup, bukan pada loh-loh batu (merujuk pada hukum Taurat), melainkan pada loh-loh daging, yaitu hati manusia. F.F. Bruce (Teolog Alkitab asal Skotlandia yang sangat berpengaruh), dalam komentarnya menekankan bahwa gambaran “surat Kristus” ini menunjukkan efektivitas Injil dalam mengubah kehidupan. Bruce berpendapat bahwa “Orang-orang Kristen Korintus adalah bukti nyata dari kebenaran Injil yang diberitakan Paulus, jauh lebih meyakinkan daripada surat rekomendasi manapun. Mereka adalah Injil yang hidup, yang dapat dibaca oleh siapa saja.”

Ayat 4-6: Kecukupan yang Berasal dari Allah

Demikianlah besarnya keyakinan kami kepada Allah oleh Kristus. Dengan diri kami sendiri kami tidak sanggup untuk memperhitungkan sesuatu seolah-olah itu berasal dari diri kami sendiri, melainkan kesanggupan kami adalah pekerjaan Allah.

Paulus dengan tegas menyatakan bahwa keberhasilan pelayanannya bukan berasal dari kemampuannya sendiri, melainkan dari “kesanggupan” yang dianugerahkan Allah melalui Kristus. Ia dan rekan-rekannya adalah pelayan-pelayan “perjanjian baru,” yang didasarkan pada Roh, bukan pada hukum tertulis. Pernyataan kunci di sini adalah “hukum yang tertulis mematikan, tetapi Roh menghidupkan.” Hukum, meskipun baik dan teratur, pada akhirnya menyingkapkan dosa dan membawa kepada hukuman karena ketidakmampuan manusia untuk memenuhinya. Sebaliknya, Roh Kudus memberikan kuasa untuk hidup dalam kebenaran dan menghidupkan secara rohani. Seorang teolog Kristen asal Amerika, Gordon Fee dalam penafsirannya terhadap Paulus seringkali menyoroti peran sentral Roh Kudus. Menurut Fee, frasa “hukum yang tertulis mematikan, tetapi Roh menghidupkan” tidak bermaksud merendahkan hukum Taurat itu sendiri, melainkan menekankan ketidakmampuan hukum untuk memberikan kehidupan atau kebenaran. “Roh,” kata Fee, “adalah agen yang mengimplementasikan perjanjian baru, memberikan kehidupan dan memampukan ketaatan yang sejati, sesuatu yang tidak dapat dilakukan oleh hukum.” Ini adalah kemerdekaan dari perbudakan dosa yang dibawa oleh Roh.

Ayat 7-11: Kemuliaan Perjanjian yang Lebih Besar

Paulus disini membandingkan kemuliaan pelayanan perjanjian lama (yang memimpin kepada kematian, karena menyingkapkan dosa dan membawa penghukuman) dengan kemuliaan pelayanan Roh dalam perjanjian baru. Kemuliaan wajah Musa setelah bertemu Tuhan di Gunung Sinai adalah bukti kemuliaan perjanjian lama, namun kemuliaan itu bersifat sementara dan memudar (bdk. Keluaran 34:29-35). Sebaliknya, pelayanan Roh membawa kemuliaan yang jauh lebih besar dan kekal, karena ia memimpin kepada kebenaran dan kehidupan. Paulus berargumen bahwa kemuliaan perjanjian lama, meskipun pada masanya mulia, kini “tidak mempunyai arti apa-apa” jika dibandingkan dengan kemuliaan perjanjian baru yang bersifat permanen dan transformatif.

C.K. Barrett dalam studinya tentang teologi Paulus menggaris bawahi bahwa perbandingan kemuliaan ini bukan untuk merendahkan hukum Taurat, melainkan untuk menunjukkan superioritas Kristus dan perjanjian-Nya. Barrett menyatakan, “Kemuliaan perjanjian lama adalah kemuliaan yang memudar, menunjukkan sifatnya yang sementara. Kemuliaan perjanjian baru, yang adalah kemuliaan Roh, bersifat permanen dan terus bertumbuh, karena ia berakar pada realitas Kristus yang kekal.” Ini menegaskan bahwa kemerdekaan dalam Kristus adalah kemerdekaan yang abadi.

Ayat 12-16: Selubung yang Tersingkap dalam Kristus

Karena kami mempunyai pengharapan yang demikian, maka kami bertindak dengan penuh keberanian, tidak seperti Musa, yang menyelubungi mukanya, supaya mata orang-orang Israel jangan melihat akhir dari pada kemuliaan yang sedang lenyap itu.

