
Pernyataan Sikap
Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI)
Atas Tragedi Kekerasan dalam Demonstrasi:
“Jangan lindas suara rakyat!”
“Bangsa ini harus dibangun dengan refleksi, bukan represi!” Pdt. Jacklevyn F. Manuputty (Ketua Umum PGI)
Beberapa hari belakangan ini kita menyaksikan riuhnya suara rakyat-bukan sekadar teriakan, tapi jeritan hati yang telah lama dipendam. Demonstrasi berbagai kelompok masyarakat merebak di Jakarta dan berbagai kota lainnya adalah respon rakyat terhadap kebijakan dan perilaku pemerintah dan badan legislatif yang dirasa tidak berpihak pada masyarakat, korupsi yang semakin merajalela, pajak yang memberatkan, anggota legislatif yang sibuk dengan kepentingan pribadi dan tidak memperjuangkan kepentingan rakyat.
Sayangnya, dalam penanganan demonstrasi oleh pihak kepolisian, telah jatuh korban. Seorang pengemudi ojek online, Affan Kurniawan, tewas mengenaskan akibat dilindas kendaraan taktis Brimob di kawasan Pejompongan, Jakarta, Kamis, 28 Agustus 2025. Peristiwa ini menimbulkan gelombang duka dan kemarahan publik. Selain Affan, beberapa anggota kepolisian juga mengalami luka-luka dalam kericuhan demonstrasi. Atas kehilangan ini, perkenankan PGI menyampaikan ungkapan dukacita sedalam-dalamnya kepada keluarga Affan Kurniawan. Kiranya Tuhan mengaruniakan kekuatan dan ketabahan.
PGI menyoroti penanganan demonstrasi yang berlebihan oleh aparat keamanan. Alangkah memilukannya ketika suara-suara para demonstran itu dibalas dengan kekerasan. Aparat kepolisian seharusnya melindungi rakyat bukan menindas. Ketika gas air mata serta meriam air membatasi kesempatan untuk menyampaikan aspirasi, pihak kepolisian sedang menampilkan wajah penguasa yang kurang empatis terhadap rakyat. Ekspresi kemarahan rakyat tidak lahir di ruang kosong tetapi karena janji-janji penguasa yang tidak terealisasi, aspirasi rakyat yang dikhianati, kebijakan yang tidak berpihak kepada rakyat kecil, dan kepemimpinan yang nir-empati. Di sisi lain, PGI menyerukan kepada masyarakat agar tetap mengedepankan akal sehat dan ketenangan batin, agar apa yang menjadi aspirasi dan tuntutan masyarakat dilakukan dengan bermoral, beradab, bermartabat dan tidak anarkis. Kita tidak menghendaki, perjuangan mewujudkan kebenaran dan keadilan dirusak oleh perilaku anarkis yang merugikan dan menghancurkan bangsa Indonesia.
Menyikapi insiden yang mencerminkan krisis moral, etika, dan kepemimpinan ini, Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI):
- Mendesak Kapolri untuk menghentikan segala bentuk tindakan represif terhadap para demonstran. Jika Polri memang sungguh-sungguh bersama masyarakat, maka semestinya Polri memberikan dukungan dan perlindungan terhadap kebebasan ekspresi masyarakat. Peristiwa tragis yang berakibat tewasnya warga sipil harus ditangani secara serius, jujur, dan transparan, dengan mengesampingkan aspek impunitas. Aparat penegak hukum dan seluruh bangsa ini perlu memiliki keberanian untuk mengakui kesalahan dan memperbaikinya. Kami meminta kepada Kapolri untuk memastikan kepemimpinan Polri yang berintegritas, proses pembinaan komprehensif yang berlandaskan nilai-nilai moral, etika, keadilan, dan kemanusiaan bagi segenap anggota Polri, agar Polri dapat memenuhi tugas pokoknya dalam memelihara keamanan dan ketertiban, menegakkan hukum dan memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat.
- Mendesak Dewan Perwakilan Rakyat (DPR-RI) untuk menyampaikan permohonan maaf secara tulus kepada segenap rakyat Indonesia atas statement dan perilaku anggota DPR yang sangat melukai hati nurani rakyat di tengah kondisi ekonomi yang kian memburuk. Anggota DPR semestinya berpihak pada rakyat kebanyakan yang saat ini kondisinya sulit. Kami meminta kepada anggota DPR untuk merepresentasikan secara substantif kepentingan rakyat.
- Meminta Presiden RI untuk mendengar aspirasi masyarakat, khususnya masyarakat menengah ke bawah, sehingga dapat memimpin bangsa Indonesia mewujudkan pemberantasan korupsi, pembangunan yang berkeadilan sosial dan memenuhi kebutuhan dasar masyarakat sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945.
- Mengingatkan segenap penyelenggara negara, baik eksekutif, legislatif, maupun yudikatif, agar benar-benar berefleksi pada nilai-nilai moralitas dalam penyelenggaraan negara agar dapat mewujudkan keadilan sosial dan kemakmuran rakyat, bukan untuk segelintir orang, kelompok tertentu dan apalagi diri sendiri. Pejabat publik haruslah menempatkan moralitas sebagai kompas dalam setiap tindakan serta kebijakan yang diambil. Dalam merespon aspirasi dan tuntutan rakyat, hendaknya aparat negara bertindak profesional dan humanis. Jangan melindas suara rakyat tetapi dengarkan, pahami dan jadikan suara rakyat sebagai arah penyelenggaraan negara.
Alkitab mengingatkan, “Belajarlah berbuat baik; usahakanlah keadilan, kendalikanlah orang kejam; belalah hak anak-anak yatim, perjuangkan perkara janda-janda!” (Yesaya 1:17). Seruan Nabi Yesaya ini menegaskan bahwa panggilan moral dan iman umat beragama, termasuk institusi negara, adalah membela kehidupan, menegakkan keadilan, dan berpihak pada mereka yang lemah dan tertindas.
Kiranya peristiwa pahit ini semakin menyadarkan kita akan pentingnya membangun praktik demokrasi yang substansial, penyelenggaraan pemerintahan yang berkeadilan, empatik, humanis dan mengedepankan nirkekerasan. Kiranya Tuhan senantiasa menolong segenap rakyat dan bangsa Indonesia.
Jakarta, 29 Agustus 2025
Atas nama MPH-PGI
Ketua Umum:
Pdt. Jacklevyn F. Manuputty
Sekretaris Umum:
Pdt Darwin Darmawan











