
Saudara-saudari yang dikasihi Tuhan, Kita di Nusa Tenggara Timur pasti masih mengingat dengan jelas peristiwa besar beberapa tahun lalu yaitu Siklon Tropis Seroja. Angin menghantam tanpa ampun, banjir menerjang kampung-kampung, rumah hilang, kebun hanyut, bahkan banyak keluarga berduka karena kehilangan orang tercinta. Tidak ada satu pun dari kita yang benar-benar siap menghadapi badai sebesar itu.
Namun, satu kenyataan yang tidak boleh kita lupakan adalah bahwa kita masih ada di sini. Kita masih berdiri. Kita masih bernapas. Kita masih memuji Tuhan. Kita semua adalah penyintas Seroja atau orang-orang yang tahu betul bagaimana rasanya diterpa badai, tetapi juga tahu bagaimana rasanya disertai Tuhan yang tidak pernah meninggalkan kita.
Karena itu, ketika hari ini kita merenungkan tema “Melayari Badai Kehidupan: Bertahan, Pulih, dan Hidup dengan Baik,” sesungguhnya kita sedang bicara tentang pengalaman iman kita sendiri, bukan teori jauh di sana. Kita tahu seperti apa rasa hancur, seperti apa rasa takut, dan seperti apa campur tangan Tuhan yang memulihkan.
Firman Tuhan dari Keluaran 15 membawa kita ke tepi laut tempat Israel berdiri setelah menyeberangi Laut Teberau. Sebelum itu, mereka dikejar oleh pasukan Firaun. Mereka panik, takut mati, merasa tidak ada jalan keluar. Tetapi Roh Tuhan atau ruakh, yang adalah angin kehidupan itu berhembus dan laut terbelah. Israel menyeberang di tanah kering. Ketika semua sudah terjadi, Musa dan Miryam bernyanyi, menari, dan memukul rebana. Mereka memuji Tuhan yang memberi jalan di tengah badai.
Saudara-saudari, badai dalam hidup kita tidak selalu berupa angin ribut seperti Seroja. Badai itu bisa berupa sakit penyakit, ekonomi keluarga yang melemah, konflik rumah tangga, anak-anak yang semakin jauh dari gereja, atau beban hidup yang membuat kita merasa hampir tenggelam. Jemaat GMIT di banyak tempat tahu persis bagaimana badai bisa mengguncang keluarga, kebun, usaha, dan hati kita.
Tetapi seperti Israel, kita juga belajar satu hal: Tuhan tidak selalu menghentikan badai dalam sekejap mata tetapi Tuhan selalu membuka jalan untuk kitab isa melewatinya dengan selamat.Kadang Tuhan membuka laut. Kadang Tuhan memberikan kekuatan pada kaki kita. Kadang Tuhan memberi orang-orang yang menopang kita. Kadang Tuhan memberi damai yang membuat kita tetap waras di tengah kekacauan.
Sesudah badai, Israel memuji Tuhan dengan rebana. Itu bukan sekadar “pesta syukur.” Itu adalah tanda pemulihan bahwa Tuhan yang bukan hanya menyelamatkan, tetapi juga memulihkan hati, relasi, dan masa depan.
Demikian pula dalam hidup berjemaat. Seroja mengingatkan kita bahwa pemulihan bukan pekerjaan satu orang, tetapi karya bersama. Jemaat pulih kalau keluarga-keluarga saling menopang. Jemaat kuat kalau kita tidak berjalan sendiri-sendiri. Jemaat hidup kalau kita saling menguatkan.
Saudara-saudari, ada dua hal penting yang secara iman perlu kita akui bersama dalam renungan ini.
Pertama, setiap kita sedang menghadapi jenis badai tertentu, sering kali badai itu tidak terlihat oleh orang lain. Dan dalam terang firman hari ini, kita mengimjani bahwa Roh Tuhan tetap bekerja, tetap hadir, dan tetap berhembus di tengah badai itu.
Ia mungkin belum menghentikan badai, tetapi Ia memberi kita kekuatan untuk bertahan.
Ia mungkin belum menenangkan gelombang, tetapi Ia memberikan langkah kecil untuk menyeberanginya.
Kedua, kita juga mengaku bahwa hidup sebagai orang percaya berarti mengambil langkah nyata untuk pulih dan hidup baik di hadapan Tuhan baik itu dalam hubungan dengan keluarga, sesama anggota jemaat, dan juga dengan alam ciptaan Tuhan. Pemulihan itu terlihat dalam hal-hal sederhana: saling menghargai, menjaga kebersihan lingkungan, merawat bumi, mengelola sampah, tidak merusak hutan, tidak mengotori sungai, dan mengajarkan anak-anak bagaimana mencintai alam ciptaan Tuhan dengan baik dan bertanggung jawab.
Itulah cara kita memukul “rebana” pemulihan dalam dunia saat ini.
Dengan demikian, dua pengakuan iman tersebut bukan hanya jawaban dari sebuah pertanyaan, tetapi menjadi bagian dari cara kita berjalan sebagai jemaat Tuhan:
kita mengakui badai, mengakui kehadiran Roh Tuhan, dan mengakui tanggung jawab kita untuk hidup baik dan memulihkan kehidupan.
Saudara-saudari, Tuhan yang menuntun Israel melalui laut adalah Tuhan yang sama yang menuntun kita melewati Seroja, melewati air mata, melewati kesulitan ekonomi, melewati pergumulan keluarga, dan melewati krisis lingkungan.
Tuhan tidak menuntun kita hanya supaya kita “selamat hidup,” tetapi supaya kita hidup dengan baik: memuji Tuhan, saling menopang, dan menjaga bumi ini sebagai rumah bersama.
Kiranya kita melayari setiap badai dengan iman yang teguh, berjalan dalam pemulilihan dan hidup dengan baik dihadapan Tuhan. Amin ***