Karena kemuliaan perjanjian baru yang kekal ini, Paulus dan rekan-rekannya memberitakan Injil dengan keberanian. Musa menyelubungi wajahnya, mungkin untuk menyembunyikan kemuliaan yang memudar atau untuk melindungi orang Israel dari kemuliaan yang terlalu intens. Namun, bagi Paulus, selubung itu melambangkan ketidakmampuan rohani orang Israel untuk memahami maksud Allah yang sejati dalam hukum Taurat tanpa Kristus. “Pikiran mereka telah menjadi tumpul,” dan selubung itu tetap menutupi hati mereka saat membaca Perjanjian Lama. Kabar baiknya adalah, “hanya dalam Kristus saja selubung itu disingkapkan.” Ketika hati seseorang berbalik kepada Tuhan (Yesus Kristus), selubung ketidakpahaman itu diangkat, dan kebenaran Allah menjadi jelas.

Selubung ini melambangkan kebutaan spiritual yang mencegah orang Israel memahami bahwa hukum Taurat menunjuk kepada Kristus. Hanya ketika mereka berbalik kepada Kristus, selubung itu diangkat, dan mereka dapat melihat kemuliaan Allah dalam Injil. Ini adalah kemerdekaan dari kebutaan rohani yang membelenggu.

 Ayat 17-18: Kemerdekaan dan Transformasi oleh Roh

Sebab Tuhan adalah Roh; dan di mana ada Roh Tuhan, di situ ada kemerdekaan. Dan kita semua yang tidak berselubung mukanya bercermin pada kemuliaan Tuhan dengan muka yang tidak berselubung itu diubahkan menjadi serupa dengan gambaran-Nya, dalam kemuliaan yang semakin besar. Itu semua berasal dari Tuhan, yaitu Roh.

Kedua ayat ini adalah puncak argumen Paulus. Pernyataan “Tuhan adalah Roh; dan di mana ada Roh Tuhan, di situ ada kemerdekaan” adalah kunci. Kemerdekaan di sini bukan lisensi untuk berbuat dosa, melainkan kebebasan dari perbudakan dosa, dari tuntutan hukum yang mematikan, dan dari selubung ketidakpahaman. Kemerdekaan ini memampukan orang percaya untuk dengan bebas dan tanpa halangan “bercermin pada kemuliaan Tuhan.”

Ketika orang percaya memandang Kristus (yang adalah “gambar Allah” dalam 2 Korintus 4:4), melalui pekerjaan Roh Kudus, mereka sendiri “diubahkan menjadi serupa dengan gambaran-Nya, dalam kemuliaan yang semakin besar.” Proses ini adalah transformasi progresif (sanctification), di mana orang percaya semakin menyerupai Kristus. Transformasi ini sepenuhnya adalah pekerjaan Roh Kudus.

APLIKASI

Dari pemaparan teks tadi; ada beberapa catatan penting yang dapat dicatat dan direnungkan bersama dalam kaitannya dengan tema “Memberitakan Kabar Baik dalam Bingkai Kemerdekaan”:

  1. Otentisitas Pelayanan Melalui Kehidupan yang Diubahkan: Paulus menegaskan bahwa jemaat Korintus adalah “surat Kristus yang hidup.” Ini berarti bahwa cara paling efektif untuk memberitakan Kabar Baik tidak hanya melalui retorika atau program, tetapi dengan hidup yang telah diubahkan oleh Roh Kudus. Kehidupan yang memancarkan kemerdekaan dari dosa, kasih, dan kebenaran menjadi kesaksian yang paling kuat. Ini membebaskan kita dari tekanan untuk “menampilkan” sesuatu yang bukan diri kita, melainkan untuk hidup secara otentik dalam Kristus. Kehidupan yang diubahkan oleh Roh Kudus adalah bukti nyata Injil. Apakah hidup kita “dapat dibaca” oleh orang lain sebagai kesaksian tentang Kristus? Apakah kemerdekaan dari dosa dan hukum terpancar dari cara kita hidup, berbicara, dan berinteraksi? Memberitakan Kabar Baik bukan lagi beban tugas, melainkan ekspresi alami dari siapa kita di dalam Kristus.
  2. Ketergantungan Total pada Kuasa Allah: Paulus dengan rendah hati mengakui bahwa kesanggupannya berasal dari Allah. Pengakuan Paulus ini mengingatkan kita bahwa kesanggupan kita dalam pelayanan berasal dari Allah. Sehingga pengakuan ini adalah kemerdekaan dari keharusan untuk mengandalkan kekuatan, talenta, atau kecerdasan manusiawi semata dalam pelayanan. Pemberitaan Kabar Baik yang sejati mengalir dari pengakuan akan ketidakmampuan diri dan ketergantungan penuh pada Roh Kudus yang menghidupkan. Ini membebaskan kita dari rasa takut akan kegagalan atau ketidaklayakan.

Kita dapat memberitakan Injil dengan berani (ayat 12) karena kita tahu bahwa bukan kita yang bekerja, melainkan Roh Kudus melalui kita. Ini adalah kemerdekaan dari rasa takut dan rasa tidak mampu lalu kemudian menjadi pesimis dan pasif.

  1. Kemerdekaan dari Perbudakan Hukum dan Kebutaan Rohani: Kemerdekaan ini berarti kita tidak lagi terikat pada aturan-aturan yang mematikan, pada ketakutan akan penghukuman, atau pada selubung yang menghalangi kita melihat kemuliaan Allah. Dalam kemerdekaan ini, kita dapat memberitakan Injil dengan kebebasan dan sukacita, bukan karena kewajiban, melainkan karena kita telah dibebaskan. Ini membebaskan kita untuk berinteraksi dengan dunia tanpa rasa superioritas atau inferioritas, melainkan dengan kasih dan kerendahan hati yang lahir dari pemahaman bahwa kita semua membutuhkan kasih karunia yang sama.
  2. Proses Transformasi yang Berkesinambungan: Ayat 18 menunjukkan bahwa proses “bercermin pada kemuliaan Tuhan” menghasilkan transformasi progresif menjadi serupa dengan gambaran Kristus. Memberitakan Kabar Baik adalah bagian integral dari proses pertumbuhan rohani. Semakin kita “bercermin pada kemuliaan Tuhan” (yaitu, semakin kita menghabiskan waktu dalam hadirat-Nya, dalam Firman-Nya, dan dalam persekutuan dengan-Nya), semakin kita diubahkan menjadi serupa dengan gambaran-Nya. Kemerdekaan ini memungkinkan kita untuk terus bertumbuh dan menjadi saksi yang lebih efektif. Ini adalah kemerdekaan untuk menjadi diri kita yang sejati di dalam Kristus, yang terus-menerus diperbarui oleh Roh Kudus, sehingga kemuliaan Tuhan semakin terpancar melalui kita.

Penutup

2 Korintus 3:1-18 adalah perikop yang fundamental dalam memahami hakikat pelayanan Injil dalam perjanjian baru. Paulus dengan jelas menguraikan superioritas perjanjian baru yang berbasis Roh dibandingkan dengan perjanjian lama yang berbasis hukum. Inti dari perikop ini adalah bahwa “di mana ada Roh Tuhan, di situ ada kemerdekaan.” Kemerdekaan dimaksud bukanlah kebebasan tanpa batas, tetapi kemerdekaan dari perbudakan dosa, dari tuntutan hukum yang mematikan, dan dari kebutaan rohani. Kemerdekaan yang bukan hanya “bebas dari” sesuatu tapi “bebas untuk” hidup sesuai tujuan dan kebenaran yang sejati. Kemerdekaan dari ketakutan, dari keputusasaan, dari kebencian, dan dari segala bentuk keterikatan yang merenggut damai sejahtera.

Dalam bingkai kemerdekaan inilah kita dipanggil untuk memberitakan Kabar Baik. Memberitakan kabar baik, atau sering disebut juga menginjil, adalah tindakan menyebarkan atau menyampaikan pesan-pesan positif, harapan, dan keselamatan kepada orang lain. Kesaksian atau kehadiran kita dapat menjadi ” Surat Kristus” yang hidup, kesaksian yang dapat dibaca oleh dunia. Pelayanan kita tidak bergantung pada kekuatan diri sendiri, melainkan pada kesanggupan yang dari Allah untuk mewartakan kabar baik di tengah-tengah kehidupan ini.

Pertanyaan Refleksi:

  1. Apa yang dimaksud dengan “surat Kristus” dalam ayat 2-3, dan bagaimana pemahaman ini menolong kita memberitakan Kabar Baik di tengah masyarakat?

Ayat 17 berkata, “Di mana ada Roh Allah, di situ ada kemerdekaan.” Apa arti kemerdekaan dalam konteks rohani ini, dan bagaimana itu berbeda dari pengertian kemerdekaan duniawi?